Clickinfo.co.id, JAKARTA -
Bertepatan dengan momen sarat nuansa merah putih, Peringatan HUT ke-78
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 Tahun 2023, yang jatuh pada
Kamis (17/8/2023) lalu.
Di Jakarta, pengurus Majelis Adat
Kerajaan Nusantara (MAKN), organisasi perkumpulan raja/sultan dari Kerajaan
Nusantara yang bersifat independen dan kekeluargaan, menaja konsolidasi
terbatas membahas isu aktual terkait perkembangan organisasi.
Dalam sejarahnya, MAKN didirikan
oleh 36 Deklarator Kerajaan pada Agustus 2019, dicetuskan pada pertemuan di
Puri Agung Denpasar Bali, pun telah didaftarkan dan disahkan melalui Keputusan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor AHU-00002.AH.02.03.Tahun 2019.
Empat tahun sudah usianya.
MAKN didirikan bertujuan untuk
menjaga, melestarikan, mengembangkan, melindungi adat istiadat, tradisi, seni,
budaya warisan para leluhur Kerajaan. Serta, membangun kerja sama antara
Kerajaan-Kerajaan Nusantara, dengan pemerintah pusat-daerah, lembaga swasta,
dan BUMN.
Kepengurusan MAKN terdiri dari
lima unsur: Dewan Kerajaan selaku pemegang kekuasaan tertinggi, Dewan Pimpinan
Pusat (DPP) selaku fasilitator dibantu Dewan Pakar dan Anggota, serta Badan
Advokasi Konsultasi Hukum (BAKUM) MAKN untuk memfasilitasi bantuan hukum untuk
keluarga besar.
Lambang Penuh Makna
Seperti tampak dalam foto, per
lambang, lambang MAKN memiliki filosofi kendaraan untuk menjunjung tinggi adat
kerajaan dalam kebersamaan dan kesetaraan Nusantara di dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Makna khusus ketujuh unsur di
dalamnya, masing-masing, yakni Bintang Segi Lima menandakan seluruh kerajaan di
Nusantara senantiasa ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sayap Burung Garuda, bermakna
kendaraan untuk menjelajahi, menggiatkan silaturahmi dan menyatukan Nusantara,
dan dikendarai utusan Dewata membawa kedamaian dan kebijaksanaan menguatkan
adat dan Kerajaan Nusantara, dengan membawa payung penanda mengayomi seluruh
alam semesta.
"Mahkota Nusantara, bermakna
pemimpin atau Raja/Sultan," makna lambang ke-3.
Berikut, Gong di dalamnya
terdapat lukisan kepulauan Nusantara Indonesia bermakna simbol adat istiadat
dari tradisi budaya leluhur. Padi dan Kapas, kemakmuran dan keseimbangan cukup
sandang papan.
Lalu, Keris Nusantara
melambangkan ikrar persatuan yang terikat dalam kesetaraan dan kebersamaan 8
kawasan Nusantara.
Dan, Pita bertuliskan Majelis
Adat Kerajaan Nusantara bermakna pesan kedudukan setara dalam kebersamaan,
bermusyawarah mufakat, bergotong-royong melestarikan dan mengembangkan adat
Kerajaan Nusantara.
Untuk bisa masuk dalam
keanggotaan, tak bisa sembarang main comot. Para Kerajaan wajib memenuhi
persyaratan spesifik untuk disahkan jadi Anggota MAKN.
Untuk Dewan Kerajaan, minimal
miliki lima syarat.
Pertama, Raja/Sultan yang bertahta sudah ditabalkan/dinobatkan oleh
Lembaga Adat Kerajaan/Kesultanan yang sah secara adat, diketahui masyarakat
adatnya.
Kedua, masih memiliki Istana/Keraton yang mempunyai nilai
kesejarahan turun temurun.
Ketiga, memiliki silsilah turun-temurun jelas dan valid sebagai
Raja/Sultan.
Keempat, mempunyai Lambang, Bendera, Pusaka, dan Cagar Budaya serta
situs sejarahnya.
Kelima, memiliki Masyarakat Adat Kerajaan.
