TUGU NOSARARA NOSABATUTU

Berlibur Bersama Ibunya Anak-anak

BERSAMA CUCU

Bersama Cucu, Alzaidan Syahid ... berlibur.

BERSAMA IBU DAN ANAK

Berlibur bersama Anak dan Ibunya Anak-anak.

BERDUA

Entah Apa Yang Direnungkan Waktu itu ...

NENEK dan CUCU

Alzaidan Syahid bersama Mamatuanya.

IBU, ANAK dan KEMENAKAN

Fitri dan Mamanya, bersama Azizah .

BERSAMA CUCU, ANAK dan KEMENAKAN

Alzaidan Syahid bersama Fitri dan Azizah.

IBU dan ANAK serta KEMENAKAN

Fitri Fajarwati dan Mamanya bersama Azizah.

NENEK dan CUCU

Alzaidan Syahid bersama Mamatuanya.

NENEK dan CUCU

Alzaidan Syahid bersama Mamatuanya.

Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 28 Juni 2025

Majelis Adat Kerajaan Nusantara, Lahir Agustus 2019, Anggotanya 57 Raja/Sultan

 

Clickinfo.co.id, JAKARTA - Bertepatan dengan momen sarat nuansa merah putih, Peringatan HUT ke-78 Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 Tahun 2023, yang jatuh pada Kamis (17/8/2023) lalu.

Di Jakarta, pengurus Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN), organisasi perkumpulan raja/sultan dari Kerajaan Nusantara yang bersifat independen dan kekeluargaan, menaja konsolidasi terbatas membahas isu aktual terkait perkembangan organisasi.

Dalam sejarahnya, MAKN didirikan oleh 36 Deklarator Kerajaan pada Agustus 2019, dicetuskan pada pertemuan di Puri Agung Denpasar Bali, pun telah didaftarkan dan disahkan melalui Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor AHU-00002.AH.02.03.Tahun 2019.

 

Empat tahun sudah usianya.

 

MAKN didirikan bertujuan untuk menjaga, melestarikan, mengembangkan, melindungi adat istiadat, tradisi, seni, budaya warisan para leluhur Kerajaan. Serta, membangun kerja sama antara Kerajaan-Kerajaan Nusantara, dengan pemerintah pusat-daerah, lembaga swasta, dan BUMN.

Kepengurusan MAKN terdiri dari lima unsur: Dewan Kerajaan selaku pemegang kekuasaan tertinggi, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) selaku fasilitator dibantu Dewan Pakar dan Anggota, serta Badan Advokasi Konsultasi Hukum (BAKUM) MAKN untuk memfasilitasi bantuan hukum untuk keluarga besar.

 

Lambang Penuh Makna

Seperti tampak dalam foto, per lambang, lambang MAKN memiliki filosofi kendaraan untuk menjunjung tinggi adat kerajaan dalam kebersamaan dan kesetaraan Nusantara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Makna khusus ketujuh unsur di dalamnya, masing-masing, yakni Bintang Segi Lima menandakan seluruh kerajaan di Nusantara senantiasa ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sayap Burung Garuda, bermakna kendaraan untuk menjelajahi, menggiatkan silaturahmi dan menyatukan Nusantara, dan dikendarai utusan Dewata membawa kedamaian dan kebijaksanaan menguatkan adat dan Kerajaan Nusantara, dengan membawa payung penanda mengayomi seluruh alam semesta.

"Mahkota Nusantara, bermakna pemimpin atau Raja/Sultan," makna lambang ke-3.

 

Berikut, Gong di dalamnya terdapat lukisan kepulauan Nusantara Indonesia bermakna simbol adat istiadat dari tradisi budaya leluhur. Padi dan Kapas, kemakmuran dan keseimbangan cukup sandang papan.

Lalu, Keris Nusantara melambangkan ikrar persatuan yang terikat dalam kesetaraan dan kebersamaan 8 kawasan Nusantara.

Dan, Pita bertuliskan Majelis Adat Kerajaan Nusantara bermakna pesan kedudukan setara dalam kebersamaan, bermusyawarah mufakat, bergotong-royong melestarikan dan mengembangkan adat Kerajaan Nusantara.

Untuk bisa masuk dalam keanggotaan, tak bisa sembarang main comot. Para Kerajaan wajib memenuhi persyaratan spesifik untuk disahkan jadi Anggota MAKN.

Untuk Dewan Kerajaan, minimal miliki lima syarat.

Pertama, Raja/Sultan yang bertahta sudah ditabalkan/dinobatkan oleh Lembaga Adat Kerajaan/Kesultanan yang sah secara adat, diketahui masyarakat adatnya.

Kedua, masih memiliki Istana/Keraton yang mempunyai nilai kesejarahan turun temurun.

Ketiga, memiliki silsilah turun-temurun jelas dan valid sebagai Raja/Sultan.

Keempat, mempunyai Lambang, Bendera, Pusaka, dan Cagar Budaya serta situs sejarahnya.

Kelima, memiliki Masyarakat Adat Kerajaan.

Sedang untuk dapat menjadi Anggota MAKN, harus memiliki minimal dua syarat. Yakni, memiliki silsilah turun-temurun yang disahkan oleh Kerajaan/Kesultanan asalnya, kemudian memiliki rekomendasi kekerabatan yang sah dari Kerajaan/Kesultanan-nya.

Proses agar bisa sandang status Anggota MAKN, Calon Anggota ajukan permohonan dilengkapi dokumen persyaratan, pengurus MAKN memverifikasi dokumen dan kunjung lapang ke Kerajaan/Kesultanan pemohon.

Lalu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) dan Ketua Harian DPP MAKN memberikan rekomendasi ke Dewan Kerajaan Deklarator. Setelah itu, Dewan Kerajaan Deklarator lah, pemutus permohonan itu diterima atau ditolak. Lalu, Pengurus menginformasikan keputusan Dewan Kerajaan Deklarator ke Pemohon.

Terdapat tiga nama inti saat ini yang acap terpublikasi ulah jalankan tugas organisasi. Yakni Ketua Dewan Kerajaan MAKN, Paduka Yang Mulia (PYM) Raja Denpasar IX, Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan, S.H.

Lalu, duet Ketua Harian DPP MAKN, Yang Mulia (YM) Dr. KPH Edy S. Wirabhumi, S.H., M.M, suami Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Dr. Koes Moertiyah Wandansari Paku Buwono, M.Pd. (Gusti Moeng) dari Keraton Surakarta. Dan Sekjen DPP MAKN, YM Dra. Hj. Raden Ayu Yani Wage Sulistyowati S Kuswodidjoyo karib Bunda Yani, dari Kesultanan Sumenep.

Ketiganya, menahkodai kepemimpinan harian MAKN dengan total pengurus saat ini yang berjumlah sebanyak 41 orang.

 

Dewan Kerajaan MAKN

Dari total 57 Dewan Kerajaan MAKN, berikut 53 di antaranya. Data empat warga barunya urung didapat. Data ini adalah bauran data 36 Deklarator Kerajaan (kodifikasi Deklarator DK spasi sekian), dan lainnya (DK spasi sekian).

Kesatu, Puri Agung Denpasar Bali. Sebutan lainnya Puri Agung Satria, peninggalan raja-raja Bali khususnya Bali selatan, dirian Raja Denpasar ke-1 Kyai Agung Made Ngurah atau I Gusti Ngurah Made Pemecutan tahun 1788 seusai pemindahan pusat pemerintahan Kerajaan Badung dari Puri Jambe Ksatria, pernah lama diduduki oleh Belanda usai menang Perang Puputan Badung tahun 1906.

Puri Agung Denpasar Bali dibawah pimpinan Raja Denpasar IX, PYM Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan, S.H., Deklarator DK 01.

Kedua, Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong Lampung. Berdiri abad ke-13, terdiri dari empat kepaksian bercorak Islam: Buay Belunguh, Buay Bejalan Diway, Paksian Nyerupa Buay Nyerupa Sukau, dan Kepaksian Pernong.

Wilayah kekuasaannya berada di kanan perbatasan Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, diapit pegunungan Bukit Barisan, dan tiga gunung: Gunung Pesagi, Gunung Tanggamus, dan Gunung Seminung.

Gedung Dalom, istana pusat pemerintahan tradisional keratonnya ada di barat Jl Lintas Barat Sumatera (Jalinbar), Pekon (Desa) Balak, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat.

Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong Lampung kini dipimpin PYM Sultan Sekala Brak Yang Dipertuan XXIII Saibatin Puniakan Dalom Beliau (SPDB) Brigjen Polisi Purn Drs. Pangeran Edward Syah Pernong, S.H., M.H, Deklarator DK 02.

Ketiga, Keraton Sumedang Larang. Nama mula Kerajaan Tembong Agung, didirikan sebagai Kerajaan Sumedang Larang pada tahun 721 Masehi oleh raja pertama Prabu Tajimalela alias Batara Tungtang Buana, yang tak lain merupakan pewaris tahta Tembong Agung dirian ayahnya, Prabu Guru Aji Putih.

Baru berdaulat abad ke-16, kini bangunan keratonnya ada di Jl Prabu Geusan Ulun Nomor 40 Sumedang sisi Gedung Negara, kantor Pemkab Sumedang Jawa Barat. Kini, Keraton Sumedang Larang dipimpin PYM R. Lukman Soemadisoeria, Deklarator DK 03.

Keempat, Puro Pakualaman Yogyakarta pimpinan Paju Alam X, PYM Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya, Deklarator DK 04.

Unik, area kekuasaannya dulu meliputi yang kini masuk wilayah Kabupaten Kulonprogo sedangkan istana Kadipaten Paku Alaman dirian Sri Paku Alam I di Jl Masjid Nomor 46, Gunungketur, Pakualaman, Yogya.

Kelima, Kesultanan Sumenep pimpinan PYM RP. Muchtar Atmokusumo, M.AK, Deklarator DK 05. Bangunan keratonnya baik sebagai kediaman resmi adipati/raja berkuasa dan pusat pemerintahan, yang masih tersisa utuh kini yakni yang dibangun Gusti Raden Ayu (GRAy) Tirtonegoro R. Rasmana dan Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro (Bindara Saod) beserta keturunannya, yakni Panembahan Somala Asirudin Pakunataningrat dan Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I (Raden Ario Notonegoro), di antara para bangunan lainnya, tepatnya di Jl dr. Soetomo, Kota Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur.

Tahu muasal kata Sumenep? Konon Sumenep yang sebelumnya dikenal sebagai Madura Wetan alias Madura Timur, menurut ahli bahasa diduga berasal dari gabungan kata Bahasa Kawi "Sungeneb" dari kata sung berarti relung, lembah, cekungan dan eneb berarti bekas endapan yang tenang.

