Dalam perjalanan spiritual Islam,
tarekat memainkan peran penting sebagai jalur untuk mencapai kedekatan dengan
Allah melalui latihan spiritual dan disiplin diri.
Konsep tarekat sering kali dikaitkan dengan praktik tasawuf, yang berfokus pada pembersihan hati dan penyucian jiwa.
Namun, banyak yang belum sepenuhnya memahami apa itu tarekat, bagaimana sejarah perkembangannya, dan berbagai aliran yang ada dalam tarekat.
Artikel ini akan membawa Anda untuk lebih mendalami pengertian tarekat, asal-usul sejarahnya, serta berbagai aliran tarekat yang muncul seiring dengan perkembangan zaman.
Pengertian Tarekat
Tarekat, dalam terminologi Islam,
berasal dari kata Arab “thariqah” yang berarti jalan, metode, atau cara. Secara
terminologis, tarekat merujuk pada jalan spiritual yang ditempuh individu untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui praktik tasawuf. Berbagai ulama telah
memberikan definisi mengenai tarekat, antara lain:
Aboebakar Atjeh: Tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, serta dilaksanakan oleh sahabat dan tabi’in secara turun-temurun hingga kepada para guru secara berantai.
Al-Taftazani: Tarekat diartikan
sebagai sekumpulan sufi yang berkumpul dengan seorang syaikh tertentu, tunduk
pada aturan-aturan terperinci dalam tindakan spiritual, hidup secara
berkelompok di ruang-ruang peribadatan, atau berkumpul dalam momen-momen
tertentu, serta membentuk majelis-majelis ilmu dan zikir secara terorganisir.
Harun Nasution: Tarekat adalah
jalan yang harus ditempuh seorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin
dengan Allah SWT.
Nurcholish Madjid: Tarekat adalah
jalan menuju Allah guna mendapatkan ridha-Nya dengan menaati ajaran-ajaran-Nya.
Al-Syaikh Muhammad Amin al-Kudry:
Tarekat diartikan sebagai: pertama, mengamalkan syariat dengan tekun dan
menjauhkan diri dari sikap yang mempermudah hal yang seharusnya tidak boleh
dipermudah; kedua, menjauhi larangan dan melaksanakan perintah Tuhan sesuai
dengan kesanggupan, baik yang nyata maupun batin.
Dari berbagai definisi tersebut,
dapat disimpulkan bahwa tarekat memiliki dua pengertian utama:
Tarekat sebagai pendidikan kerohanian: Proses yang dilakukan individu dalam menjalani kehidupan tasawuf untuk mencapai tingkat kerohanian tertentu.
Tarekat sebagai organisasi:
Perkumpulan yang didirikan berdasarkan aturan yang ditetapkan oleh seorang
syaikh yang menganut aliran tarekat tertentu.
Dalam praktiknya, tarekat
melibatkan ajaran tasawuf yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tasawuf adalah usaha spiritual untuk mencapai kedekatan dengan Allah, sementara
tarekat adalah metode atau jalan yang ditempuh dalam usaha tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa tarekat merupakan manifestasi praktis dari tasawuf yang
berkembang dengan variasi tertentu sesuai dengan bimbingan seorang guru kepada
muridnya.
Struktur Tarekat
Struktur dalam pelaksanaan
tarekat meliputi:
Mursyid: Guru atau pembimbing
spiritual yang memberikan petunjuk (irsyad) kepada murid.
Mu’allim: Guru yang memberikan
ilmu atau mengurus suatu pengajian.
Muaddib: Guru yang mengajarkan
adab atau moral.
Ustadz: Sebutan umum untuk
seorang guru.
Nussak: Individu yang
melaksanakan segala amal dan perintah agama.
Ubbad: Orang yang ahli dan ikhlas
dalam melaksanakan ibadah.
Imam: Pemimpin dalam ibadah dan
juga dalam suatu aliran keyakinan.
Sadah: Penghulu atau gelar
kehormatan yang diberikan kepada seorang guru.
Salik: Murid atau individu yang
menempuh jalan spiritual dalam tarekat.
Sebelum memulai perjalanan
spiritual (suluk), seorang salik biasanya melalui proses talqin, yaitu
pengajaran dan peringatan yang diberikan oleh mursyid, serta bai’ah, yaitu
perjanjian kesetiaan untuk mengamalkan ajaran yang diberikan oleh mursyid.
Penting bagi anggota tarekat untuk mengetahui silsilah atau hubungan guru-guru
mereka yang tersambung hingga Nabi Muhammad SAW.