Sedang untuk dapat menjadi
Anggota MAKN, harus memiliki minimal dua syarat. Yakni, memiliki silsilah
turun-temurun yang disahkan oleh Kerajaan/Kesultanan asalnya, kemudian memiliki
rekomendasi kekerabatan yang sah dari Kerajaan/Kesultanan-nya.
Proses agar bisa sandang status
Anggota MAKN, Calon Anggota ajukan permohonan dilengkapi dokumen persyaratan,
pengurus MAKN memverifikasi dokumen dan kunjung lapang ke Kerajaan/Kesultanan
pemohon.
Lalu, Sekretaris Jenderal
(Sekjen) dan Ketua Harian DPP MAKN memberikan rekomendasi ke Dewan Kerajaan
Deklarator. Setelah itu, Dewan Kerajaan Deklarator lah, pemutus permohonan itu
diterima atau ditolak. Lalu, Pengurus menginformasikan keputusan Dewan Kerajaan
Deklarator ke Pemohon.
Terdapat tiga nama inti saat ini
yang acap terpublikasi ulah jalankan tugas organisasi. Yakni Ketua Dewan
Kerajaan MAKN, Paduka Yang Mulia (PYM) Raja Denpasar IX, Ida Tjokorda Ngurah
Jambe Pemecutan, S.H.
Lalu, duet Ketua Harian DPP MAKN,
Yang Mulia (YM) Dr. KPH Edy S. Wirabhumi, S.H., M.M, suami Gusti Kanjeng Ratu
(GKR) Dr. Koes Moertiyah Wandansari Paku Buwono, M.Pd. (Gusti Moeng) dari
Keraton Surakarta. Dan Sekjen DPP MAKN, YM Dra. Hj. Raden Ayu Yani Wage
Sulistyowati S Kuswodidjoyo karib Bunda Yani, dari Kesultanan Sumenep.
Ketiganya, menahkodai
kepemimpinan harian MAKN dengan total pengurus saat ini yang berjumlah sebanyak
41 orang.
Dewan Kerajaan MAKN
Dari total 57 Dewan Kerajaan
MAKN, berikut 53 di antaranya. Data empat warga barunya urung didapat. Data ini
adalah bauran data 36 Deklarator Kerajaan (kodifikasi Deklarator DK spasi
sekian), dan lainnya (DK spasi sekian).
Kesatu, Puri Agung Denpasar Bali.
Sebutan lainnya Puri Agung Satria, peninggalan raja-raja Bali khususnya Bali
selatan, dirian Raja Denpasar ke-1 Kyai Agung Made Ngurah atau I Gusti Ngurah
Made Pemecutan tahun 1788 seusai pemindahan pusat pemerintahan Kerajaan Badung
dari Puri Jambe Ksatria, pernah lama diduduki oleh Belanda usai menang Perang
Puputan Badung tahun 1906.
Puri Agung Denpasar Bali dibawah
pimpinan Raja Denpasar IX, PYM Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan, S.H., Deklarator
DK 01.
Kedua, Kerajaan Adat Paksi Pak
Sekala Brak Kepaksian Pernong Lampung. Berdiri abad ke-13, terdiri dari empat
kepaksian bercorak Islam: Buay Belunguh, Buay Bejalan Diway, Paksian Nyerupa
Buay Nyerupa Sukau, dan Kepaksian Pernong.
Wilayah kekuasaannya berada di
kanan perbatasan Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, diapit pegunungan Bukit
Barisan, dan tiga gunung: Gunung Pesagi, Gunung Tanggamus, dan Gunung Seminung.
Gedung Dalom, istana pusat
pemerintahan tradisional keratonnya ada di barat Jl Lintas Barat Sumatera
(Jalinbar), Pekon (Desa) Balak, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat.
Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala
Brak Kepaksian Pernong Lampung kini dipimpin PYM Sultan Sekala Brak Yang
Dipertuan XXIII Saibatin Puniakan Dalom Beliau (SPDB) Brigjen Polisi Purn Drs.
Pangeran Edward Syah Pernong, S.H., M.H, Deklarator DK 02.
Ketiga, Keraton Sumedang Larang.