Keraton bernama lain Karaton Pajagalan yang lebih dikenal Karaton Sumenep ini, dibangun tahun 1781 di atas tanah pribadi Panembahan Somala penguasa Sumenep XXXI oleh arsitek keturunan Tionghoa yang mengungsi akibat Huru Hara Tionghoa tahun 1740 Masehi di Semarang, Lauw Piango.

Jika ingin melihat pintu tersenyum, sekalian melihat pertunjukan Tari Gambuh dan Tari Moang Sangkal serta kostum khas penutup kepala pria Odeng Rek-kerek ciptaan Sultan Abdurrahman Pakunataningrat (bermakna patriotik: 'rek-kerek' berarti anak anjing (patek) dalam bahasa Madura, yang dimaksudkan tak lain untuk merendahkan martabat Pemerintah Kolonial Belanda kala itu), yuk ke Sumenep.

Ada Labhang Mesem, satu gerbang menuju kompleks Karaton di timur Gedhong Negeri. Labhang Mesem, berarti pintu tersenyum.

Keenam, Kerajaan Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pimpinan PYM Leopold Nicholas Nisnoni, B.BA., Deklarator DK 06.

Dari reportase Timex Kupang, jejaring media Fajar.co.id edisi 23 Januari 2022, diketahui bahwa sejarah mencatat setidaknya 28 raja pernah memimpin, berkuasa pada eranya di Kota Kupang. Tak dinyana, pernah ada raja perempuan juga.

Dimulai, sejak kehadiran orang Helong dari Pulau Serang hingga berdiam jadi penduduk pemula di kampung yang dinamai Bunibaun (kini sekitar Kelurahan LLBK dan Kaisalun, sekitar Kelurahan Fatufeto dan Nunhila). Markas Yonif 743 TNI-AD kini, atau Benteng di Fatufeto jadi sonaf pertama Lahi (raja) Lai Bissi. Lalu ekspansi ke beberapa tempat di Kupang termasuk Pulau Semau.

 

Salmun Bissilisin, salah satu keturunan Raja Kupang mencatatkan literatur nama raja-raja yang pernah memerintah di Kupang, kota berjuluk Kota Kasih ini.

Perinci, dimulai dari Raja Koen Lai Bissi (Koen, sebutan untuk saudara laki-laki tertua) yang memerintah tahun 1678-1698.

Kedua hingga ke-28: Manas Bissi I, Susang Bissi, Bisi Bisi, Manas Bissi II, Poto Bissi (raja perempuan), Karel Buni (menikah dengan saudara perempuan Poto Bissi), Manas Bissi III (saudara dari Poto Bissi), Tepa Bissi, Lasi Tepa (1760-1770), Manas Tepa (1770-1785), Manas Klomang (1785-1790), Kolan Tepa (1790-1795), dan Neon Manas (1795-1801).

Lalu, Bani Neon (Hila Neon) kurun 1801-1815, Manas Bissi IV (1815-1826), Tepa Manas (1826-1846), Susang Manas (1846-1854), Lasi Lasi (1854-1858), Manas Daen (1858-1872), Manas Klomang (1872-1881), Leo Manas (1882-1885), Daen Manas (1885-1908), Susang Palo (1908-1911), Manas Susang (1911-1917), Daud Hanok Tanof (1918), Nicholas Isu Nisnoni (1918-1945), dan Alfonsus Nisnoni (1945-1955).

Seorang guru, Blasius Mengkaka, dalam kolomnya di Kompasiana edisi 27 April 2016, menuliskan insight berbeda sekitar sejarah penaklukan Majapahit atas Timor.

Salah satu kenyataan yang patut diakui tulis dia, yakni bahwa nama Kerajaan Majapahit tidak disinggung dalam tuturan lisan para makoan Timor, khususnya para Makoan Belu Selatan dalam tuturan adat kisah asal-usul kerajaan Timor.

Dengan tiadanya tuturan lisan menyebut Majapahit pun Sriwijaya itu, menimbulkan beberapa tafsiran. Tafsiran paling pertama: penaklukan Majapahit atas Timor mula-mula ya di Kupang. Diyakini wilayah Belu kala itu masih cukup terisolir sehingga armada pimpinan Mahapatih Gajah Mada tidak sempat sampai ke situ. Kupang saat itu sudah merupakan salah satu dari empat kerajaan besar di daratan Timor. Banyak peneliti, meyakini kebesaran Kupang masa lalu, ini.

Per literatur, antropolog/penulis asal Belanda, J. Francis dalam bukunya Timor in 1831 mewarta, sebelum Eropa hadir khususnya Belanda, Kupang kerajaan besar di Timor.

Popularitas Kupang saat itu lebih menonjol bahkan melebihi para kerajaan kecil antara lain Amabi, Amanatun, Amanuban, Amarasi, Ambenu, Amfuang, Fialaran, Funai, Mobara, Nenometan, Pitaip, Sobai Kecil, Sonbait, Tabenu, Takaib, dan Wewiku-Wehali.

Warta Francis, masa Majapahit, Kupang sudah merupakan kerajaan besar yang berkuasa secara nyata. Klaim Francis sejalan dengan sumber Empu Prapanca dalam Kitab Negarakertagama (1365) yang menyebut Pupuh XIV dan Pupuh XV bahwa daerah-daerah di Timur yang dikuasai Majapahit, salah satunya Timor.

 

Klaim Prapanca ini tak pernah didukung sumber/tradisi lisan makoan Timor yang menyatakan Timor dikuasai oleh Majapahit.

"Bisa saja Timor yang Negarakertagama maksudkan adalah Kupang. Mengingat saat itu letak Kupang lebih menonjol, dan mudah didarati oleh armada Majapahit tinimbang wilayah lain di pedalaman Timor."

Diyakini, mula penaklukan Timor sendiri berawal dari penaklukan atas Kerajaan Kupang abad 12. Hal terjadi melalui dugaan terkuat, nama Timor berasal dari kata nama Gunung Timauw, 11 mil timur laut Kupang.

Selain itu, ditemukan nama Timor sendiri berasal dari kata Bahasa Melayu 'Timur', dari pedagang Melayu dalam perdagangan antarpulau. Meneliti jejak nama asal Timor banyak yang ragukan hubungan dengan kerajaan Wewiku-Wehali. Salah satu istana Kerajaan Kupang rupanya terletak di sekitar benteng Concordia pada 14 Juni 1613.

Dalam benteng inilah, pertama kali budaya literer dikembangkan dengan baik melalui penataan administrasi kolonial, aktivitas sekolah dan ibadah gereja penghuni dan warga sekitar. I Ketut Ardhana (2005) dalam bukunya Penataan Nusa Tenggara Pada Masa Kolonial 1915-1950 menulis, Pulau Timor era lampau dibagi empat bagian, yakni Kupang, Luka (Likusaen) yang menguasai semua wilayah Timor-Timur, Wewiku-Wehali yang menguasai wilayah Beluneser, dan Sonbay yang menguasai wilayah Atoni minus Kupang.

Empat ini, Kupang termasyhur. Kebesarannya disebut-sebut hampir melampaui tiga lainnya.

Nah, bahwa Timor yang dimaksud ekspedisi Majapahit saat itu: Kupang, yang meletak di area pantai dengan aktivitas pemerintahan yang mencolok, "masih bisa dibenarkan. Penaklukan Kupang oleh Majapahit dianggap penaklukan Timor," tulis sang guru.

Para penakluk, belakangan kecele. Tahunya pas kolonialis Eropa masuk dan bercokol. Pun saat diketahui sekian lama kemudian, bahwa hasil bumi cendana dibawa keluar lewat pintu-pintu pelabuhan Atapupu, Wini, dan Kupang. Satu bukti, Kupang magnitudo-nya besar.

Ketujuh, Kesultanan Gunung Tabur Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, pimpinan PYM Sultan Adji Bachrul Hadie, S.H., M.BA., Deklarator DK 07.

Kedelapan, Kerajaan Gowa (sebagian ada menyebutnya Kerajaan Makassar), wilayah inti di Kabupaten Gowa dan Takalar, serta Kota Makassar Sulawesi Selatan, pimpinan Raja Gowa XXXVIII PYM Andi Kemala Idjo Karaeng Lembang Rarang, Deklarator DK 08.

Kesembilan, Kesultanan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara pimpinan PYM Achmadsyah, Deklarator DK 09. 

Ke-10, Kesultanan Deli, Sumatera Utara, pimpinan PYM Tuanku Mahmud Aria Lamanjiji Perkasa Alam Shah, Deklarator DK 10.

Ke-11, Kerajaan Jambu Lipo, kini Kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, pimpinan PYM Tuanku Raja Godang Firman Bagindo Tan Ameh, Deklarator DK 11.

Ke-12, Kerajaan Purba Simalungun Sumatera Utara pimpinan Raja Simalungun XV PYM Tuan Aminsyah Purba Pakpak, Deklarator DK 12.

Ke-13, Kesultanan Pelalawan, Riau pimpinan YM Sultan Assyaidis Syarif Kamaruddin Haroen, Deklarator DK 13.

Ke-14, Kesultanan Dompu, Nusa Tenggara Barat pimpinan Alm PYM H. Kaharul Zaman, S.H., M.H, diwariskan kepada Putra Raja Dompu, YM Diwantara Aruzziqi Pratama, S.IP., Deklarator DK 14.

Ke-15, Kesultanan Inderapura, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, pimpinan Sultan Indera Rahimsyah Daulat Sultan Muhammad Syah Youdhi Prayogo, S.E., M.E.I, DK 15.

Ke-16, Puro Mangkunegaran Jawa Tengah, pimpinan PYM KGPA A Mangkunegaran IX, DK 16.

Ke-17, Kesultanan Surakarta Hadiningrat Solo Jawa Tengah pimpinan PYM Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII, DK 17.

Ke-18, Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta, yakni kumpulan kerabat Keraton Surakarta yang terdiri dari adik dan anak keturunan raja, diketuai oleh adik PB XIII Hangabehi, yakni YM GRA Dr. Koes Moertiyah (GKR Wandansari) yang juga Sekjen Forum Komunikasi dan Informasi Keraton Nusantara (FKIKN), Deklarator DK 18.

Penyelia, FKIKN juga merupakan perkumpulan raja/sultan/pelingsir adat sejenis paguyuban tanpa struktur pengurusan, dikoordinir Sekjen kedudukan di Keraton Surakarta. Anggotanya keraton/kesultanan/kedatuan/pelingsir adat setotal 47 lembaga tapi dengan kelengkapan minimal lima hal: situs bangunan, masyarakat adat, struktur otoritas pengelola, upacara adat, dan pusat/wilayah adat.

Ke-19, Kesultanan Ngayogjakarta, pimpinan PYM Sri Sultan Hamengku Buwono (SSHB) X, DK 19.

Ke-20, Keraton Kanoman Cirebon Jawa Barat pimpinan Sultan Anom XII PYM Pangeran Raja Muhammad Emirudin, Deklarator DK 20.