Istilah-istilah dalam Tarekat
Tarekat juga memiliki
istilah-istilah khusus, antara lain:
Syariat: Peraturan atau amalan
lahiriah seperti shalat dan puasa.
Hakikat: Aspek batiniah yang
merupakan esensi dari syariat.
Ma’rifat: Pengetahuan atau
pengalaman spiritual dalam mengamalkan syariat dan hakikat.
Suluk: Usaha menempuh jalan
spiritual untuk mencapai tujuan tarekat.
Manazil: Tahapan yang dilalui
salik dalam suluk, termasuk:
Masyahid: Hal-hal yang terlihat
selama perjalanan spiritual.
Maqamat: Derajat yang diperoleh
melalui usaha sendiri.
Kasbiyah: Derajat yang diperoleh
semata-mata sebagai anugerah Allah, disebut juga “al-ahwal”.
Zawiyah: Tempat khusus untuk
mendidik calon sufi.
As-Sukr: Keadaan dalam ibadah di
mana seseorang tidak sadar akan dirinya sendiri.
Al-Fana: Lupa segala sesuatu
kecuali Allah saat beribadah.
Uslah: Praktik mengasingkan diri
dari keramaian untuk menjauhi maksiat.
Khalwat: Menyendiri di tempat
sunyi sebagai bagian dari suluk.
Kasyaf: Terbukanya dinding antara
hamba dengan Tuhan dalam tarekat.
Khirkah: Ijazah atau pengakuan
yang diberikan kepada murid setelah mencapai tahap tertentu dalam pengetahuan
spiritual.
Wali: Seseorang yang telah
mencapai tingkat kesucian tinggi setelah melalui suluk, dengan kelebihan
tertentu sebagai bukti kewaliannya.
Keramat: Keistimewaan yang
dimiliki oleh seorang wali.
Pembagian Tarekat
Tarekat dibagi menjadi dua jenis:
Tarekat dibagi menjadi dua
kategori utama: Tarekat Wajib dan Tarekat Sunah.
1. Tarekat Wajib
Tarekat Wajib mencakup
amalan-amalan yang diwajibkan bagi setiap Muslim, baik fardhu ‘ain maupun
fardhu kifayah. Amalan-amalan ini telah ditetapkan oleh Allah SWT melalui
Al-Qur’an dan Hadis, dan merupakan fondasi dasar dalam praktik keagamaan Islam.
Contoh utama dari Tarekat Wajib meliputi:
Shalat Lima Waktu: Kewajiban
melaksanakan shalat pada waktu-waktu yang telah ditentukan.
Puasa Ramadan: Menahan diri dari
makan, minum, dan perbuatan yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga
terbenam matahari selama bulan Ramadan.
Zakat: Mengeluarkan sebagian
harta untuk diberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan syariat.
Haji: Melaksanakan ibadah haji ke
Baitullah bagi yang mampu, setidaknya sekali seumur hidup.
Selain itu, Tarekat Wajib juga
mencakup kewajiban lain seperti menutup aurat, mengonsumsi makanan halal, dan
menjauhi perbuatan haram. Pelaksanaan Tarekat Wajib merupakan dasar yang harus
dipenuhi sebelum seseorang melangkah ke tingkat spiritual yang lebih tinggi.
2. Tarekat Sunah
Tarekat Sunah terdiri dari
amalan-amalan sunah dan mubah yang diarahkan sesuai dengan lima syarat ibadah
untuk membentuk pribadi yang bertakwa. Amalan-amalan ini disusun oleh seorang
guru mursyid dan diberikan kepada murid-murid serta pengikutnya untuk
diamalkan. Isi dari Tarekat Sunah tidak tetap dan dapat disesuaikan dengan
kondisi zaman serta keadaan murid atau pengikut. Contoh amalan dalam Tarekat
Sunah antara lain:
Shalat Sunah: Seperti shalat
tahajud, dhuha, dan rawatib.
Membaca Al-Qur’an: Tilawah rutin
di luar kewajiban harian.
Puasa Sunah: Seperti puasa
Senin-Kamis atau puasa Ayyamul Bidh.
Wirid dan Zikir: Mengingat Allah
melalui bacaan-bacaan tertentu.
Sedekah: Memberikan sebagian
harta di luar kewajiban zakat.
Penting untuk dicatat bahwa
sebelum mengamalkan Tarekat Sunah, seseorang harus terlebih dahulu konsisten
dalam melaksanakan Tarekat Wajib. Hal ini memastikan bahwa fondasi keimanan dan
praktik ibadah dasar telah kuat sebelum menambahkan amalan-amalan tambahan.
