TUGU NOSARARA NOSABATUTU

Berlibur Bersama Ibunya Anak-anak

BERSAMA CUCU

Bersama Cucu, Alzaidan Syahid ... berlibur.

BERSAMA IBU DAN ANAK

Berlibur bersama Anak dan Ibunya Anak-anak.

BERDUA

Entah Apa Yang Direnungkan Waktu itu ...

NENEK dan CUCU

Alzaidan Syahid bersama Mamatuanya.

IBU, ANAK dan KEMENAKAN

Fitri dan Mamanya, bersama Azizah .

BERSAMA CUCU, ANAK dan KEMENAKAN

Alzaidan Syahid bersama Fitri dan Azizah.

IBU dan ANAK serta KEMENAKAN

Fitri Fajarwati dan Mamanya bersama Azizah.

NENEK dan CUCU

Alzaidan Syahid bersama Mamatuanya.

NENEK dan CUCU

Alzaidan Syahid bersama Mamatuanya.

Tampilkan postingan dengan label Suara Hati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Suara Hati. Tampilkan semua postingan

Minggu, 22 Juni 2025

Telah Nampak Kerusakan di Darat dan Laut

 


"Telah Nampak Kerusakan di Darat dan Laut"

Oleh : SADRI Datupamusu

Di zaman ini, kita menyaksikan betapa bumi yang dahulu subur kini mulai merintih. Hutan ditebang tanpa kendali, sungai tercemar oleh limbah, udara sesak oleh asap kendaraan dan pabrik. Gempa, banjir, kekeringan, dan berbagai bencana seakan datang silih berganti. Ini bukan semata gejala alam biasa. Ini adalah tanda peringatan dari Allah.

Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum: 41)

Ayat ini menegaskan bahwa kerusakan yang terjadi bukan tanpa sebab. Ia adalah akibat dari ulah manusia sendiri, keserakahan, kezaliman terhadap alam, dan kelalaian dalam menjaga amanah bumi.

Allah menciptakan alam semesta ini sebagai tanda-tanda kekuasaan-Nya, dan manusia ditugaskan sebagai khalifah, pemimpin dan penjaga. Bukan sebagai perusak. Maka ketika manusia tidak menunaikan tugas tersebut, kehancuran pun terjadi.

Kini saatnya kita merenung dan bertobat. Menyadari bahwa bumi ini bukan milik kita semata, tetapi titipan untuk generasi yang akan datang. Marilah kita rawat alam dengan bijak, karena mencintai alam adalah bagian dari keimanan. Sebagaimana Nabi Muhammad ο·Ί bersabda:

"Sesungguhnya dunia ini hijau dan indah, dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu sebagai khalifah di dalamnya. Maka perhatikanlah bagaimana kamu berbuat terhadapnya." (HR. Muslim)

Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang sadar, bertaubat, dan kembali kepada jalan-Nya dengan menjaga bumi, menjaga kehidupan, dan menebar kebaikan di muka bumi ini.



Hidup Hanyalah Sandiwara

"Hidup Hanyalah Sandiwara"


Oleh : SADRI Datupamusu

Hidup ini panggung. Kita semua memegang naskah, entah sebagai pemeran utama atau hanya bayang-bayang di pinggir cerita orang lain. Kadang, tanpa sadar, kita memainkan peran yang bukan milik kita, demi tepuk tangan yang tak pernah sungguh-sungguh.

Bicara terus-menerus, tentang apa saja, tentang siapa saja, sering kali mengaburkan batas antara yang nyata dan yang karangan. Lidah pun mulai memelintir kebenaran. Bohong bukan lagi niat, tapi kebiasaan yang muncul dari mulut yang tak tahu kapan berhenti.

Saat pikiran tak diberi jeda, ia berubah jadi labirin. Mencari makna di setiap kejadian, menebak maksud setiap isyarat, menaruh beban di pundak sendiri. Yang lahir dari sanad bukan pencerahan, tapi gelap yang perlahan menggerogoti ketenangan.

Kepercayaan seharusnya suci. Tapi di dunia yang penuh kepentingan, ia mudah dijadikan alat. Tangan yang kita genggam erat bisa jadi tangan yang nanti melepaskan kita di tengah keramaian. Dikhianati bukan karena salah memberi, tapi karena yang menerima tak pernah benar-benar peduli.