Ke-21, Keraton Kaprabonan Cirebon dirian Pangeran Raja Adipati Kapronan 1682, kini Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat pimpinan Raja Kaprabon, PYM Dr. Ir. Pangeran Hempi, M.P, Deklarator DK 21.

Ke-22, Kesultanan Banten Panembahan Surosowan (literatur Babad Banten: Keraton Surosowan dibangun pertama kali pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin 1552-1570 dan dinamai Surasowan/Surosowan, nama pemberian Sultan Hasanuddin atas petunjuk ayahnya, Sunan Gunung Jati), kini pimpinan Almafakhir PYM H. Tubagus A Abbas Wasee, S.H., Deklarator DK 22.

Ke-23, Kesultanan Bulungan Kalimantan Utara, pimpinan Datu Abdul Hamid PYM Pemangku Sultan, Deklarator DK 23.

Ke-24, Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura pimpinan Sultan Kartanegara Ing Martadipura, PYM Drs. H. Muhammad Arifin, M.Si., DK 24.

Ke-25, Kesultanan Sambaliung Kalimantan Timur pimpinan Raja Muda Perkasa, PYM Datu Amir Bin Sultan Muhammad Aminudin, Deklarator DK 25.

Ke-26, Kesultanan Kutawaringin Kalimantan Tengah pimpinan PYM Ratu Alidin Sukma Alamsyah, Deklarator DK 26.

Ke-27, Kerajaan Matan Tanjungpura, Kalimantan Barat, pimpinan PYM Gusti Kamboja, DK 27.

Ke-28, Kerajaan Leinitu Maluku pimpinan PYM Decky Tanasale, Deklarator DK 28.

Ke-29, Kerajaan Sekar Fak-Fak Papua Barat pimpinan PYM Arief Rumagesan, DK 29.

Ke-30, Keraton Kacirebonan Jawa Barat pimpinan Sultan Kacirebonan IX PYM Pangeran Raja Abdul Gani Natadiningrat Dekarangga, Deklarator DK 30.

Ke-31, Kesultanan Aceh Darussalam pimpinan PYM Tuanku Raja Nasruan Adi, DK 31.

Ke-32, Kerajaan Sanggau Kalimantan Barat, pimpinan PYM Drs. GPYM Gusti Arman, M.Si, DK 32. Ke-33, Kerajaan Simpang Kalimantan Barat, pimpinan PYM Gusti Muhammad Hukma, S.E. (Pangeran Suryaningrat) gelar Sultan Muhammad Jamaluddin III, DK 33.

Ke-34, Kesultanan Sekadau Kalimantan Barat, pimpinan PYM Gusti Muhammad Effendi, DK 34.

Ke-35, Kesultanan Sambas, pimpinan YM Pangeran Ratu Muhammad Tarhan, DK 35.

Ke-36, Kerajaan Amarasi NTT pimpinan PYM Yesaya Robert Maurits Koroh, Deklarator DK 36.

Ke-37, Kerajaan Nusak Termanu Rote NTT pimpinan PYM Vicoas TB Amalo S, DK 37.

Ke-38, Puri Agung Tabanan Bali, pimpinan PYM Ida Tjokorda Anglurah Tabanan, DK 38.

Ke-39, Puri Agung Karangasem Bali pimpinan PYM Prof. Dr. A.A. Gede Putra Agung, S.U, Deklarator DK 39.

Ke-40, Kerajaan Mekongga Sulawesi Tenggara, pimpinan PYM Drs. H. Khaerun Dahlan, M.M., Deklarator DK 40.

Ke-41, Kesultanan Buton Sulawesi Tenggara, pimpinan PYM Dr. La Ode Muhammad Izzat Mana’arfa, M.Si, Deklarator DK 41.

Ke-42, Kerajaan Bone Sulawesi Selatan, pimpinan Raja Bone XXXIV PYM Andi Baso Hamid Pabenteng, Deklarator DK 42.

Ke-43, Kedatuan Luwu Sulawesi Selatan, pimpinan PYM Datu Andi Iwan Bau Jema, Deklarator DK 43.

Ke-44, Kerajaan Puang Balusu Torut Sulawesi Selatan pimpinan PYM Susana Seli Matandung Puang Balusu III, Deklarator DK 44.

Ke-45, Kerajaan Banggai Sulawesi Selatan pimpinan PYM Irwan Zaman, S.E., Deklarator DK 45.

Ke-46, Kerajaan Wanse Wakatobi Sulawesi Tenggara pimpinan Raja Wanse PYM H La Ode Harjat Hamzah, Deklarator DK 46.

Ke-47, Kerajaan Kabaena Sulawesi Tenggara pimpinan Raja Kabaena XXX PYM Apua Mokole Kasman Lanota, S.Sos, Deklarator DK 47. 

Ke-48, Kerajaan Poleang Moronene Sulawesi Tenggara pimpinan Raja Poleang Moronene XXXIV PYM Apua Mokole Nippon Muhammad Ali, Deklarator DK 48.

Ke-49, Kesultanan Tidore, Kota Tidore, Maluku Utara, pimpinan PYM Sultan Husain Syah, DK 49.

Ke-50, Kesultanan Ternate, Kota Ternate, Maluku Utara, pimpinan YM Pangeran Mohammad Gazali Mudaffar Sjah, DK 50.

Ke-51, Kesultanan Bacan Halmahera Selatan, Maluku Utara, pimpinan PYM Al-Hajj Abdurrahim Muhammad Gary Ridwan Sjah, M.BA, DK 51.

Ke-52, Kesultanan Paku Negara Sanggau, Kalimantan Barat, pimpinan PYM Dicky A. Padmadipoera SE MM, DK 52.

Ke-53, Kerajaan Addatuang Sidendreng pimpinan Raja Addituang XXV PYM Ir. H. A. Faisal Sapada, S.E., M.M, DK 53.

Demikian, Sidang Pembaca. Selain kepada Wikipedia Indonesia, redaksi mengkhaturkan terima kasih kepada Ratu Anom by Puspa Dewi, dari Puri Agung Denpasar Bali, yang telah merangkum basis data ini yang penting guna diketahui, disebarluaskan terutama kepada generasi muda penerus bangsa.

Agar kita dan mereka tetap teguh muasal, dan selain beradab, juga tetap beradat-istiadat lestarikan warisan leluhur bangsa kita.

Terlebih di Agustus ini, bulan kemerdekaan, bulan kita didengungkan tema raya HUT ke-78 Kemerdekaan Indonesia nan magis, Terus Melaju untuk Indonesia Maju.

 

Dirgahayu Republik Indonesia. Merdeka! (Muzzamil)


Sumber : KLIK INFO

Musyawarah Persatuan Menjadi Pusat Penting Mengenang Raja-Raja Nusantara Yang Bhineka Tunggal Ika

 

Alhamdulillah Tuan Janton Daulay Sultan Syarif Padang Lawas Sumatera bisa lolos verifikasi Raja & Sultan Nusantara sama-sama berdoa agar acara sukses berjalan sesuai rencana. Hasil daripada pertemuan Raja & Sultan se Nusantara nanti akan dibawa ke Senayan, tujuan kegiatan tersebut untuk memperkuat hak ulayat, agar diundangkan oleh DPR RI di Senayan Jakarta.

Majelis Adat Kerajaan Nusantara Menjadi Marwah Budaya Persatuan untuk Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto Terpilih periode 2025 2030. Presiden agar memberikan dukungan terhadap kekayaan alam dan kebudayaan adalah amanah dan marwah pada kerajaan Nusantara, para sultan raja, pangeran pemangku adat Nusantara menjaga melestarikan warisan budayanya.

Kerajaan se Nusantara ke depannya harus bisa menjadikan warisan budaya para pendahulu untuk bangsa Indonesia, nilai budaya keraton adalah bekal untuk maju dan penyemangat membenahi masa depan, demi menjaga marwah budaya Indonesia ikut berpartisipasi untuk masa depan Indonesia maju. Perkumpulan seluruh Kerajaan Keraton acara musyawarah Majelis Adat Kerajaan Nusantara.

Jejak dan sejarah penting yang harus dimiliki Indonesia, dengan adanya bukti kerajaan yaitu, syarat (1) memiliki istana keraton atau puri atau (2) Raja yang ditabalkan dinobatkan (3) memiliki silsilah turun temurun (4 punya lambang pusaka atau situs kerajaan (5) keratonnya ada masyarakat adatnya, Raja pangeran atau ratu keraton yang mendukung Persatuan dan Kesatuan NKRI semakin kokoh agar ke depannya Raja Sultan seNusantara seluruh Indonesia menjadi benteng budaya yang bertanggungjawab.

Kerajaan dan keraton Indonesia juga dalam musyawarah akan mengajak kalangan muda untuk peduli pada budaya bangsa khususnya pada kerajaan dan keraton Indonesia dilakukan yang mengarah pada perhatian kalangan muda seperti bidang atau kewirausahaan yang semuanya mendekatkan kepedulian pelestarian pengembangan budaya Indonesia berkaitan dengan Kerajaan atau Keraton se Nusantara.

Sultan mengatakan yang perlu diingat dan digarisbawahi keraton atau kerajaan Indonesia harus sangat diperhatikan Presiden Prabowo Subianto akan peduli mendukung budaya Keraton atau kerajaan merupakan budaya yang memiliki aset penting di dalamnya tentang tradisi cerita dan sejarah seribu Raja, semua ini bisa digaungkan zaman sekarang yang melibatkan kalangan anak muda yang dekat dengan keahlian.

Program dan kegiatan yang akan kita lakukan dengan menggandeng atau mengajak semangat Kalangan muda nantinya program kegiatan menggunakan teknologi digital seperti media sosial atau kebiasaan yang dilakukan anak zaman sekarang agar dapat memiliki kebudayaan, dengan adanya Raja Kraton adalah pusat peradaban seluruh proses peralihan zaman.

Hak asasi kebudayaan yang dilindungi UU Kebudayaan, tercatat juga dalam UU Cagar Budaya, kebangsaan yang harus kembali kepada semangat Bhineka Tunggal Ika yang mengutamakan persatuan di atas semua kepentingan, sekarang saatnya para Raja Kraton untuk mengingatkan bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika bergandeng tangan untuk mengingatkan6 berbeda-beda disatukan dengan budaya keragaman yang satu visi satu jiwa.

Sejak zaman kemerdekaan menghadirkan pihak kerajaan dan keraton dengan sikap yang bijak rasa cinta kebudayaan dan kebhinekaan akan bangsa Indonesia dapat pengetahuan peninggalan leluhur kita, demi penguatan negara dan bangsa menuju Indonesia menjadi negara mandiri, sekitar 56 kerajaan dan keraton se.Nusantara seharusnya mampu mewujudkan Musyawarah Persatuan Raja-Raja Nusantara Boneka Tunggal Ika.