Nama mula Kerajaan Tembong Agung, didirikan sebagai Kerajaan Sumedang Larang
pada tahun 721 Masehi oleh raja pertama Prabu Tajimalela alias Batara Tungtang
Buana, yang tak lain merupakan pewaris tahta Tembong Agung dirian ayahnya,
Prabu Guru Aji Putih.
Baru berdaulat abad ke-16, kini
bangunan keratonnya ada di Jl Prabu Geusan Ulun Nomor 40 Sumedang sisi Gedung
Negara, kantor Pemkab Sumedang Jawa Barat. Kini, Keraton Sumedang Larang
dipimpin PYM R. Lukman Soemadisoeria, Deklarator DK 03.
Keempat, Puro Pakualaman
Yogyakarta pimpinan Paju Alam X, PYM Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya,
Deklarator DK 04.
Unik, area kekuasaannya dulu
meliputi yang kini masuk wilayah Kabupaten Kulonprogo sedangkan istana
Kadipaten Paku Alaman dirian Sri Paku Alam I di Jl Masjid Nomor 46,
Gunungketur, Pakualaman, Yogya.
Kelima, Kesultanan Sumenep
pimpinan PYM RP. Muchtar Atmokusumo, M.AK, Deklarator DK 05. Bangunan
keratonnya baik sebagai kediaman resmi adipati/raja berkuasa dan pusat
pemerintahan, yang masih tersisa utuh kini yakni yang dibangun Gusti Raden Ayu
(GRAy) Tirtonegoro R. Rasmana dan Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro (Bindara
Saod) beserta keturunannya, yakni Panembahan Somala Asirudin Pakunataningrat
dan Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I (Raden Ario Notonegoro), di antara
para bangunan lainnya, tepatnya di Jl dr. Soetomo, Kota Sumenep, Pulau Madura,
Jawa Timur.
Tahu muasal kata Sumenep? Konon
Sumenep yang sebelumnya dikenal sebagai Madura Wetan alias Madura Timur,
menurut ahli bahasa diduga berasal dari gabungan kata Bahasa Kawi
"Sungeneb" dari kata sung berarti relung, lembah, cekungan dan eneb
berarti bekas endapan yang tenang.
Keraton bernama lain Karaton
Pajagalan yang lebih dikenal Karaton Sumenep ini, dibangun tahun 1781 di atas
tanah pribadi Panembahan Somala penguasa Sumenep XXXI oleh arsitek keturunan
Tionghoa yang mengungsi akibat Huru Hara Tionghoa tahun 1740 Masehi di
Semarang, Lauw Piango.
Jika ingin melihat pintu
tersenyum, sekalian melihat pertunjukan Tari Gambuh dan Tari Moang Sangkal
serta kostum khas penutup kepala pria Odeng Rek-kerek ciptaan Sultan
Abdurrahman Pakunataningrat (bermakna patriotik: 'rek-kerek' berarti anak
anjing (patek) dalam bahasa Madura, yang dimaksudkan tak lain untuk merendahkan
martabat Pemerintah Kolonial Belanda kala itu), yuk ke Sumenep.
Ada Labhang Mesem, satu gerbang
menuju kompleks Karaton di timur Gedhong Negeri. Labhang Mesem, berarti pintu
tersenyum.
Keenam, Kerajaan Kupang, Nusa
Tenggara Timur (NTT) pimpinan PYM Leopold Nicholas Nisnoni, B.BA., Deklarator
DK 06.
Dari reportase Timex Kupang,
jejaring media Fajar.co.id edisi 23 Januari 2022, diketahui bahwa sejarah
mencatat setidaknya 28 raja pernah memimpin, berkuasa pada eranya di Kota
Kupang. Tak dinyana, pernah ada raja perempuan juga.
Dimulai, sejak kehadiran orang
Helong dari Pulau Serang hingga berdiam jadi penduduk pemula di kampung yang
dinamai Bunibaun (kini sekitar Kelurahan LLBK dan Kaisalun, sekitar Kelurahan
Fatufeto dan Nunhila). Markas Yonif 743 TNI-AD kini, atau Benteng di Fatufeto
jadi sonaf pertama Lahi (raja) Lai Bissi. Lalu ekspansi ke beberapa tempat di
Kupang termasuk Pulau Semau.