Peran Mursyid dalam Tarekat
Dalam tradisi tarekat (jalan
spiritual dalam Islam), mursyid memiliki peran yang sangat penting sebagai
pembimbing utama bagi para murid (salik) dalam perjalanan mereka menuju
kesucian dan kedekatan dengan Allah. Mursyid, yang sering dianggap sebagai
penerus ilmu spiritual Rasulullah, bertanggung jawab untuk membimbing salik
melalui tahapan-tahapan perjalanan rohani yang penuh tantangan, dengan tujuan
akhir mencapai ma’rifah (pengetahuan langsung tentang Allah). Berikut adalah
beberapa aspek peran mursyid dalam tarekat:
1. Sebagai Pembimbing Spiritual
Mursyid adalah seorang guru
spiritual yang memiliki kewenangan untuk membimbing salik dalam berbagai aspek
kehidupan rohani. Sebagai wali Allah yang telah mencapai maqam (tingkatan
spiritual) tinggi, mursyid dapat menunjukkan jalan yang benar dan memberikan
petunjuk yang tepat kepada muridnya. Mursyid berfungsi sebagai pemandu,
mengajarkan nilai-nilai spiritual dan memberikan bimbingan langsung dalam
menjalankan amalan-amalan tarekat seperti dzikir, kontemplasi, dan meditasi.
2. Pembersihan Diri (Tadzkiyah)
Salah satu peran utama mursyid
adalah membimbing salik dalam proses pembersihan jiwa (tadzkiyah al-nafs).
Proses ini melibatkan pembersihan hati dari sifat-sifat buruk seperti
kesombongan, iri hati, dan cinta dunia, yang menghalangi seseorang untuk
mencapai kedekatan dengan Allah. Mursyid mengajarkan teknik-teknik spiritual
untuk membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui amalan dzikir
dan latihan spiritual lainnya.
3. Menuntun dalam Menghadapi
Rintangan Spiritual
Jalan menuju Allah tidaklah
mudah, dan banyak rintangan serta godaan yang bisa menghalangi perjalanan
spiritual seseorang. Dalam hal ini, mursyid berfungsi sebagai pemandu jalan,
membantu salik menghindari bahaya dan kesalahan yang dapat menyesatkan mereka.
Seperti yang dikatakan oleh Jalaluddin Rumi, “Barangsiapa yang berjalan tanpa
pemandu, ia memerlukan dua ratus tahun untuk perjalanan dua hari.” Hal ini
menggambarkan betapa pentingnya keberadaan seorang mursyid dalam perjalanan
spiritual.
4. Membentuk Karakter dan
Kepribadian
Selain tugasnya dalam membimbing
secara spiritual, mursyid juga berperan dalam pembentukan karakter murid.
Mereka memberikan contoh teladan dalam hidup yang sederhana dan penuh ketakwaan,
serta mendidik murid-muridnya untuk mengatasi hawa nafsu dan meningkatkan
kualitas moral. Proses ini melibatkan pembelajaran tentang kesabaran,
ketulusan, dan keikhlasan dalam segala aspek kehidupan.
5. Menghubungkan Salik dengan
Allah
Melalui bimbingannya, mursyid
bertugas untuk menghubungkan salik dengan Allah, membantu mereka mencapai
tingkat ma’rifah (pengetahuan hakiki tentang Allah). Mursyid memiliki ilmu yang
lebih mendalam tentang hakikat spiritual, yang membuatnya mampu mengarahkan
salik untuk mengenal Allah dengan cara yang lebih dekat dan langsung.
6. Pentingnya Legitimasi dan
Sanad
Mursyid yang sah dan diakui
memiliki sanad (rantai pengajaran yang bersambung kepada Rasulullah SAW). Tanpa
sanad yang sah, ajaran yang diberikan oleh seorang mursyid bisa terputus, yang
berpotensi menyesatkan murid-muridnya. Oleh karena itu, sanad yang sah sangat
penting dalam tarekat untuk memastikan bahwa bimbingan yang diberikan
benar-benar sesuai dengan ajaran Islam yang autentik.