Persatuan Kesatuan dan Kesatuan NKRI semakin kokoh agar kedepannya seluruh raja sultan se Nusantara seluruh Indonesia menjadi benteng budaya yang bertanggungjawab mengajak masyarakat bergotong royong dalam kemakmuran kesejahteraan membangun bangsa.

Kerajaan dan keraton Indonesia juga harus musyawarah mengajak kalangan muda untuk peduli pada budaya bangsa khususnya.

Sultan mengatakan yang perlu diingat dan digarisbawahi keraton atau kerajaan Indonesia harus sangat diperhatikan Presiden Prabowo Subianto akan peduli mendukung budaya Keraton atau kerajaan merupakan budaya yang memiliki aset penting di dalamnya tentang tradisi cerita dan sejarah seribu Raja, semua ini bisa digaungkan zaman sekarang yang melibatkan kalangan muda yang dekat dengan keahliannya.

Program dan kegiatan yang akan kita lakukan dengan menggandeng atau mengajak semangat Kalangan muda nantinya program kegiatan menggunakan teknologi digital seperti media sosial atau kebiasaan yang dilakukan anak zaman sekarang agar dapat memiliki kebudayaan, dengan adanya Raja Kraton adalah pusat peradaban seluruh proses peralihan zaman.

UUD 1945 menghormati keberadaan kerajaan penting adanya pengakuan dari dunia internasional dengan perkembangan zaman, Kerajaan atau keraton di tahun 1945 mengikuti era sekarang, Kerajaan seNusantara Indonesia akan mampu mewujudkan Indonesia yang mandiri di masa depan dunia, Keunggulan yang kerajaan dan keraton se Nusantara sehingga Indonesia dapat memiliki kejayaannya seperti masa lalu.

Melibatkan sependapat perlu dilakukan kegiatan atau program mendekatkan dengan teknologi dikembangkan kaum muda) tanpa mengabaikan kearifan lokal budaya setempat, Sejarah dan budaya agar tetap dipertahankan sebagai budaya Indonesia sesuai program Presiden Prabowo Subianto bahwa kebudayaan penting menjadi jati diri bangsa.Dengan adanya kerajaan merupakan yang harus dipertahankan bangsa Indonesia.

Perlu revitalisasi fisik dan non fisik, Menurutnya, pada revitalisasi fisik adalah bangunan dan benda cagar budaya. Sementara non fisik adalah kesenian, adat tradisi dan kearifan lokal budaya setempat kedepannya, dalam pembangunan pentingnya pengembangan berwawasan budaya sejarahnya, nilai budaya dan tradisi, kearifan manusia dan kesejahteraan yang bisa dilakukan kerajaan atau keraton seNusantara.

 

Jurnalis : Husin Tanjung


Sumber : JURNAL POLISI

Minggu, 08 Juni 2025

Budaya Toalean (Toala) Sulawesi

 


Istilah Toalean, Toalian, atau Toala’, berasal dari bahasa Bugis “Tau Alek” yang berarti orang hutan. Penduduk lokal ini dianggap sebagai manusia yang menghuni gua-gua di hutan belantara bagian pedalaman Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Hal tersebut sekaligus membuat penyebutan Toalean begitu tak asing di telinga tatkala Sarasin bersaudara melakukan pengembaraan ilmiah pada tahun 1902.

 

Keberlangsungan Manusia Toalean

Kemudian istilah tersebut kemudian diabadikan oleh Van Heekern dalam bukunya yang berjudul Stone Age of Indonesia, tahun 1972. Heekern menuangkan hasil penelitian Callenfels pada tahun 1937 di Situs Batu Ejayya dan Panganreang Tudea. Dari hasil penelitian. Salah satu temuan yang dijumpai adalah alat batu. Akan tetapi, nyatanya temuan yang didapatkan belum begitu kuat, dan tidak memiliki kronologi pertanggalan yang jelas.

 

Tak lama berselang, penelitian yang begitu masif berhasil memperoleh periode keberlangsungan hidup dari budaya Toalean, yaitu sekitar 8.000 hingga 3.500 tahun yang lalu. Hasil pengukuran tersebut diperoleh dari penggalian yang dilakukan di Situs Ulu Leang 1 dan Leang Burung 1. Selain itu, tentunya masih banyak lagi situs-situs lainnya yang menjadi lokasi sekaligus area yang pernah ditempati oleh orang-orang Toalean. Di antaranya mencakup wilayah dataran rendah (Kabupaten Maros, Pangkep, dan Bantaeng), serta dataran tinggi (Kabupaten Bone).

 

Yinika L. Perston seorang Arkeolog asal Australia bersama timnya pada tahun 2021, menerbitkan sebuah tulisan tentang beberapa tipe teknologi alat batu yang menjadi ciri dari salah satu penduduk pribumi yang pernah menghuni Pulau Sulawesi (Toalean). Dalam tulisan tersebut, salah satu yang dibahas ialah tipe Maros Point. Menurutnya, terdapat beberapa bentuk alat yang serupa dengan Maros Point di Sulawesi selatan, diantaranya Mallinrung Point, Lompoa Point, dan Pangkep Point. Namun perbedaannya terletak pada gerigi dan bentuk lekukan pada bagian pangkal.

 

Siapa Budaya Toalean ?

“Budaya Toalean merupakan sebuah pengistilahan yang merujuk pada sebuah temuan alat batu yang sering didapatkan saat penggalian situs-situs prasejarah di Sulawesi Selatan. Akan tetapi, pengistilahan ini juga sering digunakan dalam menggambarkan kelompok manusia yang hidup pada periode holosen tengah, sekitar 8.000 tahun yang lalu” Ujar Perston (2021). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Hasanuddin dkk (2020) yang berusaha melihat interaksi antara Budaya Toalean dan Budaya Austronesia di Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros. Hasanuddin dkk (2020) menyebutkan bahwa, acuan dalam melihat ciri atau penanda dari Budaya Toalean adalah mikrolit geometris, bilah, dan lancipan Maros (Maros Point). Berdasarkan hal tersebut. Maros Point disebut memiliki kaitan yang erat dengan penduduk lokal “Toalean”.


Sumber : DISINI

Selasa, 03 Juni 2025

Mengenal Suku Bangsa Vedda, Suku Imigran Pertama di Indonesia

 


Suku bangsa Vedda (dibaca: Wedda) merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Asia Tenggara. Penduduk suku bangsa Vedda memiliki kulit yang agak gelap dan bertubuh kecil.

Biasanya, penduduk suku bangsa Vedda hidup di pedalaman hutan rimba. Adapun kelompok suku yang tergolong suku bangsa Vedda ialah suku Hieng di Kamboja, Miaotse, Yao-Jen di Cina, Senoi di Semenanjung Malaya, dan lain-lain.

Di Indonesia, ada beberapa suku yang tergolong dalam kelompok suku bangsa Vedda. Berikut penjelasan mengenai suku bangsa Vedda di Indonesia.

 

Pengertian Suku Bangsa Vedda

Dikutip dari buku Super Complete IPS SMA/MA Kelas 10-11-12 yang ditulis oleh Meity Mudikawaty, S.Pd., ‎dan Utep Badrusalam, S.E, penduduk asli Kepulauan Indonesia merupakan ras yang memiliki kulit gelap dan postur tubuh yang kecil.

Penduduk asli Kepulauan Indonesia ini pada awal mulanya tinggal di Asia bagian tenggara. Penduduk asli itu disebut dengan suku bangsa Vedda oleh Sarasin Bersaudara (dua orang etnolog).

Suku bangsa Vedda adalah suku bangsa yang ada di Asia Tenggara. Kelompok suku bangsa Vedda kini paling banyak ditemukan di daerah Sri Lanka.

 

Sejarah Suku Bangsa Vedda di Indonesia

Menurut Sri Tresnaningsih dalam modul pembelajaran Sejarah Indonesia, penduduk asli Asia Tenggara seperti suku bangsa Vedda paling tidak telah hadir sejak 45.000 tahun yang lalu. Suku bangsa Vedda juga dipercaya menjadi salah satu penduduk asli bangsa Indonesia.

Pada zaman sebelum era glasial, Kepulauan Indonesia merupakan bagian dari daratan Asia, belum terpisah seperti saat ini. Setelah berakhirnya era glasial, Indonesia pun terpisah dari daratan Asia.

Akibatnya, sebagian besar penduduk suku bangsa Vedda berpindah setelah Indonesia menjadi kepulauan. Penduduk bangsa disebut pindah ke daerah pedalaman hutan dan tinggal dalam waktu yang lama.

Suku bangsa Vedda diperkirakan telah menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia, tepatnya di wilayah Pulau Papua, Flores Barat, pulau Seram, Timor Barat, dan sampai ke kepulauan Melanesia.

Dikutip dari Buku Siswa Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas 7 yang terbitkan oleh Gramedia Widiasarana Indonesia, penduduk suku bangsa Vedda bahkan disebut sebagai penduduk asli dan salah satu ras terbesar di Indonesia.

 

Suku Bangsa Vedda di Indonesia

Di Indonesia sendiri, ada beberapa suku yang tergolong dalam suku bangsa Vedda. Meskipun jumlahnya tak sebanyak yang berada di Sri Lanka, suku bangsa Vedda di Indonesia tersebar ke beberapa pula yang ada di Indonesia.

Beberapa suku di Indonesia yang tergolong dalam kelompok kubu suku bangsa Vedda adalah Kubu, Lubu, Talang Mamak yang tinggal di Sumatera dan Toala di Sulawesi merupakan penduduk tertua di Kepulauan Indonesia.

Mereka mempunyai hubungan erat dengan nenek moyang Melanesia masa kini dan orang Vedda yang saat ini masih terdapat di Afrika, Asia Selatan, dan Oceania. Penduduk bangsa Vedda itulah manusia pertama yang datang ke pulau-pulau yang sudah berpenghuni.


Sumber: DISINI

Konflik Antar Etnis: Penyebab dan Solusi

 Konflik Antar Etnis: Penyebab dan Solusi    

Pandu Wibowo

Mahasiswa Ilmu Politik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 


BAB I

 

Latar Belakang Masalah

Tidak satupunmanusiayangdapat hidup sendiri di dunia ini, satu dengan yang lainnya akan saling membutuhkan, memerlukan, melengkapi, dan memenuhi seputar kebutuhan hidupnya. Dengan adanya hal itulah mereka berkomunikasi sehingga terciptalahinteraksi dan tanggapan prilaku seseorang, akan adanya interaksi-interaksi tersebut, karena konflik itumenurut Coser adalah perbedaan fokus dan pemahaman manusia.

Faktor-faktor yang menjadi akar timbulnya konflik harus diangkat dengan benar-benarjelassampaikepermukaanpublik, sebab dengan carainikita bisa mencari solusinya. Etnik atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayan yang berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau sakral dari suku tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik antar etnis.

