Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu menggelar Libu Potangara
Nuada (sidang peradilan adat) dan menjatuhkan sanksi atau givu kepada Fuad
Plered buntut penghinaan pendiri Alkhairaat Sis Al-Jufri atau Guru Tua
berlangsung di rumah adat Banua Oge Palu, Kamis.
Dalam sidang itu, Fuad Plered dikenakan sanksi adat dengan membayar denda
adat lima ekor kerbau sebagai pengganti leher, lima lembar kain kafan, lima
dulang tempat kepala, lima bilah kelewang/parang adat, lima mangkok adat, lima
buah piring bermotif daun kelor serta 99 riyal untuk sedekah bagi pedagang kaki
lima.
"Berdasarkan Libu potangara nuada (sidang adat) sebagaimana diuraikan
pengadu, tentang norma-norma adat yang dilakukan oleh Fuad Plered maka dewan
majelis mengabulkan permohonan untuk seluruhnya," kata Arena J Parampasi,
Ketua Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu dalam persidangan. Ia
mengemukakan peradilan dan sanksi adat sesuai dengan ketentuan yang berada di
tanah Kaili (Palu). Sidang adat ini digelar sebagai respons atas dugaan ujaran
kebencian, penghinaan, dan fitnah terhadap ulama besar sekaligus pendiri
Alkhairaat Guru Tua yang dilakukan melalui unggahan video di kanal YouTube Fuad
Plered pada 22 Maret 2025.
Komisariat Wilayah Alkhairaat Sulawesi Tengah kemudian melakukan pengaduan
ke Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu. Fuad Plered diduga telah
melontarkan kata-kata bernada penghinaan serta menuding Guru Tua menerima tanah
dari kolonial Belanda dan mencurigai kurikulum Alkhairaat. Sebelumnya juga
Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid mengecam penghinaan terhadap Guru Tua
sebagai ulama panutan, khususnya di kawasan Indonesia Timur.
Menurut dia, hal ini juga menjadi pelajaran sangat penting bagi semua
kalangan untuk menjaga tutur kata dari ujaran kebencian. "Mereka tidak
tahu sebetulnya siapa Guru Tua. Jangan mengeluarkan pernyataan yang hanya
menghina dan menghujat. Mudah-mudahan dia (Fuad Plered) sadar dan diberikan
hikmah," kata Anwar.
;;;
Suasana sakral menyelimuti Rumah Adat Souraja di Kelurahan Lere, Palu
Barat, Kamis (10/4/2025), saat Dewan Majelis Wali Adat Kota Palu menggelar
sidang adat Libu Potangara Nu Ada. Agenda
utama sidang kali ini adalah menjatuhkan sanksi adat terhadap Fuad Plered atas
unggahannya yang dinilai menghina ulama besar Sulawesi Tengah, Habib Idrus bin
Salim Aljufri atau Guru Tua. Sidang adat berlangsung khidmat dan tertib,
diwarnai balutan busana adat khas Kaili yang dikenakan para majelis adat serta
tamu undangan. Di dalam ruangan berdekorasi kain warna-warni dengan motif etnik
khas, para pemangku adat duduk bersila membentuk lingkaran, di depan
dulang-dulang berisi simbol denda adat. Di antaranya terlihat tujuh piring
putih bermotif daun kelor, tujuh mangkuk adat (Tubu Puti), hingga air mineral
dan kue tradisional sebagai pelengkap prosesi.
Ketua Dewan Majelis Wali Adat Palu, Arena Jaya Rahmat Parampasi, memimpin
langsung jalannya sidang. Dalam amar keputusannya, majelis menyatakan bahwa
tindakan Fuad yang diunggah melalui akun media sosial @gusfuadplered pada 22
Maret 2025 telah mencederai nilai budaya serta warisan keilmuan Islam yang
diwariskan oleh Guru Tua. Majelis menetapkan Fuad sebagai Tosala atau pelanggar
adat. Fuad dijatuhi dua sanksi adat, yakni sanksi simbolik Givu Mbasa dan
sanksi sosial Nakaputu Tambolo (pemutusan hubungan sosial).
Untuk menebus pelanggaran itu, Fuad diwajibkan membayar denda adat berupa:
Lima ekor kerbau betina
Lima helai kain kafan putih
Lima dulang adat (tempat kepala)
Lima bilah kelewang/parang adat
Satu ekor kambing jantan
Tujuh buah mangkok adat (Tubu Puti)
Tujuh buah piring putih bermotif daun kelor
Uang sedekah adat sebesar 495 real atau lebih dari Rp2 juta
Denda tersebut merupakan simbol pemulihan martabat tokoh yang dihina,
sekaligus bentuk pertanggungjawaban atas pelanggaran norma adat. Permohonan
peradilan adat diajukan oleh Arifin Sunusi selaku Topangadu (pengadu), mewakili
Komisariat Alkhairaat Sulawesi Tengah. Seluruh tuntutan dikabulkan oleh majelis
adat. Kegiatan ini turut dihadiri para tokoh adat, tokoh agama, hingga pejabat
lingkup Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sulawesi Tengah.
;;;
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar (PB) Alkhairaat, Jamaluddin
Mariadjang menjelaskan, Dewan Majelis Wali Adat Kota Palu telah merespons
dugaan penghinaan Gus Fuad Plered terhadap Guru Tua atau Habib Idrus bin Salim
Aljufri. Menurut dia, para tokoh adat menjatuhkan sanksi adat kepada Gus Fuad
Plered dalam sidang adat Libu Potangara Nu Ada di Rumah Adat Souraja, Kelurahan
Lere, Palu Barat, Kamis (10/4/2025).
