"Hidup Hanyalah Sandiwara"
Oleh : SADRI Datupamusu
Hidup ini panggung. Kita semua
memegang naskah, entah sebagai pemeran utama atau hanya bayang-bayang di
pinggir cerita orang lain. Kadang, tanpa sadar, kita memainkan peran yang bukan
milik kita, demi tepuk tangan yang tak pernah sungguh-sungguh.
Bicara terus-menerus, tentang apa
saja, tentang siapa saja, sering kali mengaburkan batas antara yang nyata dan
yang karangan. Lidah pun mulai memelintir kebenaran. Bohong bukan lagi niat,
tapi kebiasaan yang muncul dari mulut yang tak tahu kapan berhenti.
Saat pikiran tak diberi jeda, ia
berubah jadi labirin. Mencari makna di setiap kejadian, menebak maksud setiap
isyarat, menaruh beban di pundak sendiri. Yang lahir dari sanad bukan
pencerahan, tapi gelap yang perlahan menggerogoti ketenangan.
Kepercayaan seharusnya suci. Tapi
di dunia yang penuh kepentingan, ia mudah dijadikan alat. Tangan yang kita
genggam erat bisa jadi tangan yang nanti melepaskan kita di tengah keramaian.
Dikhianati bukan karena salah memberi, tapi karena yang menerima tak pernah
benar-benar peduli.
Peduli itu baik. Tapi bila terus
memberi tanpa menjaga batas, kita bukan lagi manusia, hanya alat bagi orang
lain untuk mencapai tujuannya. Daya kita habis, tapi tak seorang pun bertanya,
“Apa kamu baik-baik saja?”
Dan saat kita terbiasa mengikuti
arus, tanpa pernah bertanya ke mana tujuan, kita bukan sedang hidup, kita
sedang hanyut. Di titik tertentu, kita tak lagi tahu siapa diri kita, hanya
menjadi salinan buram dari keinginan banyak orang.
Maka jangan bermain terlalu dalam
dalam sandiwara ini. Ingatlah, penonton bersorak hanya saat kamu menghibur.
Tapi ketika tirai ditutup, kamu sendirian, di panggung sepi, memunguti
sisa-sisa peran yang tak pernah kamu pilih.
0 comment:
Posting Komentar