Konflik antar etnis ini terjadi karena benturan budaya, kepentingan, ekonomi politik, dan lain lain. Dan demi menciptakan Negara yang aman dan tentram, pemerintah harus menyelesaikan masalah konflik antar etnis. Cara yang lebih demokratik demi tercegahnya perpecahan, dan penindasan atas yang lemah oleh yang lebih kuat, adalah cara penyelesaian yang berangkat dari niat untuk take a little and give a little, didasari itikat baik untuk berkompromi dan bermusyawarah.

Rumusan Masalah

Ada beberapa hal yang akan dijadikan masalah untuk mengerjakan penelitian di dalam makalah ini, antara lain sebagai berikut:

1.Apa pengertian dari konflik?

2.Mengapa konflik antar etnis bisa muncul di sebuah Negara?

3.Bagaimana cara menyelesaikan konflik antar etnis tersebut?

Maksud dan Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1.Memenuhi tugas UAS pelajaran Isu Isu Politik Kontemporer

2.Mengetahui dan memahami penegertian dari konflik dan penyebab konflik

3.Mengetahui bagaimana konflik antar etnis bisa muncul dalam sebuah Negara

4.Memberikan solusi untuk penyelesaian konflik antar etnis dalam sebuah Negara

5.Memperoleh analisis dari hasil penulisan tentang konflik antar etnis

Kerangka Pemikiran

Para ahli pemikir, sebagaimanamerekaberbicara soalpengertian ilmu-ilmuyang lain, dalam mendefinisikan konflik saja mereka berbeda, Adapun beberapa pengertian konflik itu adalah sebagai berikut: [1]

1.MenurutCoser (1956)konflikadalahprilakudan kondisi seseorang yang tengah dilakukannya dan juga perbedaanfokusdanpemahamanmanusia.

2.Menurut Krisberg (1982) konflik adalah berbedanyatujuanmasing- masing manusia (individu),kelompok,dan etnis dalam suatu negara dan bangsa. 

Dalam suatu masyarakat akan selalu ada kelompok atas yang menguasai kelompok bawah, kelompok ini dibagi berdasarkan kekuasaan, kemampuan, kekayaan, kekuatan, dsb. Kelompok bawah (yang lemah) akan “ditindas” dan menjalankan kehendak kelompok atas. Fenomena ini akhirnya memicu timbulnya konflik antar kelompok. Selain hal tersebut kurangnya integrasi dalam masyarakat, perbedaan paham atau kepentingan juga sebagai faktor timbulnya konflik.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik adalah perbedaan tanggapan yang terjadi akibat interaksi manusia dalam mewujudkan/mengungkapkan keinginannya. Oleh karena itu menurut penulis, konflik itu wajardanmanusiawikarenabedanyapara ahli dalam berpendapat tentang konflik di atas, itujuga sudahmerupakan sebuahkonflik yang terjadi.Namun apa akibat dari konflik itu akan negatif? Jelas, hal itu memerlukanpenyulut danpemobilitas tersendiri yang lepas dari bagian makna kata konflik tersebut. Konflik yang negative tentunya akan merugikan kedua pihak dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu penyelesaian konflik harus dilakukan. Kita harus mengaitkan teori yang ada dengan praktik di lapangan dalam menyelesaiakan konflik.

 

BAB II

Pembahasan

Menurut Alo Liliweri konflik adalah bentuk perasaan yang tidak beres yang melanda hubungan antara satu bagian dengan bagian lain, satu orang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok lain. Konflik dapat secara positif fungsional sejauh ia memperkuat kelompok dan secara negatif fungsional sejauh ia bergerak melawan struktur.[2]

Pengertian Konflik

Konflik didefinisikan sebagai interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain saling bergantung namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan dimana setidaknya salah satu dari pihak-pihak tersebut menyadari perbedaan tersebut dan melakukan tindakan terhadap tindakan tersebut.[3]

Implikasi dari definisi konflik adalah :

Konflik dapat terjadi di dalam atau di luar sebuah system kerja peraturan.

Konflik harus disadari oleh setidaknya salah satu pihak yang terlibat dalam konflik tersebut.

Keberlanjutan bukan suatu hal yang penting karena akan terhenti ketika suatu tujuan telah tercapai

Tindakan bisa jadi menahan diri dari untuk tidak bertindak

Konflik etnis adalah konflik yang terkait dengan permasalahan- permasalahan mendesak mengenai politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial di antara dua komunitas etnis atau lebih.[4]

Menurut Indrio Gito Sudarmo dan I Nyoman Sudita, banyak Tokoh yang membahas mengenai “Teori Konflik” seperti Karl Marx, Durkheim, Simmel, dan lain-lain yang dilatarbelakangi oleh permasalahan ekonomi dan sosial. Karl Marx melihat masyarakat manusia sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik. Ia mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan menjadi hasil akhir sejarah perang dan revolusi kekerasan. Namun bentrokan kepentingan kepentingan ekonomi ini akan berakhir di dalam sebuah masyarakat yang tanpa kelas, tanpa konflik dan kreatifitas yang disebut komunisme.[5] Kalau konflik ini terus terusan dibiarkan, akan membuat ketidakstabilan di masyarakat. Masyarakat akan merasa terancam dan tidak kenang dalam hidupnya.

Durkheim menekankan proses sosial yang meningkatkan integritas sosial dan kekompakan. Meskipun dia mengakui bahwa konflik terjadi dalam kehidupan sosial, dia cenderung untuk memperlakukan konflik yang berlebih-lebihan sebagai sesuatu yang tidak normal dalam integrasi masyarakat. Hubungan saling ketergantungan antara konflik dan kekompakan dinyatakan juga dalam dinamika di dalam hubungan kelompok dalam (in-group) dan kelompok luar (out-group).[6] Suatu kelompok atau masyarakat cenderung memiliki sumber yang dapat dikerahkan dan solidaritasnya diperkuat bila kelompok itu terlibat dalam konflik dengan kelompok atau masyarakat lain. Selama masa dimana ada ancaman atau konflik dengan organisasi luar, percekcokan atau konflik dalam kelompok cenderung rendah dan menurun.

Konflik Antar Etnis

Konflik etnis adalah konflik yang terkait dengan permasalahanpermasalahan mendesak mengenai politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teritorial di antara dua kelompoketnis atau lebih.[7] Konflik etnis seringkali bernuansa kekerasan, tetapi bisa juga tidak. Namun biasanya konflik etnis bernuansa dengan kekerasan dan jatuh korban. Etnik atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai kebudayan yang berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik atau sakral dari suku tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku lain. Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik antar etnis.

Faturochman menyebutkan setidaknya ada enam hal yang biasa melatarbelakangi terjadinya konflik etnis terjadi disebuah tempat.[8] Enam hal tersebut antara lain yakni:

1.Kepentingan yang sama diantara beberapa pihak

2.Perebutan sumber daya

3.Sumber daya yang terbatas

4.Kategori atau identitas yang berbeda

5.Prasangka atau diskriminasi

6.Ketidakjelasan aturan (ketidakadilan).

Konflik antar etnis yang terjadi dapat dikatakan karena kepentingan beberapa oknum atau pihak yang memang bertujuan untuk mengambil untung dari konflik tersebut. Etnis etnis yang saling berkonflik sangat mudah di adu domba karena memang sumber daya manusia yang terbatas. Dalam arti pendidikannya kurang dan tingkat ekonomi yang rendah. Seharusnya dari masing masing kepala daerah yang ada di wilayah konflik tersebut harus tegas membuat atau merealisikan kebijkan ketika terjadi sebuah konflik antar etnis.

Dalam konteks Indonesia sendiri, kita kerap kali mendengar terjadinya konflik antar etnis. Sebenarnya akar dari konflik ini adalah keterbelakangan dari masyarakat di wilayah konflik tersebut. Sementara itu, Sukamdi menyebutkan bahwa konflik antar etnik di Indonesia terdiri dari tiga sebab utama,[9] yakni:

1.Konflik muncul karena ada benturan budaya

2.Karena masalah ekonomi politik

3.Karena kesenjangan ekonomi sehingga timbul kesenjangan sosial.

Menurutnya konflik terbuka dengan kelompok etnis lain hanyalah merupakan bentuk perlawanan terhadap struktur ekonomi-politik yang menghimpit mereka sehingga dapat terjadi konflik diantara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan identitas sosial, dalam hal ini etnik dan budaya khasnya, seringkali menimbulkan etnosentrisme yang kaku, dimana seseorang tidak mampu keluar dari perspektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya. Sikap etnosentrisme yang kaku ini sangat berperan dalam menciptakan konflik karena ketidakmampuan orang-orang untuk memahami perbedaan.[10] Sebagai tambahan, pengidentifikasian kuat seseorang terhadap kelompok cenderung akan menyebabkan seseorang lebih berprasangka, yang akan menjadi konflik.

Berdasarkan tulisan dari Stefan Wolff, bahwa konflik etnis ini sebagian besar terjadi di wilayah Afrika, Asia, serta sebagian Eropa Timur. Dikatakan bahwa negara-negara Eropa Barat serta Amerika Utara tidak terpengaruh atas konflik etnis yang terjadi di dunia ini. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa konflik tersebut terjadi di wilayah yang terbelakang secara peradaban? Belum ada jawaban atas pertanyaan ini. Jawaban yang cukup masuk akal akan pertanyaan ini adalah berdasarkan rentan waktu munculnya peradaban.

Asia dan Afrika adalah dua benua yang memiliki sejarah peradaban tertua di dunia. dan secara tidak sengaja, kedua benua ini memiliki berbagai macam etnis,ras, ataupun suku bangsa. Tentu saja hal ini tidak dapat ditemui di benua Amerika yang merupakan “peradaban baru” bentukan Eropa. Peradaban-peradaban ini sejak dahulu selalu terlibat perang suku. Celakanya, perang antar suku dan ras yang terjadi ini menyimpan dendam diantara semua pihak yang bertikai dan masih terbawa hingga kini. Dengan demikian, Wolff menyimpulkan bahwa “ethnic conflicts are based on ancient hatreds between groups fighting in them and that”. Sebagian kecil konflik yang terjadi adalah akibat isu kontemporer politik ataupun agama.

