Istilah Toalean, Toalian, atau
Toala’, berasal dari bahasa Bugis “Tau Alek” yang berarti orang hutan. Penduduk
lokal ini dianggap sebagai manusia yang menghuni gua-gua di hutan belantara
bagian pedalaman Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Hal tersebut sekaligus
membuat penyebutan Toalean begitu tak asing di telinga tatkala Sarasin
bersaudara melakukan pengembaraan ilmiah pada tahun 1902.
Keberlangsungan Manusia Toalean
Kemudian istilah tersebut
kemudian diabadikan oleh Van Heekern dalam bukunya yang berjudul Stone Age of
Indonesia, tahun 1972. Heekern menuangkan hasil penelitian Callenfels pada
tahun 1937 di Situs Batu Ejayya dan Panganreang Tudea. Dari hasil penelitian.
Salah satu temuan yang dijumpai adalah alat batu. Akan tetapi, nyatanya temuan
yang didapatkan belum begitu kuat, dan tidak memiliki kronologi pertanggalan
yang jelas.
Tak lama berselang, penelitian
yang begitu masif berhasil memperoleh periode keberlangsungan hidup dari budaya
Toalean, yaitu sekitar 8.000 hingga 3.500 tahun yang lalu. Hasil pengukuran
tersebut diperoleh dari penggalian yang dilakukan di Situs Ulu Leang 1 dan
Leang Burung 1. Selain itu, tentunya masih banyak lagi situs-situs lainnya yang
menjadi lokasi sekaligus area yang pernah ditempati oleh orang-orang Toalean.
Di antaranya mencakup wilayah dataran rendah (Kabupaten Maros, Pangkep, dan
Bantaeng), serta dataran tinggi (Kabupaten Bone).
Yinika L. Perston seorang
Arkeolog asal Australia bersama timnya pada tahun 2021, menerbitkan sebuah
tulisan tentang beberapa tipe teknologi alat batu yang menjadi ciri dari salah
satu penduduk pribumi yang pernah menghuni Pulau Sulawesi (Toalean). Dalam
tulisan tersebut, salah satu yang dibahas ialah tipe Maros Point. Menurutnya,
terdapat beberapa bentuk alat yang serupa dengan Maros Point di Sulawesi
selatan, diantaranya Mallinrung Point, Lompoa Point, dan Pangkep Point. Namun
perbedaannya terletak pada gerigi dan bentuk lekukan pada bagian pangkal.
Siapa Budaya Toalean ?
“Budaya Toalean merupakan sebuah
pengistilahan yang merujuk pada sebuah temuan alat batu yang sering didapatkan
saat penggalian situs-situs prasejarah di Sulawesi Selatan. Akan tetapi,
pengistilahan ini juga sering digunakan dalam menggambarkan kelompok manusia
yang hidup pada periode holosen tengah, sekitar 8.000 tahun yang lalu” Ujar
Perston (2021). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Hasanuddin dkk (2020) yang
berusaha melihat interaksi antara Budaya Toalean dan Budaya Austronesia di
Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros. Hasanuddin dkk (2020) menyebutkan bahwa,
acuan dalam melihat ciri atau penanda dari Budaya Toalean adalah mikrolit
geometris, bilah, dan lancipan Maros (Maros Point). Berdasarkan hal tersebut.
Maros Point disebut memiliki kaitan yang erat dengan penduduk lokal “Toalean”.
Sumber : DISINI
0 comment:
Posting Komentar