Peduli itu baik. Tapi bila terus memberi tanpa menjaga batas, kita bukan lagi manusia, hanya alat bagi orang lain untuk mencapai tujuannya. Daya kita habis, tapi tak seorang pun bertanya, “Apa kamu baik-baik saja?”

Dan saat kita terbiasa mengikuti arus, tanpa pernah bertanya ke mana tujuan, kita bukan sedang hidup, kita sedang hanyut. Di titik tertentu, kita tak lagi tahu siapa diri kita, hanya menjadi salinan buram dari keinginan banyak orang.

Maka jangan bermain terlalu dalam dalam sandiwara ini. Ingatlah, penonton bersorak hanya saat kamu menghibur. Tapi ketika tirai ditutup, kamu sendirian, di panggung sepi, memunguti sisa-sisa peran yang tak pernah kamu pilih.


Dunia dalam Cengkeraman Algoritma Fitnah dan Bayang-Bayang Anak Dajjal.

 


Dunia dalam Cengkeraman Algoritma Fitnah dan Bayang-Bayang Anak Dajjal.

Oleh : SADRI Datupamusu

Dunia hari ini bukan lagi dunia yang dahulu. Ia tak lagi diatur oleh suara hati nurani atau keadilan yang sejati. Ia kini tunduk pada satu kuasa tak kasat mata "algoritma fitnah" halus seperti bisikan, namun mematikan seperti racun yang merayap perlahan di pembuluh nadi peradaban.

Fitnah hari ini bukan lagi teriakan, tapi disusupkan lewat citra dan kata, dibungkus dengan estetika, lalu disebar dengan satu klik. Kebenaran tak lagi penting. Yang utama adalah narasi yang viral. Yang lebih keras berbicara, itulah yang dipercaya. Di sinilah panggung itu dibuka "Dajjal belum datang, tapi anak-anaknya sudah berlarian di antara kita".

Siapakah mereka?

Mereka bukan bertanduk atau bermata satu. Mereka tampil manis, penuh senyum, membalut kebusukan dengan kehalusan kata-kata. Mereka ahli memutar balik fakta, pandai membuat yang salah tampak benar, dan yang benar dituduh keji. Mereka "play victim" berpura-pura jadi korban, agar dapat menancapkan belati di punggung yang lengah.

Mereka adalah tukang fitnah zaman kini. Mereka duduk di balik layar, memegang kendali atas opini publik. Mereka menciptakan tokoh jahat dan pahlawan palsu, hanya berdasarkan apa yang menguntungkan narasi mereka. Mereka tidak butuh senjata, hanya cukup dengan unggahan, tagar, dan framing.

Fitnah yang mereka bawa bukan sekadar kesalahan informasi. Itu adalah alat perang. Senjata untuk menghancurkan reputasi, memecah belah umat, meruntuhkan kepercayaan satu sama lain. Ini bukan sekadar konflik antarindividu, tapi bagian dari rancangan besar "fitnah besar" panggung besar Dajjal.

Sebelum Dajjal menampakkan dirinya di dunia nyata, fitnahnya telah membajak jiwa-jiwa yang lemah iman. Anak-anak Dajjal telah menanam benih, menumbuhkan kebohongan yang dirawat oleh algoritma, dan disiram dengan komentar kebencian.

Maka, siapa yang mampu bertahan?

Hanya mereka yang menjaga hati dengan zikir dan akal dengan ilmu. Yang tidak mudah terombang-ambing oleh gelombang hoaks. Yang tetap berdiri meski diterjang badai tuduhan. Karena di akhir zaman ini, menjaga kebenaran bagaikan menggenggam bara api panas, menyakitkan, namun satu-satunya jalan untuk tidak ikut terbakar dalam neraka fitnah.

Dunia kini bukan hanya medan ujian, ia adalah ladang pertempuran spiritual. Dan mereka yang menyadari, akan terus berjaga bukan dari senjata, tapi dari bisikan algoritma dan anak-anak Dajjal yang bermain peran di panggung kepalsuan.

۞ PETA LOKASI Rumahku ۞
۞ MEDIA - SOSIAL ۞