Konflik Antar Etnis di Indonesia

Beragamnya suku, agama, ras, dan golongan membuat Indonesia sebagai bangsa yang rawan konflik. Dari ujung timur sampai ujung barat bangsa ini sering kali terdengar jerit tangis bahkan tetesan darah menyelimuti Tanah Air. Semboyan yang terdapat di kaki kuat sang Burung Garuda “Bhineka Tunggal Ika” nampaknya belum menjiwai seluruh warga bangsa ini.[11] Rasa satu kesatuan sebagai warga negara bukanlah hal yang utama, melainkan arti kata semboyan bangsa ini hanya sekedar wacana belaka. Beberapa peristiwa akibat konflik setelah lengsernya otoritas orde baru dan lahirnya era reformasi adalahsebagai berikut :

a. Krisis Aceh dengan adanya Gerakan Aceh merdeka (GAM).

b. Krisis Ambon yang memicu perpecahan bangsa karena keyakinan.

c. Krisis Poso di Sulawesi Tengah.

d. Gerakan Papua Merdeka

e. Peristiwa Dayak-Madura di Kalimantan Tengah.

f. Peristiwa Ketapang di Jakarta.

g. Peristiwa Bom Bali.

h. Peristiwa seputar Jemaah Ahmadiyah.

i. Peristiwa Monas di Jakarta.

j. dan timbulnya lagi krisis Ambon saat ini.

Sebenarnya masih banyak peristiwa lain yang terjadi akibatkonflik, seperti adanya tindak anarkis antara karyawan dan perusahaan, warga masyarakat dan perusahaan, dan aksi preman yang hampir di setiap kota besar terjadi.

Di balik konflik antaretnis di Indonesia yang memecahkan satu kesatuan bangsa jika ditelisik lebih mendalam terdapat sumbu yang membuat satu etnis dengan etnis lainnya hanya memperlihatkan rasa keaku-akuannya, rasa “kami”, dan “mereka”, mereka melihat etnis lain adalah kelompok luar darinya, dan etnis luar melihat etnis lain sebagai musuh baginya. Setiap konflik yang berujung SARA bermula dari konflik individu yang kemudian mengarah ke konflik kolektif yang mengatasnamakan etnis. Kasus konflik Tarakan, Kalimantan Timur, berawal dari salah seorang pemuda Suku Tidung yang melintas di kerumunan Suku Bugis, lantas di keroyok oleh lima orang hingga tewas karena sabetan senjata tajam. Konflik Tarakan menjadi memanas nyatanya tersimpan dendam ke Suku Bugis yang lebih maju menguasai sektor ekonomi.   Faktor ekonomi juga menjadi penyebab utama konflik di bangsa ini, dalam kasus sebuah klub kafe di Bilangan Jakarta Selatan “Dari Blowfish Ke Ampera” antara Suku Ambon dan Suku Flores yang berawal dari perebutan jasa penjaga preman hingga konflik tersebut mengarah ke konflik etnis. Sampai pada Sidang Pengadilan masing-masing pihak yang bertikai masih menunjukan etnosentrisnya.

Penguasaan sektor ekonomi memicu besarnya sentimen etnis dan adanya prejudice membuat konflik meranah ke agama. Konflik agama yang terjadi di Poso jika ditelusi secara mendalam bermula dari pertikaian pemuda yang berbeda agama yang sedang mabuk hingga karena sentimen kepercayaan hingga merambah ke konflik etnis dan agama. Konflik Poso kian memanas ketika provokasi akan adanya masjid yang dibakar oleh umat kristiani, agama memang sangat rentan. Aparat Pemerintah bukanya sebagai penengah namun ikut andil dalam konflik ini. Nampaknya kesenjangan sosial ekonomi dari pendatang yang sebagai mayoritas menguasai sektor ekonomi membuat konflik menjadi lebih memanas.

Ketidakmerataan penyebaran penduduk juga dapat menimbulkan masalah. Kepadatan penduduk yang mendororong etnis Madura melakukan migrasi ke Pulau Kalimantan. Di mana masih membutuhkan kebutuhan akan Sumber Daya Manusia untuk mengolah kekayaan alam dan membangun infrastruktur perekonomian. Pencapaian atas kerja keras, hidup hemat bahkan penderitaan yang dirasakan etnis Madura terbayarkan sudah ketika keberhasilan sudah ditangan. Dengan menguasai sektor-sektor perdagangan sehingga orang-orang non Madura yang lebih awal bergerak di bidang itu terpaksa terlempar keluar.

Alternatif dalam menyatukan etnis di Indonesia dengan mengadakan akomodasi merupakan solusi yang tepat untuk menyatukan bangsa yang besar ini. KH. Abdurahman Wahid mengungkapkan “Sebuah bangsa yang mampu bertenggang rasa terhadap perbedaaan-perbedaaan budaya, agama, dan ideologi adalah bangsa yang besar” untuk mewujudkan integrasi antaretnis di Indonesia dengan mutual of understanding, sehingga semboyan yang mencengkram dalam kaki kuat Burung Garuda bukanlah wacana lagi.

Soulusi Penyelesaian Konflik Antar Etnis

Konflik antar etnis di Indonesia harus segera diselesaikan dan harus sudah ada solusi konkritnya. Dalam bukunya Wirawan dengan judul Konflik dan Menejemen Konflik, Teori, Aplikasi, dan Penelitian menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan konflik antar etnis yang ada di sebuah Negara. Pertama, melalui Intervensi pihak ketiga. Dimana keputusan intervensi pihak ketiga nantinya final dan mengikat. Contoh adalah pengadilan. Kedua, Mediasi. Mediasi ini adalah cara penyelesaian konflik melalui pihak ketiga juga yang disebut sebagai mediator. Ketiga, Rokosialisasi. Proses penyelesaian konflik dengan transormasi sebelum konflik itu terjadi, dimana masyarakat pada saat itu hidup dengan damai.[12] Adapun cara lain dalam menyelesaikan konflik yang ada, yakni:

1.     Konflik Itu Harus di Management Menuju Rekonsiliasi

Konflik memang bukan sesuatu yang diharapkan oleh setiap orang yang hidup di dunia ini. Apa lagi konflik yang bernuansa karena perbedaan agama yang dianut dan pebedaan etnis. Konflik yang demikian itu memang suatu konflik yang sangat serius. Untuk meredam wajah bahaya dari konflik itu, maka konflik itu harus dimanagement agar ia berproses ke arah yang positif. Dr. Judo Poerwowidagdo, MA. Dosen Senior di Universitas Duta Wacana Yogyakarta menyatakan bahwa proses konflik menuju arah yang positif itu adalah sbb: Dari kondisi yang “Fight” harus diupayakan agar menuju Flight. Dari kondisi Flight diupaykan lagi agar dapat menciptakan kondisi yang Flaw. Dari Flaw inilah baru diarahkan menuju kondisi Agreement, terus ke Rekonsiliasi. Karena itu, masyarakat terutama para pemuka agama dan  etnis haruslah dibekali ilmu Management Konflik setidak-tidaknya untuk  tingkat dasar.

2.     Merobah Sistem Pemahaman Agama.

Konflik  yang bernuansa agama bukanlah karena agama yang dianutnya itu mengajarkan untuk  konflik. Karena cara umat memahami ajaran agamanyalah yang menyebabkan mereka menjadi termotivasi untuk melakukan konflik. Keluhuran  ajaran agama masing-masing hendaknya tidak di retorikakan secara berlebihan. Retorika yang berlebihan dalam mengajarkan agama kepada umat masing-masing menyebabkan umat akan merasa dirinya lebih superior dari pemeluk agama lain. Arahkanlah pembinaan kehidupan beragma untuk menampilkan nilai-nilai universal dari ajaran agama yang dianut. Misalnya, semua agama mengajarkan umatnya untuk hidup sabar menghadapi proses kehidupan ini. Menjadi lebih tabah menghadapi berbagai AGHT (ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan) dalam menghadapi hidup ini. Rela berkorban demi kepentingan yang lebih mulia. Tidak mudah putus asa memperjuangkan sesuatu yang benar dan adil. Tidak mudah mabuk atau lupa diri kalau mencapai sukses. Orang yang sukses seperti menjadi kaya, pintar, menjadi penguasa, cantik, cakep, memiliki suatu power, merasa diri bangsawan. Semuanya itu dapat menyebabkan orang menjadi mabuk kalau kurang waspada membawa diri. Hal-hal yang seperti itulah yang sesungguhnya lebih dipentingkan oleh masyarakat bangsa kita dewasa ini.

3.     Mengurangi Penampilan Berhura-Hura dalam Kehidupan Beragama.

Kegiatan beragama seperti perayaan hari raya agama, umat hendaknya mengurangi bentuk perayaan dengan penampilan yang berhura hura.  Hal ini sangat mudah juga memancing konflik. Karena umat lain juga dapat terpancing untuk menunjukan existensi dirinya bahwa ia juga menganut agama yang sangat hebat dan luhur.

4. Redam Nafsu Distinksi Untuk Menghindari Konflik Etnis.

Setiap manusia memiliki nafsu atau dorongan hidup dari dalam dirinya. Salah satu nafsu itu ada yang disebut nafsu Distinksi. Nafsu Distinksi ini mendorong seseorang untuk menjadi lebih dari yang lainya. Kalau nafsu ini dikelola dengan baik justru akan membawa manusia menjadi siap hidup bersaing. Tidak ada kemajuan tanpa persaingan. Namun, persaingan itu adalah persaingan yang sehat. Persaingan yang sehat itu adalah persaingan yang berdasarkan noram-norma Agama, norma Hukum dan norma-norma kemanusiaan yang lainya. Namun, sering nafsu Distinksi ini menjadi dasar untuk mendorong suatu etnis bahwa mereka  adalah memiliki berbagai kelebihan dari etnis yang lainya. Nafsu Distinksi ini sering membuat orang buta akan berbagai kekuranganya. Hal inilah banyak orang menjadi  bersikap sombong  dan exlusive karena merasa memiliki kelebihan etnisnya.

Untuk membangun kebersamaan  yang setara, bersaudara  dan  merdeka mengembangkkan fungsi, profesi dan posisi, maka dalam hubungan dengan sesama dalam suatu masyarakat ada baiknya kami sampaikan pandangan Swami Satya Narayana sbb: “Agar hubungan sesama manusia menjadi harmonis, seriuslah melihat kelebihan pihak lain dan remehkan kekuarangannya. Seriuslah melihat kekurangan diri sendiri dan remehkan kelebiihan diri”. Dengan  demikian semua pihak akan mendapatkan  manfaat dari hubungan sosial tersebut. Di samping mendapatkan sahabat yang semakin erat, juga mendapatkan  tambahan pengalaman positif dari sesama dalam pergaulan sosial. Dengan melihat kelebiihan sesama maka akan semakin  tumbuh rasa persahabatan yang semakin kekal. Kalau kita lihat kekurangannya maka kita akan terus merasa jauh  dengan  sesama dalam hubungan sosial  tersebut.

 

BAB III

Kesimpulan

Beragamnya suku, agama, ras, dan golongan membuat Indonesia sebagai bangsa yang rawan konflik. Dari ujung timur sampai ujung barat bangsa ini sering kali terdengar jerit tangis bahkan tetesan darah menyelimuti Tanah Air. Kalau konflik etnis itu terjadi terus terusan dalam sebuah Negara, maka Negara tersebut dapat dikatakan tidak bisa menciptakan ketentraman dan keamanan dalam negerinya. Maka dari itu masalah konflik etnis perlu diselesaikan secara cepat oleh pemerintah. Karena selain Negara yang mengalami kerugian, masyarakat sekitar daerah konflik tersebut pun akan mengalami kerugian pula.