Salmun Bissilisin, salah satu
keturunan Raja Kupang mencatatkan literatur nama raja-raja yang pernah
memerintah di Kupang, kota berjuluk Kota Kasih ini.
Perinci, dimulai dari Raja Koen
Lai Bissi (Koen, sebutan untuk saudara laki-laki tertua) yang memerintah tahun
1678-1698.
Kedua hingga ke-28: Manas Bissi
I, Susang Bissi, Bisi Bisi, Manas Bissi II, Poto Bissi (raja perempuan), Karel
Buni (menikah dengan saudara perempuan Poto Bissi), Manas Bissi III (saudara
dari Poto Bissi), Tepa Bissi, Lasi Tepa (1760-1770), Manas Tepa (1770-1785),
Manas Klomang (1785-1790), Kolan Tepa (1790-1795), dan Neon Manas (1795-1801).
Lalu, Bani Neon (Hila Neon) kurun
1801-1815, Manas Bissi IV (1815-1826), Tepa Manas (1826-1846), Susang Manas
(1846-1854), Lasi Lasi (1854-1858), Manas Daen (1858-1872), Manas Klomang
(1872-1881), Leo Manas (1882-1885), Daen Manas (1885-1908), Susang Palo
(1908-1911), Manas Susang (1911-1917), Daud Hanok Tanof (1918), Nicholas Isu
Nisnoni (1918-1945), dan Alfonsus Nisnoni (1945-1955).
Seorang guru, Blasius Mengkaka,
dalam kolomnya di Kompasiana edisi 27 April 2016, menuliskan insight berbeda
sekitar sejarah penaklukan Majapahit atas Timor.
Salah satu kenyataan yang patut
diakui tulis dia, yakni bahwa nama Kerajaan Majapahit tidak disinggung dalam
tuturan lisan para makoan Timor, khususnya para Makoan Belu Selatan dalam
tuturan adat kisah asal-usul kerajaan Timor.
Dengan tiadanya tuturan lisan
menyebut Majapahit pun Sriwijaya itu, menimbulkan beberapa tafsiran. Tafsiran
paling pertama: penaklukan Majapahit atas Timor mula-mula ya di Kupang.
Diyakini wilayah Belu kala itu masih cukup terisolir sehingga armada pimpinan
Mahapatih Gajah Mada tidak sempat sampai ke situ. Kupang saat itu sudah
merupakan salah satu dari empat kerajaan besar di daratan Timor. Banyak
peneliti, meyakini kebesaran Kupang masa lalu, ini.
Per literatur, antropolog/penulis
asal Belanda, J. Francis dalam bukunya Timor in 1831 mewarta, sebelum Eropa
hadir khususnya Belanda, Kupang kerajaan besar di Timor.
Popularitas Kupang saat itu lebih
menonjol bahkan melebihi para kerajaan kecil antara lain Amabi, Amanatun,
Amanuban, Amarasi, Ambenu, Amfuang, Fialaran, Funai, Mobara, Nenometan, Pitaip,
Sobai Kecil, Sonbait, Tabenu, Takaib, dan Wewiku-Wehali.
Warta Francis, masa Majapahit,
Kupang sudah merupakan kerajaan besar yang berkuasa secara nyata. Klaim Francis
sejalan dengan sumber Empu Prapanca dalam Kitab Negarakertagama (1365) yang
menyebut Pupuh XIV dan Pupuh XV bahwa daerah-daerah di Timur yang dikuasai
Majapahit, salah satunya Timor.
Klaim Prapanca ini tak pernah
didukung sumber/tradisi lisan makoan Timor yang menyatakan Timor dikuasai oleh
Majapahit.
"Bisa saja Timor yang
Negarakertagama maksudkan adalah Kupang. Mengingat saat itu letak Kupang lebih
menonjol, dan mudah didarati oleh armada Majapahit tinimbang wilayah lain di
pedalaman Timor."
Diyakini, mula penaklukan Timor
sendiri berawal dari penaklukan atas Kerajaan Kupang abad 12. Hal terjadi
melalui dugaan terkuat, nama Timor berasal dari kata nama Gunung Timauw, 11 mil
timur laut Kupang.
