Kita semua tahu bahwa ayat
pertama yang turun adalah surat al-‘Alaq ayat 1-5. Namun, urutan surat dalam Al-Quran
tidak dimulai dari surat tersebut, lalu bagaimana sebenarnya penyusunan
Al-Quran hingga seperti saat ini?
Ada banyak pendapat yang
mengemukakan tentang metode penyusunan Al-Quran. Berikut ini adalah salah satu
di antaranya.
Penyusunan al-Quran Sejak
Masa Nabi Muhammad
Sebagian ulama meyakini bahwa
metode penyusunan Al-Quran sebenarnya sudah dimulai sejak masa Nabi Muhammad
masih hidup. Selain mengajarkan bacaan dan pemahamannya, Rasulullah juga
mengajarkan bagaimana letak ayat Al-Quran tersebut nantinya di dalam Al-Quran.
Hanya saja, pada saat itu, Al-Quran masih belum dibukukan menjadi kitab seperti
sekarang ini.
Salah satu alasan mengapa
Al-Quran tidak langsung dibukukan adalah karena wahyu masih belum selesai turun
selama Nabi Muhammad masih hidup. Sedangkan, jika penulisan Al-Quran langsung
dilakukan, maka kitab Al-Quran akan terus mengalami perubahan karena adanya
ayat atau wahyu baru yang datang. Karena itu, proses pembukuan ayat – ayat
dalam Al-Quran tidak dilakukan.
Akan tetapi, ada beberapa sahabat
yang memang ditugaskan secara khusus untuk mencatat setiap ayat atau wahyu yang
turun. Yaitu Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, dan
Ubay bin Ka’ab. Mereka menuliskan ayat al-Quran di berbagai media yang bisa
digunakan saat itu. Mulai dari pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar,
kulit atau daun kayu, pelana, hingga potongan tulang binatang.
Ayat Al-Quran Mulai
Dibukukan
Setelah Nabi Muhammad wafat,
tepatnya saat pemerintahan Abu Bakar, para sahabat mengumpulkan lembaran mushaf
tersebut. Kebutuhan untuk menuliskan ayat Al-Quran baru dimulai setelah Perang
Yamamah terjadi. Perang tersebut membuat banyak sahabat penghafal Quran syahid.
Sehingga, sebagian sahabat khawatir ayat Al-Quran akan menghilang.
Salah satu sahabat yang merasa
khawatir adalah Umar bin Khattab. Dia mengadukan hal tersebut kepada Abu Bakar
dan mengusulkan untuk menyusun Al-Quran menjadi sebuah kitab. Sayangnya, Abu
Bakar menolak karena menganggap Rasulullah tidak melaksanakan atau mengamanahkan
hal tersebut.
Namun, setelah beberapa waktu,
akhirnya Abu Bakar menyetujui hal tersebut. Dia lalu mengundang Zaid bin Tsabit
dan menunjuknya sebagai ketua pelaksana. Zaid yang awalnya menolak seperti Abu
Bakar pun akhirnya menyetujui ide tersebut.
Mengumpulkan Al-Quran tentu saja
bukan tugas yang ringan. Karena itu, Zaid dibantu oleh banyak sahabat untuk
menyelesaikannya. Mereka berupaya mengumpulkan lembaran Al-Quran yang tersebar
di berbagai tempat dan media. Lembaran yang sudah terkumpul itu diserahkan
kepada Abu Bakar hingga wafat.
Selanjutnya, tugas tersebut
dilanjutkan kembali oleh Umar bin Khattab sebagai khalifah setelah Abu Bakar.
Setelah Umar meninggal, lembaran Al-Quran yang sudah terkumpul tersebut dijaga
oleh istri Rasulullah, Hafshah binti Umar bin Khathtab.
Sejarah Rasm Usmani
Pada masa pemerintahan Utsman,
seorang sahabat yang bernama Hudzaifah datang kepada Utsman dan menyampaikan
kondisi umat Islam saat itu. Dimana banyak umat Islam yang saling berselisih
paham mengenai Al-Quran.
Menanggapi masalah tersebut,
Utsman memutuskan untuk meminta Hafshah membawakan lembaran Al-Quran yang ada
padanya. Selanjutnya, Utsman memberikan lembaran tersebut kepada Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Ibnu Abbas, dan Abdullah bin
Haris untuk menyalin al-Quran tersebut menjadi satu kitab.
Hasil dari salinan tersebutlah
yang dikenal sebagai Al-Quran dengan kaidah Rasm Usmani atau Al-Quran yang
ditulis dengan gaya penulisan Khalifah Utsman bin Affan. Al-Quran dengan kaidah
Rasm Usmani masih terus dipakai sampai saat ini di berbagai belahan dunia.
0 komentar:
Posting Komentar