Faktor faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik etnis seperti, kepentingan yang sama diantara beberapa pihak, perebutan sumber daya, sumber daya yang terbatas, kategori atau identitas yang berbeda, prasangka atau diskriminasi harus diselesaikan secara demokratik. Cara cara seperti rekonsialisasi dan mediasi harus dikedepankan. Penyelesaian konflik tanpa kekerasan inilah yang harus dilakukan, agar tidak jatuh banyak korban.

Kalau masalah konflik antar etnis telah bisa diselesaikan dengan baik, Negara dan masyarakatnya akan hidup tenang, tentram, dan aman. Saling menganggap bahwa satu sama lain yang ada didalam Negara adalah saudara akan membuat.

 



Sumber : DISINI

Apa saja penyebab terjadinya konflik antar suku di Indonesia?

 


Konflik antar suku di Indonesia merupakan fenomena yang terjadi sejak lama. Beberapa penyebab konflik tersebut antara lain perbedaan budaya, politik identitas, ketimpangan ekonomi, dan provokasi eksternal. Artikel ini akan menjelaskan lebih detail faktor-faktor yang memicu konflik suku di Indonesia.


Penjelasan dan Jawaban

Ada beberapa penyebab terjadinya konflik antar suku di Indonesia, antara lain:

Teritori dan sumber daya alam: Konflik sering terjadi karena persaingan dalam menguasai wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, seperti tanah, air, atau tambang. Hal ini terjadi terutama di daerah perbatasan antar suku.

Faktor agama dan kepercayaan: Perbedaan agama dan kepercayaan sering menjadi pemicu konflik antar suku. Ketegangan antar suku dapat timbul akibat perbedaan keyakinan atau penafsiran terhadap agama dan kepercayaan yang berbeda.

Politik identitas: Konflik juga sering kali muncul karena politik identitas. Suku-suku tertentu mungkin merasa diabaikan atau tidak diakui oleh pemerintah, sehingga memunculkan ketegangan dan protes yang berujung pada konflik.

Ketidakadilan ekonomi: Ketimpangan ekonomi antara suku-suku tertentu juga dapat menjadi pemicu konflik. Jika suatu suku merasa tidak adil dalam pembagian sumber daya dan kans ekonomi, maka ketegangan antar suku bisa meningkat.

Tradisi dan adat istiadat: Perbedaan tradisi dan adat istiadat antar suku juga seringkali memicu konflik. Ketidakpahaman atau ketidakmengertian terhadap praktik dan budaya suku lain dapat menimbulkan ketegangan dan konflik antar suku.


Kesimpulan

Dalam kesimpulan, dapat dikatakan bahwa konflik antar suku di Indonesia memiliki berbagai penyebab yang kompleks. Adanya persaingan sumber daya alam, perbedaan agama, politik identitas, ketidakadilan ekonomi, dan perbedaan tradisi budaya menjadi faktor-faktor utama yang memicu konflik antar suku.

Penting untuk mendorong dialog, toleransi, dan pemahaman antar suku guna mengatasi konflik tersebut. Pemerintah juga harus memiliki peran yang aktif dalam mempromosikan persatuan, keadilan, dan kesetaraan di antara semua suku di Indonesia.


Sumber : DISINI

Apa yang Menjadi Dasar Penyebab Konflik Antar Suku Bangsa?

 


Indonesia, dengan kekayaan budayanya, tak luput dari konflik antar suku bangsa.

Luka lama dan pemicu baru berkelindan, menjadi pengingat bahwa persatuan dan toleransi harus terus dipupuk.

Artikel ini akan mengupas akar permasalahan dan dampak konflik, serta upaya penanggulangannya.

Akar Permasalahan:

Sejarah dan Budaya: Perbedaan adat istiadat, tradisi, dan nilai-nilai budaya dapat memicu kesalahpahaman dan prasangka.

Luka sejarah masa lampau pun bisa menjadi bara yang mudah tersulut.

Perebutan Sumber Daya: Persaingan memperebutkan sumber daya alam, seperti lahan, air, dan hasil bumi, dapat memicu konflik antar kelompok.

Ketidakadilan Ekonomi dan Sosial: Kesenjangan ekonomi dan akses terhadap layanan dasar yang tidak merata dapat menimbulkan rasa frustasi dan memicu konflik.

Politik Identitas: Politisasi identitas suku bangsa untuk kepentingan tertentu dapat memperuncing perpecahan dan memicu kekerasan.

Lemahnya Penegakan Hukum: Kurangnya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan dan provokator dapat memperpanjang konflik.

Dampak Konflik:

Korban Jiwa dan Harta Benda: Konflik dapat mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, luka-luka, dan kerusakan harta benda.

Pengungsian: Masyarakat yang terjebak dalam konflik terpaksa mengungsi, meninggalkan tempat tinggal dan mata pencaharian mereka.

Trauma dan Ketakutan: Konflik dapat menimbulkan trauma mendalam bagi korban dan masyarakat sekitar, serta menciptakan suasana ketakutan dan ketidakamanan.

Kemunduran Ekonomi dan Sosial: Konflik menghambat pembangunan ekonomi dan sosial, dan memperparah kemiskinan.

Disintegrasi Bangsa: Konflik yang berkepanjangan dapat mengancam persatuan dan keutuhan bangsa.

Upaya Penanggulangan:

 

Pencegahan: Meningkatkan dialog antar suku bangsa, membangun toleransi dan saling menghormati, serta menumbuhkan rasa persatuan nasional.

Penanggulangan: Penegakan hukum yang tegas, penyaluran bantuan kemanusiaan, dan pemulihan trauma bagi korban.

Penyelesaian Akar Permasalahan: Mengatasi kesenjangan ekonomi dan sosial, serta menyelesaikan sengketa sumber daya alam secara adil dan damai.

Pendidikan dan Kampanye: Meningkatkan edukasi tentang bahaya konflik dan pentingnya perdamaian, serta mempromosikan nilai-nilai toleransi dan kebangsaan.

Peran Penting Pemerintah dan Masyarakat Sipil: Sinergi antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam upaya pencegahan, penanggulangan, dan penyelesaian konflik.

Konflik antar suku bangsa merupakan luka lama yang harus diobati dan dicegah agar tidak terulang kembali.

Dengan membangun rasa saling menghormati, toleransi, dan persatuan, serta upaya kolektif dari pemerintah dan masyarakat sipil, kita dapat mewujudkan Indonesia yang damai dan sejahtera.

Catatan:

Artikel ini hanya memberikan gambaran umum tentang konflik antar suku bangsa.

Setiap konflik memiliki keunikan dan kompleksitasnya sendiri, dan solusinya pun harus disesuaikan dengan konteks yang spesifik.



Sumber : DISINI

Senin, 02 Juni 2025

Guma Sulawesi Tengah, Pedang Kuno di Zaman Dahulu

 


Guma Sulawesi Tengah, Pedang kuno zaman dahulu yang mempunyai panjang 1 meter

By ditwdb / November 2, 2019

Senjata Tradisional Guma adalah pedang kuno zaman dahulu yang panjangnya sekitar 1m, guma melambangkan keperkasaan pria dan terbuat dari baja sedangkan sarungnya dibuat dari kayu hitam atau tanduk. Pada kedua ujungnya diukir dan badan sarung diberi pula hiasan-hiasan dan diikat dengan logam perak. Guma mempunyai syarat-syarat bila dibuka dari sarungnya. Kepemilikan Guma dapat dilihat dari bentuk gagang pada guma. Misalnya seorang Raja gagang berbentuk kepala buaya dan biasa terbuat dari tulang manusia.

Dalam sejarah sebelum bangsa belanda menginjakan kakinya di Sulawesi Tengah maka penduduk daerah sudah ahli dalam menempah baja dari bahan dasarnya yang berupa batuan yang beku.meskipun sangat sederhana untuk masa sekarang, kemampuan membuat guma dimasa lalu merupakan suatu perstasi karena teknik dengan kemampuan mistik yang tidak terlepas dari pengetahuan dan pemahaman dasar tentang matalurgi, energy kimia dan astronomi yang baik. Persebaran Senjata tradisional Guma yang cukup luas pada masyarakat Sulawesi Tengah dapat ditafsirkan sebagai akibat banyakna suku bangsa yang berbeda  yang memberikan peluang sangat besar untuk terjadinya perang antar suku-suku. Kedatangan Belanda didaerah ondae Poso melarang dan menghentikan pembuatan gumasebagai kebijakan keamanan dan politik dalam mencegah perang antar suku dan guma dianggap dapat membakar semangat patriotism yang tentu akan merugikan bangsa penjajah. Pada masa pendudukn jepang yang mengeluarkan peraturan yang mengharamkan pemilikan senjata Guma dan senjata lainya sehingga banyak sekali guma dikumpul untuk dimusnakan yang membawa perubahan dimana yang memiliki Guma suatu kebanggaan menjadi ketakutan dan kecemasan bagi yang memiliki Guma.

Makna dan nilai dari Guma dapat diuraikan sebagai berikut:

Pada gagang Guma yang mempunyai bentuk variasi setidaknya ada enam macam bentuk yaitu BALIRA yang berbentuk ekor burung yang dipakai oleh orang kebanyakn atau umum, KADANJONGa yang berbentuk kaki rusa model gagang ini biasa dipakai oelh pembesar atau bangsawan, Ndalendani model gagang yang biasa dipakai para pembesar dan bangsawan, PEWO O GAGARANGGO model yang menyurupai kepala buaya yang melambangkan pemakan orang yang hanya dipakai oleh seorang Raja, PETONDU yang bentuknya seperti ekor udang yang melambangkan seorang perwira Tadulako/ajudan

Dalam kehidupan sosial pada mulanya sebagai senjata yang dipakai tadulako atau pemimpin perang untuk perlengkapan perang karena perkembangan maka fungsi Guma sebagai kelengkapan upacara adat tradisional baik yang bersifat sacral maupun sekedar upacara kesenian dan penghormatan. Hampir semua upacara tradisional selalu menyertakan guma sebagai kelengkapan vital dan mutlak dalam sebuah upacara dan mengalami perubahan nama menjadi tinggora

Beberapa upacara adat serta fungsi guma di dalam upacara antara lain:

Upacara Nolama atau selamat perut fungsi guma sebagai kelengkapan, pembayaran, dend, penagkal untuk menyembuhkan dari gangguanroh halus nenek moyang.

Upacara NEBOLAE atau meminangfungsi guma sebagai pelengkap mbesa atau kain adat yang dijadikan mahar bagi pengantin wanita pakaian meminang bangsawan.