Selain itu, ditemukan nama Timor
sendiri berasal dari kata Bahasa Melayu 'Timur', dari pedagang Melayu dalam
perdagangan antarpulau. Meneliti jejak nama asal Timor banyak yang ragukan
hubungan dengan kerajaan Wewiku-Wehali. Salah satu istana Kerajaan Kupang
rupanya terletak di sekitar benteng Concordia pada 14 Juni 1613.
Dalam benteng inilah, pertama
kali budaya literer dikembangkan dengan baik melalui penataan administrasi
kolonial, aktivitas sekolah dan ibadah gereja penghuni dan warga sekitar. I
Ketut Ardhana (2005) dalam bukunya Penataan Nusa Tenggara Pada Masa Kolonial
1915-1950 menulis, Pulau Timor era lampau dibagi empat bagian, yakni Kupang,
Luka (Likusaen) yang menguasai semua wilayah Timor-Timur, Wewiku-Wehali yang
menguasai wilayah Beluneser, dan Sonbay yang menguasai wilayah Atoni minus
Kupang.
Empat ini, Kupang termasyhur.
Kebesarannya disebut-sebut hampir melampaui tiga lainnya.
Nah, bahwa Timor yang dimaksud
ekspedisi Majapahit saat itu: Kupang, yang meletak di area pantai dengan
aktivitas pemerintahan yang mencolok, "masih bisa dibenarkan. Penaklukan
Kupang oleh Majapahit dianggap penaklukan Timor," tulis sang guru.
Para penakluk, belakangan kecele.
Tahunya pas kolonialis Eropa masuk dan bercokol. Pun saat diketahui sekian lama
kemudian, bahwa hasil bumi cendana dibawa keluar lewat pintu-pintu pelabuhan
Atapupu, Wini, dan Kupang. Satu bukti, Kupang magnitudo-nya besar.
Ketujuh, Kesultanan Gunung Tabur
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, pimpinan PYM Sultan Adji Bachrul Hadie,
S.H., M.BA., Deklarator DK 07.
Kedelapan, Kerajaan Gowa
(sebagian ada menyebutnya Kerajaan Makassar), wilayah inti di Kabupaten Gowa
dan Takalar, serta Kota Makassar Sulawesi Selatan, pimpinan Raja Gowa XXXVIII
PYM Andi Kemala Idjo Karaeng Lembang Rarang, Deklarator DK 08.
Kesembilan, Kesultanan Jailolo,
Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara pimpinan PYM Achmadsyah, Deklarator DK
09.
Ke-10, Kesultanan Deli, Sumatera Utara, pimpinan PYM Tuanku Mahmud Aria
Lamanjiji Perkasa Alam Shah, Deklarator DK 10.
Ke-11, Kerajaan Jambu Lipo, kini
Kecamatan Lubuk Tarok, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, pimpinan PYM Tuanku
Raja Godang Firman Bagindo Tan Ameh, Deklarator DK 11.
Ke-12, Kerajaan Purba Simalungun
Sumatera Utara pimpinan Raja Simalungun XV PYM Tuan Aminsyah Purba Pakpak,
Deklarator DK 12.
Ke-13, Kesultanan Pelalawan, Riau
pimpinan YM Sultan Assyaidis Syarif Kamaruddin Haroen, Deklarator DK 13.
Ke-14, Kesultanan Dompu, Nusa
Tenggara Barat pimpinan Alm PYM H. Kaharul Zaman, S.H., M.H, diwariskan kepada
Putra Raja Dompu, YM Diwantara Aruzziqi Pratama, S.IP., Deklarator DK 14.
Ke-15, Kesultanan Inderapura,
Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, pimpinan Sultan Indera Rahimsyah
Daulat Sultan Muhammad Syah Youdhi Prayogo, S.E., M.E.I, DK 15.
Ke-16, Puro Mangkunegaran Jawa
Tengah, pimpinan PYM KGPA A Mangkunegaran IX, DK 16.
Ke-17, Kesultanan Surakarta
Hadiningrat Solo Jawa Tengah pimpinan PYM Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII, DK 17.