"Tadi ini itu ada ada sidang adat itu dari suku Kaili karena guru tua
itu benar-benar dekat sama suku Kaili. Kemudian Dewan Adat Kaili itu membuat
sebuah sidang dan mengadili kejahatan Fuad ini," ujar Jamaluddin, Kamis
(10/4/2025).
Dalam sidang tersebut diputuskan bahwa Gus Fuad Plered diwajibkan membayar
denda adat. Diantaranya, lima ekor kerbau betina, seekor kambing jantan, dan
uang sedekah adat sebanyak 495 riyal atau sekitar Rp 2,2 juta. Jamaluddin menjelaskan, jika Gus Fuad
membayar itu semua, maka hukumannya tidak akan meningkat ke hukuman yang lebih
berat.
Karena itu, dia meminta kepada pihak berwenang untuk mendesak Gus Fuad
datang ke Palu untuk meminta maaf dan di depan hukum adat dan membayar semua
sanksi yang telah ditetapkan. "Itu kan selesai. Tapi kalau dia tidak
indahkan itu, maka dia akan dikejar dengan hukum yang berat sampai dia
benar-benar tidak ada di dunia ini," kata Jamaluddin.
Karena itu, dia menyarankan kepada Gus Fuad untuk menjalin komunikasi yang
baik. Jika merasa bersalah, kata dia, Gus Fuad seharus proaktif untuk
menghadapi masalah ini. “Karena adat itu
sudah mengambil alih dia tidak perlu takut," jelas Jamaluddin.
Dia pun mempersilakan jika Gus Fuad Plered ingin hadir langsung ke acara
Haul ke-57 Guru Tua untuk meminta maaf langsung serta membayar sanksi adat yang
telah ditetapkan. "Sekarang ini tentu harus minta maaf kepada organisasi,
kepada turunan beliau, kemudian dia bayar denda adat itu," kata Jamaluddin.
"Saya kira terbuka (jika Gus Fuad mau hadir di acara Haul)," ujar
dia.
Melalui kanal YouTube pribadinya, Gus Fuad Plered sendiri telah meminta
maaf dan mengklarifikasi atas kontroversi ucapan monyet terkait usulan Guru Tua setelah
tokoh tersebut dicalonkan sebagai pahlawan nasional.
Permintaan maaf Gus Fuad datang
setelah PB Alkhairaat di Kota Palu mengintruksikan kepada seluruh
komisariat wilayah (komwil) dan komisariat daerah (komda), untuk melaporkan
yang bersangkutan ke kepolisian.
Gus Fuad Plered memilih meminta maaf atas kontroversi ucapan monyet terkait
usulan Guru Tua setelah tokoh tersebut dicalonkan sebagai pahlawan nasional.
Permintaan maaf Gus Fuad Plered datang
setelah Pengurus Besar (PB) Alkhairaat di Kota Palu, Sulawesi Tengah,
mengintruksikan kepada seluruh komisariat wilayah (komwil) dan komisariat
daerah (komda), untuk melaporkan yang bersangkutan ke kepolisian.
"Merespons para kiai-kiai pendukung kajian tesis batalnya nasab Balawi
dan pihak-pihak lain terkait yang memperkuat mempertanyakan pernyataan saya
tentang pengusulan pahlawan nasional Guru Tua, Idrus bin Salim Al Jufri, di
mana kiai-kiai mempertanyakan maksud pernyataan saya yang menyebut istilah
monyet itu, saya perlu klarifikasi," katanya melalui akun channel Youtube
Gus Fuad Channel dikutip, Jumat (28/3/2025).
Dalam klarifikasinya, Gus Fuad Plered menjelaskan maksud pernyataan
kontroversialnya ketika ia mengetahui Guru Tua yang sudah diusulkan sebagai
pahlawan nasional sejak tahun 2006, namun selalu ditunda karena tidak adanya
data dan dokumen tertulis perjuangan fisik. Hal itu juga berdasarkan hasil
penelitian Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) M Alfan Alfian, karena
status kewarganegaraan yang bersangkutan juga tidak memenuhi syarat.
"Kemudian saya juga membaca berita, Menteri Sosial Gus Ipul menyatakan
semangat pengangkatan pahlawan nasional kali ini adalah mikul dhuwur mendem
jero, semangat merangkul, saya curiga walaupun tidak memenuhi syarat, baik dari
sisi warga negara dan dokumen tertulis perjuangan fisik, akan tetapi akan
diangkat sebagai pahlawan nasional," ucap Gus Fuad Plered.
Jika sampai hal itu terjadi, Gus Fuad Plered menganggap, sangat berbahaya
sekali bagi kewibawaan pemerintah. Menurut dia, jika sampai Guru Tua diangkat
sebagai pahlawan nasional, walaupun tidak memenuhi syarat maka jelas tidak bisa
dibenarkan.
"Dan saya menganggap upaya itu sebagai sebagai upaya akal-akalan
seperti orang Yahudi di masa lalu yang diberitakan Alquran bahwa orang Yahudi
menyiasati larangan Tuhan agar mereka tidak memburu ikan di hari Sabtu, lalu
mereka menyiapkan perangkap di hari Sabtu dan memburunya di hari lainnya,
akhirnya Tuhan mengatakan, jadilah kalian semua monyet yang hina," kata
Gus Guad Plered.
Merujuk firman Allah tersebut, Gus Fuad Plered menegaskan, ucapan monyet
itu bukan diamanatkan untuk guru Tua, tapi ditujukan kepada sekelompok orang
yang berusaha menyiasati aturan. Padahal, kata dia, Guru Tua yang tidak
memenuhi syarat sebagai pahlawan nasional, namun bisa tetap diangkat sebagai
pahlawan nasonal karena dicarikan celah aturan.
0 komentar:
Posting Komentar