Upacara NOBOTI atau upacara perkawinan fungsi guma merupakan salah satu bahan persembahan dari pengantin pria kepada pengantin wanita.

Upacara menjemput tamu atau TOPEAJU fungsi guma diayun-ayunkan beserta tombk dan kaliavo atau perisai lalu berteriak atau maju apabila tamu sudah memasuki lokasi tempat upacara dilaksanakan.

Upacara BALIA fungsi guma sebagai alat potong kambing pada waktu mororo yang juga sebagai alat perang  melawan kejahatan.

Upacara MOBAU fungsi guma sebagi kelengkapan dari tuntutan adat melepas tanggung jawab seorang ayah terhadap anak kandungnya.

Uapacara KEMATIAN fungsi guma sebagai senjata bekal kubur mayat yang dimasukan serta saat penguburan sebagai pengantar pelengkap dialam lain.

*———–

Meskipun nampaknya sangat sederhana untuk masa sekarang, kemampuan membuat guma pada masa lalu merupakan suatu prestasi tehnik yang mencengangkan, karena di samping dibuat dengan berbagai upacara mistik, juga tidak terlepas dari pengetahuan dan pemahaman dasar tentang metalurgi, energy, kimia dan astronomi yang baik. Entah tehnologi pembuatn guma itu lahir dan dikembangkan di tanah Pamona khususnya Ondsae, ataukah berasal dari luar. Namun yang jelas To Ondae pernah di masa lampau memiliki pusat produksi guma yang terkenal di daerah Sulawesi Tengah, bahkan sampai di daerah Sulawesi Selatan. Secara umum, senjata guma dapat dibagi kedalam tiga bagian utama, yaitu wilayah atau mata, gagang dan sarung atau rangka. Penamaan bagian-bagian guma menurut orang Pamona Ondae sebagai prosesi memiliki beberapa peristilahan yang berbeda dengan penamaan orang Kaili Lembah Palu dan orang Kulawi sebagai konsumen. System penamaan bagi orang-orang Pamona sangat berorientasi pada fungsi senjata iini sebagai alat perang, sehingga tipe maupun bentuk-bentuk hias dan tanda-tanda lainnya, kesemuanya mempunyai makna yang berkaitan dengan kedudukan pemakainya dalam suatu pasukan perang. Orang Kaili dan Kulawi sebagai penerima atau pemakai senjata ini mempunyai orientasi penamaan kepada fungsi guma tersebut sebagai alat perang dan alat upacara yang bersifat sacral dan gaib, sehingga model bentuk-bentuk guma mempunyai kekhususan dipakai pada upacara tertentu. Oleh karena system produksi guma tidak terkordinir dalam satu kesatuan kerja, menimbulkan tidak adanya suatu ketentuan yang jelas mengenai kesesuaian bagian-bagian guma yang tetap antara satu bagian dengan bagian lainnya. Bagi orang Pamona symbol utama yang dijadikan patokan dalam menentukan patokan dalam menentukan kriteria atau golongan pemakai guma adalah yerletak pada bentuk ujung sarungnya yang biasa disebut Sopa.

 

Keterangan

Tahun :2019

Nomor Registrasi :201901058

Nama Karya Budaya :Guma Sulawesi Tengah

Provinsi :Sulawesi Tengah

Domain :Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional

Sumber: Website Warisan Budaya Takbenda



Sumber : DISINI

Sabtu, 31 Mei 2025

Kearifan Lokal - Pengertian, Fungsi dan Dimensi

 Kearifan Lokal - Pengertian, Fungsi dan Dimensi

Oleh: Muchlisin Riadi

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan seperti norma, gagasan, nilai-nilai, dan pandangan yang ada di lingkungan masyarakat yang diwariskan turun temurun serta tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal merupakan suatu pandangan hidup yang dituangkan dengan aktivitas masyarakat dalam bentuk nilai, aturan, norma masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan bertujuan mengikuti perubahan-perubahan yang ada.

 

Kearifan Lokal - Pengertian, Fungsi dan Dimensi

Kearifan lokal merupakan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Kearifan lokal juga diartikan sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang hidup dan berkembang dalam satu komunitas masyarakat hukum adat dan dijalankan oleh anggota masyarakat. Kearifan lokal dipandang sangat bernilai dan mempunyai manfaat dalam kehidupan masyarakat karena adanya kebutuhan untuk menghayati dan mempertahankan hidup sesuai dengan situasi, kondisi, kemampuan, dan tata nilai yang dihayati di dalam masyarakat yang bersangkutan.

Kearifan lokal juga diartikan sebagai adat, budaya, serta kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat pada daerah tertentu. Suatu kearifan lokal merupakan kebudayaan yang turun temurun dari suatu generasi ke generasi dan selalu berkembang dan menyesuaikan perkembangan zaman. Kearifan lokal adalah informasi nyata yang muncul dari bentangan signifikan pembangunan bersama dengan lingkungan dan iklim dalam kerangka kerja terdekat yang telah mampu bersama. Kearifan lokal bukan hanya pedoman perilaku seseorang tetapi di sisi lain dilengkapi untuk mendinamisasi kehidupan individu yang sarat dengan rasa saling menghormati.

 

Pengertian Kearifan Lokal

Berikut definisi dan pengertian kearifan lokal dari beberapa sumber buku dan referensi:

- Menurut Sartini (2013), kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.

- Menurut Hidayati (2016), kearifan lokal adalah susunan sosial budaya seperti norma, aturan yang ada di lingkungan masyarakat yang di wariskan turun temurun untuk memenuhi kebutuhan hidup.

-Menurut Antosa (2014), kearifan lokal adalah gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

- Menurut Affandy (2017), kearifan lokal adalah suatu identitas yang telah menjadi ciri khas atau kepribadian bangsa agar mampu memanfaatkan budaya dari luar sebagai memperkaya pengetahuan dan mengasah keterampilan.

- Menurut Alfian (2013), kearifan lokal adalah praktik dan kecenderungan yang telah terbiasa dilakukan oleh kumpulan individu dari satu zaman ke zaman lain hingga saat ini masih dipertahankan oleh masyarakat menjadi hukum standar di wilayah tertentu.


Fungsi Kearifan Lokal

Kearifan lokal merujuk pada pengetahuan, nilai, norma, tradisi, dan praktik-praktik yang telah diwariskan dari generasi ke generasi di suatu komunitas atau masyarakat tertentu. Ini mencakup segala aspek kehidupan, mulai dari agrikultur, lingkungan, seni, hingga tata kelola sosial. Kearifan lokal memiliki beberapa fungsi, antara lain yaitu sebagai berikut:

Pemeliharaan Lingkungan Hidup. Pengetahuan lokal tentang ekosistem dan alam sekitar memungkinkan masyarakat untuk menjaga keseimbangan ekologi, memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, dan mencegah kerusakan lingkungan.

Ketahanan Pangan. Pengetahuan lokal dalam agrikultur, seperti pola tanam yang sesuai dengan musim atau penggunaan varietas tanaman unggul lokal, dapat membantu masyarakat menghasilkan pangan secara efisien dan berkelanjutan.

Kesehatan Tradisional. Penggunaan ramuan tradisional dan praktik medis lokal dapat menjadi alternatif dalam perawatan kesehatan, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh layanan medis modern.

Pendidikan Budaya. Kearifan lokal menjadi sarana penting untuk mengajarkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda, menjaga keutuhan identitas budaya, dan memperkuat rasa memiliki terhadap warisan nenek moyang.

Penguatan Komunitas. Praktik-praktik tradisional sering kali melibatkan kolaborasi dan partisipasi aktif dari anggota masyarakat. Ini membantu membangun solidaritas dan hubungan yang erat antar anggota komunitas.

Pembentukan Identitas. Kearifan lokal memainkan peran kunci dalam membentuk identitas masyarakat, melestarikan cerita rakyat, tarian, musik, dan seni yang khas bagi kelompok tersebut.

Pengaturan Sosial. Norma-norma dan etika sosial yang terkandung dalam kearifan lokal dapat berfungsi sebagai panduan perilaku dan tata tertib dalam masyarakat.


Dimensi dan Bentuk Kearifan Lokal

Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan–kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama, keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Menurut Syariffudin (2021), dimensi dan bentuk kearifan lokal adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan Lokal

Setiap masyarakat memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya karena masyarakat memiliki pengetahuan lokal dalam menguasai alam. Seperti halnya pengetahuan masyarakat mengenai perubahan iklim dan sejumlah gejala-gejala alam lainnya.

b. Nilai Lokal

Setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal mengenai perbuatan atau tingkah laku yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh anggotanya tetapi nilai-nilai tersebut akan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan masyarakatnya. Nilai-nilai perbuatan atau tingkah laku yang ada di suatu kelompok belum tentu disepakati atau diterima dalam kelompok masyarakat yang lain, terdapat keunikan.

c. Keterampilan Lokal

Setiap masyarakat memiliki kemampuan untuk bertahan hidup (survival) untuk memenuhi kebutuhan kekeluargaan masing-masing atau disebut dengan ekonomi substansi. Hal ini merupakan cara mempertahankan kehidupan manusia yang bergantung dengan alam mulai dari cara berburu, meramu, bercocok tanam, hingga industri rumah tangga.

d. Sumber Daya Lokal

Setiap masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan mengeksploitasi secara besar-besar atau dikomersialkan. Masyarakat dituntut untuk menyimbangkan keseimbangan alam agar tidak berdampak bahaya baginya.

e. Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal

Setiap masyarakat pada dasarnya memiliki pemerintahan lokal sendiri atau disebut pemerintahan kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah warganya untuk bertindak sesuai dengan aturan yang telah disepakati sejak lama. Kemudian jika seseorang melanggar aturan tersebut, maka dia akan diberi sangsi tertentu dengan melalui kepala suku sebagai pengambil keputusan.

f. Solidaritas Kelompok Lokal

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan pekerjaannya, karena manusia tidak bisa hidup sendirian. Seperti halnya manusia bergotong-royong dalam menjaga lingkungan sekitarnya.

 

Daftar Pustaka

Sartini. 2013. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafat. Makalah, UGM.

Hidayati, D. 2016. Memudarnya Nilai Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Air. Jurnal Kependudukan Indonesia.

Affandy, Sulpi. 2017. Penanaman Nilai Nilai Kearifan Lokal Dalam Meningkatkan Perilaku Keberagaman. Bandung: Atthulab.

Alfian, Magdalia. 2013. Potensi Kearifan Lokal dalam Pembentukan Jati Diri dan Karakter Bangsa. Yogyakarta.

Syariffudin. 2021. Buku Ajar Kearifan Lokal Daerah Sumatera Selatan. Palembang: Bening Media Publishing.

Sumber : DISINI




۞ PETA LOKASI Rumahku ۞
۞ MEDIA - SOSIAL ۞