Ke-18, Lembaga Dewan Adat (LDA)
Keraton Surakarta, yakni kumpulan kerabat Keraton Surakarta yang terdiri dari
adik dan anak keturunan raja, diketuai oleh adik PB XIII Hangabehi, yakni YM
GRA Dr. Koes Moertiyah (GKR Wandansari) yang juga Sekjen Forum Komunikasi dan
Informasi Keraton Nusantara (FKIKN), Deklarator DK 18.
Penyelia, FKIKN juga merupakan
perkumpulan raja/sultan/pelingsir adat sejenis paguyuban tanpa struktur
pengurusan, dikoordinir Sekjen kedudukan di Keraton Surakarta. Anggotanya
keraton/kesultanan/kedatuan/pelingsir adat setotal 47 lembaga tapi dengan kelengkapan
minimal lima hal: situs bangunan, masyarakat adat, struktur otoritas pengelola,
upacara adat, dan pusat/wilayah adat.
Ke-19, Kesultanan Ngayogjakarta,
pimpinan PYM Sri Sultan Hamengku Buwono (SSHB) X, DK 19.
Ke-20, Keraton Kanoman Cirebon
Jawa Barat pimpinan Sultan Anom XII PYM Pangeran Raja Muhammad Emirudin,
Deklarator DK 20.
Ke-21, Keraton Kaprabonan Cirebon
dirian Pangeran Raja Adipati Kapronan 1682, kini Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota
Cirebon, Jawa Barat pimpinan Raja Kaprabon, PYM Dr. Ir. Pangeran Hempi, M.P,
Deklarator DK 21.
Ke-22, Kesultanan Banten
Panembahan Surosowan (literatur Babad Banten: Keraton Surosowan dibangun
pertama kali pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin 1552-1570 dan dinamai
Surasowan/Surosowan, nama pemberian Sultan Hasanuddin atas petunjuk ayahnya,
Sunan Gunung Jati), kini pimpinan Almafakhir PYM H. Tubagus A Abbas Wasee,
S.H., Deklarator DK 22.
Ke-23, Kesultanan Bulungan
Kalimantan Utara, pimpinan Datu Abdul Hamid PYM Pemangku Sultan, Deklarator DK
23.
Ke-24, Kerajaan Kutai Kartanegara
Ing Martadipura pimpinan Sultan Kartanegara Ing Martadipura, PYM Drs. H.
Muhammad Arifin, M.Si., DK 24.
Ke-25, Kesultanan Sambaliung
Kalimantan Timur pimpinan Raja Muda Perkasa, PYM Datu Amir Bin Sultan Muhammad
Aminudin, Deklarator DK 25.
Ke-26, Kesultanan Kutawaringin
Kalimantan Tengah pimpinan PYM Ratu Alidin Sukma Alamsyah, Deklarator DK 26.
Ke-27, Kerajaan Matan
Tanjungpura, Kalimantan Barat, pimpinan PYM Gusti Kamboja, DK 27.
Ke-28, Kerajaan Leinitu Maluku
pimpinan PYM Decky Tanasale, Deklarator DK 28.
Ke-29, Kerajaan Sekar Fak-Fak
Papua Barat pimpinan PYM Arief Rumagesan, DK 29.
Ke-30, Keraton Kacirebonan Jawa
Barat pimpinan Sultan Kacirebonan IX PYM Pangeran Raja Abdul Gani Natadiningrat
Dekarangga, Deklarator DK 30.
Ke-31, Kesultanan Aceh Darussalam
pimpinan PYM Tuanku Raja Nasruan Adi, DK 31.
Ke-32, Kerajaan Sanggau
Kalimantan Barat, pimpinan PYM Drs. GPYM Gusti Arman, M.Si, DK 32. Ke-33,
Kerajaan Simpang Kalimantan Barat, pimpinan PYM Gusti Muhammad Hukma, S.E.
(Pangeran Suryaningrat) gelar Sultan Muhammad Jamaluddin III, DK 33.
Ke-34, Kesultanan Sekadau
Kalimantan Barat, pimpinan PYM Gusti Muhammad Effendi, DK 34.
