Mengetahui Hal Yang Gaib ? Gaib
Muthlaq dan Gaib Nisbi (Muqayyad)
Mengetahui hal yang gaib secara
muthlaq adalah sifat wewenang Allah Ta’ala. Dalam al-Quran Allah berfirman:
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا
يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ
مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ
وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah
kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri,
dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun
pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji
pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering,
melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh hmahfuz).” (QS.Al-An’aam : 59)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan
sendiri bahwa segala kunci hal yang gaib secara mutlaknya, tidak ada yang dapat
mengetahuinya dalam bentuk substansial, dzati, independen, bentuk partikularnya
dan dalam bentuk yang rinci, kecuali hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Dan ini
oleh para ulama disebut dengan Ghaib Muthlaq atau Haqiqi. Akan tetapi ada
sebagian hamba-Nya yang Allah berikan pengetahuan gaib dalam batas-batas
karunia dan karomah dari Allah Ta’ala. Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan:
وقوله: (عالم الغيب فلا يظهر على غيبه
أحدا إلا من ارتضى من رسول) هذه كقوله تعالى: ( ولا يحيطون بشيء من علمه إلا بما شاء
) وهكذا قال هاهنا: إنه يعلم الغيب والشهادة وإنه لا يطَّلِع أحدٌ من خلقه على شيء
من علمه إلا مما أطلعه تعالى عليه) .وهذا يعم الرسول الملكي والبشري
Firman Allah Ta’ala : “(Dia
adalah Rabb) Yang Mengetahui keghaiban, maka Dia tidak memperlihatkan kepada
seorangpun tentang keghaiban itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya”. (QS
Jin : 26-27).
Ini sama dengan ayat Allah : “dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya“. Demikian juga di sini Ia mengatakan bahwa Dia, Allah mengetahui
dimensi gaib dan nyata dan sesungguhnya tidak ada satupun makhluk-Nya yang
mengetahui sesuatu apapun dari ilmu Allah, kecuali dari apa yang telah Allah
tampakkan. Dan ini umum mencangkup utusan dari malaikat ataupun manusia. Hal
ini disebut oleh para ulama ahli tafsir dengan ghaib nisbi atau muqayyad.
Bahkan sebagian ulama mengatakan
bahwa mengetahuinya seseorang soal gaib itu wasilah malaikat, sebagaimana kita
mengetahui hal yang berkaitan dengan akherat seperti surga dan neraka, dan ini
termasuk hal yang gaib dan kita mengetahuinya melalui perantara Nabi
shalallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan syaikh Ibnu Taimiyyah mengetakan:
وليس كل من أوحي إليه الوحي العام يكون
نبيًّا فإنه قد يوحى إلى غير الناس
“Dan bukanlah setiap orang yang
mendapatkan wahyu secara umum adalah seorang nabi, tetapi kadang juga
diwahyukan kepada selain manusia“.
Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ
الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ الْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا
لِيُرِيَهُمَا سَوْءَاتِهِمَا إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ
تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاء لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ
“Wahai anak Adam, janganlah
sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan, sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua
ibu-bapakmu dari surga; ia menanggalkan pakaiannya dari keduanya untuk
memperlihatkan–kepada keduanya–‘auratnya. Sesungguhnya, ia (iblis/setan) dan
pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang (di sana) kamu tidak
bisa melihat mereka. Sesungguhnya, Kami telah menjadikan setan-setan itu
pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-A’raf:27)
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan :
وروى البيهقي في ” مناقب الشافعي ”
بإسناده عن الربيع سمعت الشافعي يقول : من زعم أنه يرى الجن أبطلنا شهادته إلا أن يكون
نبيا انتهى وهذا محمول على من يدعي رؤيتهم على صورهم التي خلقوا عليها وأما من ادعى
أنه يرى شيئا منهم بعد أن يتطور على صور شتى من الحيوان فلا يقدح فيه
“al-Baihaqi meriwayatkan dalam
Manaqib asy-Syafi’i dengan sanda dari ar-Rabi’, “ Aku mendengar imam Syafi’i
berkata, “ Barangsiapa yang mengaku telah melihat jin, maka kami tolak
kesaksiannya kecuali seorang nabi “. Ini dimaksudkan bagi orang yang mengaku
melihat jin dengan wujud aslinya. Adapun orang yang mengaku melihat jin setelah
berubah wujud lainnya seperti binatang, maka tidak tertolak kesaksiannya”.
Dalam ayat itu menjelaskan bahwa
manusia tidak bisa melihat setan dari posisi di mana manusia tidak bisa
melihatnya. Namun mafhumnya adalah ketika manusia berada di posisi yang manusia
mampu melihatnya, maka manusia itu akan melihatnya. Ini sesuai komentar imam
Asy-Syaukani :
وقد استدل جماعة من أهل العلم بهذه
الآية على أن رؤية الشياطين غير ممكنة وليس في الآية ما يدل على ذلك وغاية ما فيها
أنه يرانا من حيث لا نراه وليس فيها أنا لا نراه أبدا فإن انتفاء الرؤية منا له في
وقت رؤيته لنا لا يستلزم انتفاءها مطلقا
“Sekelompok ulama berdalil dengan
ayat ini bahwa melihat syaitan itu tidak memungkinkan. Padahal ayat tersebut
tidaklah menunjukkan demikian. Setidaknya ayat tersebut berbicara bahwa syaitan
mampu melihat kita dari sekiranya kita tidak melihatnya, tapi bukan berarti
kita tidak mampu melihatnya selamanya, karena ketiadaan kita melihat syaitan di
saat syaitan melihat kita, tidaklah melazimkan ketiadaannya secara muthlak “
Posisi yang dapat memungkinkan
mansuia melihatnya adalah diantaranya posisi:
1. Setan atau jin telah berubah
wujud dari aslinya ke wujud yang baru atau lainnya.
2, Di posisi manusia dimasuki oleh
jin yang menembus portal gaib jiwanya. Namun pada kondisi dan sifat tertentu
dan jenis jin tertentu. Yaitu ketika jin telah menembus pada tingkatan ruh khayali
manusia.
3. Poisisi di mana Allah bukakan hijab batinnya tanpa ada campur tangan jin di dalamnya sebagai karomah untuk orang shalih dan maunah untuk orang mukmin. (Al-Lathoif As-Saniyyah : 8; Ibnu Abdillah Al-Katibiy)
Sumber : DISINI
0 comment:
Posting Komentar