Ke-35, Kesultanan Sambas,
pimpinan YM Pangeran Ratu Muhammad Tarhan, DK 35.
Ke-36, Kerajaan Amarasi NTT pimpinan
PYM Yesaya Robert Maurits Koroh, Deklarator DK 36.
Ke-37, Kerajaan Nusak Termanu
Rote NTT pimpinan PYM Vicoas TB Amalo S, DK 37.
Ke-38, Puri Agung Tabanan Bali,
pimpinan PYM Ida Tjokorda Anglurah Tabanan, DK 38.
Ke-39, Puri Agung Karangasem Bali
pimpinan PYM Prof. Dr. A.A. Gede Putra Agung, S.U, Deklarator DK 39.
Ke-40, Kerajaan Mekongga Sulawesi
Tenggara, pimpinan PYM Drs. H. Khaerun Dahlan, M.M., Deklarator DK 40.
Ke-41, Kesultanan Buton Sulawesi
Tenggara, pimpinan PYM Dr. La Ode Muhammad Izzat Mana’arfa, M.Si, Deklarator DK
41.
Ke-42, Kerajaan Bone Sulawesi
Selatan, pimpinan Raja Bone XXXIV PYM Andi Baso Hamid Pabenteng, Deklarator DK
42.
Ke-43, Kedatuan Luwu Sulawesi
Selatan, pimpinan PYM Datu Andi Iwan Bau Jema, Deklarator DK 43.
Ke-44, Kerajaan Puang Balusu
Torut Sulawesi Selatan pimpinan PYM Susana Seli Matandung Puang Balusu III,
Deklarator DK 44.
Ke-45, Kerajaan Banggai Sulawesi
Selatan pimpinan PYM Irwan Zaman, S.E., Deklarator DK 45.
Ke-46, Kerajaan Wanse Wakatobi
Sulawesi Tenggara pimpinan Raja Wanse PYM H La Ode Harjat Hamzah, Deklarator DK
46.
Ke-47, Kerajaan Kabaena Sulawesi
Tenggara pimpinan Raja Kabaena XXX PYM Apua Mokole Kasman Lanota, S.Sos, Deklarator
DK 47.
Ke-48, Kerajaan Poleang Moronene Sulawesi Tenggara pimpinan Raja Poleang
Moronene XXXIV PYM Apua Mokole Nippon Muhammad Ali, Deklarator DK 48.
Ke-49, Kesultanan Tidore, Kota
Tidore, Maluku Utara, pimpinan PYM Sultan Husain Syah, DK 49.
Ke-50, Kesultanan Ternate, Kota
Ternate, Maluku Utara, pimpinan YM Pangeran Mohammad Gazali Mudaffar Sjah, DK
50.
Ke-51, Kesultanan Bacan Halmahera
Selatan, Maluku Utara, pimpinan PYM Al-Hajj Abdurrahim Muhammad Gary Ridwan
Sjah, M.BA, DK 51.
Ke-52, Kesultanan Paku Negara
Sanggau, Kalimantan Barat, pimpinan PYM Dicky A. Padmadipoera SE MM, DK 52.
Ke-53, Kerajaan Addatuang
Sidendreng pimpinan Raja Addituang XXV PYM Ir. H. A. Faisal Sapada, S.E., M.M,
DK 53.
Demikian, Sidang Pembaca. Selain
kepada Wikipedia Indonesia, redaksi mengkhaturkan terima kasih kepada Ratu Anom
by Puspa Dewi, dari Puri Agung Denpasar Bali, yang telah merangkum basis data
ini yang penting guna diketahui, disebarluaskan terutama kepada generasi muda
penerus bangsa.
Agar kita dan mereka tetap teguh
muasal, dan selain beradab, juga tetap beradat-istiadat lestarikan warisan
leluhur bangsa kita.
Terlebih di Agustus ini, bulan
kemerdekaan, bulan kita didengungkan tema raya HUT ke-78 Kemerdekaan Indonesia
nan magis, Terus Melaju untuk Indonesia Maju.
Dirgahayu Republik Indonesia.
Merdeka! (Muzzamil)
Sumber : KLIK INFO