Sejarah dan Perkembangan Tarekat
Bani Umayyah
Perubahan sosio-ekonomi dan
politik dalam pemerintahan Bani Umayyah pada abad ke-3 dan ke-4 adalah titik
tolak pelancaran suatu aliran zuhud dan mengutamakan pembinaan ruhani dalam
islam oleh ulama-ulama setempat. Sebenarnya aliran itu, tidak berniat untuk
mengemukakan sesuatu yang baru atau di luar lingkungan agama islam. Mereka
sebenarnya miris dengan perpecahan umat yang terjadi ketika itu dan merindukan
suasana kehidupan yang murni seperti zaman Rasulullah SAW.
Bani Abbasiyah
Pada akhir era pemerintahan Bani
Umayyah, para zuhud tampil ke depan terutama di Basrah dan Kufah. Di sanalah
Hasan al-basri dikenal sebagai penggerak sufi yang terulung. Pada masa
pemerintahan Abbasiyah bangkitlah golongan-golongan sufi yang menggerakkan konsep-konsep
keruhanian. Pada zaman inilah sufi mulai berkembang dari berlaku zuhud ke
peringkat ma’rifat yang lebih dalam.
Ahli sejarah menetapkan Syeikh
Ma’ruf al-Karkhi sebagai ulama sufi yang mengenalkan aliran zuhud dan ma’rifat.
Konsep sufi ini diteruskan oleh Abu Sulaiman ad-Darani dan Dzunun al-Misri. Dan
menurut Kamil Musthafa Asy-syibi dalam tasisnya mengungkapkan tokoh pertama
yang memperkenalkan sistem tarekat adalah Syaih Abdul Qadir al-Zailani ( 561
M-1166 H ) di Bagdag dengan tarekat Qadiriyah, Sayyid Ahmad Ar-Rifa’i di Mesir
dengan tarekat Rifa’iyyah, dan Jalaluddin ar-Rumi (672 H-1273 M) di Parsi
dengan tarekat Maulawiyah.
Kemunculan Imam Al-Ghazali juga menguatkan dan
mendukung usaha pemikir-pemikir sufi. Beliau menerapkan ilmu tasawuf dalam
pemikiran dasar ilmu tafsir dan selanjutnya menguatkan pengalamannya dalam
tarekat.
Menurut ahli sejarah, tarekat
berkembang dari dua daerah yaitu, Khusaran ( Iran ) dan Mesopotamia ( Irak )
pada periode ini mulai timbul beberapa
diantara tarekat Yasafiyah yang didirikan oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani.
Berikut beberapa nama sufi lain
yang hidup dalam masa dinasti Abbasiyah :
Sufyan As-Sauri (97-161 H/716-778
M)
Abu Hasyim (w. 190 H)
Rabi’ah al-Adawiyah (w. 185 H/801
M)
Junaidi al-Baghdadi
Abu Yazid al-Bustami (w. 874 M)
Shabuddin Sahrawardi
Al-Qusyairi
Pergerakan tarekat beredar luas
pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah telah menarik pengikut yang mempunyai
latar belakang berbeda. Di masa Al-Ghazali, pada abad ke 6 dan 7 tarekat
mencapai ekspresi yang lebih sistematik sebagai alat penyampaian sufi dan
dengan ajaran sufistiknya yang berpegang pada kitab Allah dan sunnah
Rasulullah. Dua faktor yang berpengaruh dalam perkembangan tarekat adalah para
syeikh tarekat dan pengikutnya.
Aliran Tarekat
Dibawah ini,
beberapaaliran-aliran tarekat yang berkembang dalam agama islam :
Tarekat Qadiriyah
Qadiriyah didirikan oleh Abdul
Qadir Zailani [470 H /1077 M-561 H /1166 M] atau quthb al-awiya. Ciri khas dari
Tarekat Qadiriyah ini adalah sifatnya yang luwes,tidak sempit sehingga tuan
syaikh atau Syaikh Mursyid yang baru dapat menentukan langkahnya menuju
kehadirat Allah SWT guna mendapat keridlaan-Nya. Keluwesan dan kemandirian
inilah, yang menyebabkan tarekat ini cepat berkembang di sebagian besar dunia
Islam.Terutama di Turki, Yaman, Mesir, India, Suria, Afrika dan termasuk ke
Indonesia.
Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah didirikan
oleh Abu Al-Hasan asy-Syadzili [593 H /1196 M-656 H /1258 M].Syadziliyah
menyebar luas di sebagian besar Dunia Muslim.Seperti, Afrika Utara termasuk
Mesir.
Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat Naqsabandiyah didirikan
oleh Muhammad Bahauddin an-Naqsabandi al-Awisi al-Bukhari [w.1389M] di
Turkistan. Tarekat ini mempunyai dampak dan pengaruh sangat besar kepada
masyarakat muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama
kali berdiri di Asia Tengah, kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan
India. Ciri menonjol tarekat Naqsabandiyah adalah : Pertama, mengikuti syariat
secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap
musik dan tari, dan lebih menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, upaya yang
serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta
mendekati negara pada agama.
Tarekat Yasafiyah
Tarekat Yasafiyah didirikan oleh
Ahmad al-Yasafi [w. 562H/1169M] Tarekat ini menganut paham tasawuf Abu Yazid
Al-Bustami [w. 425 H/1034 M].Setelah wafatnya Ahmad al-Yasafi kepemimpinan
dilanjutkan oleh Abu Al-Farmadhi [w. 477 H/1084 M].Tarekat Yasafiyah berkembang
ke berbagai daerah, antara lain ke Turki.
Tarekat Khalwatiyah
Tarekat ini didirikan oleh Umar
al-Khalatawi [w. 1397 M] dan merupakan salah satu tarekat yang berkembang di
berbagai negeri, seperti Turki, Syiria, Mesir, Hijaz, dan Yaman.Di Mesir,
tarekat Khalwatiyah didirikan oleh Ibrahim Gulsheini [w. 940 H/1534 M] yang
kemudian terbagi kepada beberapa cabang, antara lain tarekat Sammaniyah yang
didirikan oleh Muhammad bin Abd al-Karim as-Samani [1718-1775].
Tarekat Syatariyah
Tarekat ini didirikan oleh
Abdullah bin Syattar [w. 1485 M] dari India.
Tarekat Rifa’iyah
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad
bin Ali ar-Rifa’i [1106-1182 M]. Tarekat
sufi Sunni ini memainkan peranan penting dalam pelembagaan sufisme. Dari segala
praktik kaum Rifa’iyah, dzikir mereka yang khas selalu dilakukan disertai
tabuhan gendang.
Tarekat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah
Tarekat ini merupakan gabungan
dari dua ajaran tarekat, yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah.Tarekat ini
didirikan oleh Ahmad Khatib Sambas yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada
pertengahan abad ke-19.Tarekat ini merupakan yang paling berpengaruh dan
tersebar secara meluas di Jawa saat ini.
Tarekat Sammaniyah
Tarekat ini didirikan oleh
Muhammad bin Abdal-Karim al-Madani asy-Syafi’i as- Samman [1130-1189 H
/1718-1775 M]. Hal menarik dari tarekat ini yang menjadi ciri khasnya adalah
corak wahdat al-wujud.
Tarekat Tijaniyah
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh
Syaikh Ahmad bin Muhammad at-Tijani [1150-1230 H/1737-1815 M]. Bentuk amalan
tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis,yaitu wirid wajibah dan wirid
ikhtiyariyah.
Tarekat Chistiyah
Chistiyah adalah salah satu
tarekat sufi utama di Asia Selatan. Tarekat ini meyebar ke seluruh kawasan yang
kini merupakan wilayah India, Pakista dan Banglades. Namun, tarekat ini hanya
terkenal di India. Pendiri tarekat ini di India adalah Khwajah Mu’ in Ad-Din
Hasan, yang lebih populer dengan panggilan Mu’ in Ad-Din Chisti.
Tarekat Mawlawiyah
Nama Mawlawiyah berasal dari kata
“mawlana” [guru kami],yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada Muhammad
Jalal Ad-Din Ar-Rumi [w. 1273 M].Oleh karena itu, Rumi adalah pendiri tarekat
ini, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup Rumi.Salah satu mursyid
sekaligus wakil yang terkenal secara internasional dari tarekat ini adalah
Syaikh al-Kabir Helminski yang bermarkas di California, Amerika Serikat. Tarekat
Mawlawiyah ini mempunyai ciri khas tarian yaitu tarian darwis, yang dilakukan
dalam keadaan tidak sadar agar dapat bersatu dengan Tuhan.
Tarekat Ni’matullahi
Tarekat Ni’matullahi adalah suatu
mazhab sufi Persia yang segera setelah berdirinya dan mulai berjaya pada abad
ke-8 sampai abad ke-14. Tarekat ini didirikan oleh Syaikh Ni’matullahi Wal.
Tarekat ini secara khusus menekankan pengabdian dalam pondok sufi itu sendiri.
Tarekat Sanusiyah
Tarekat ini didirikan oleh Sayyid
Muhammad bin Alias-Sanusi. Dalam tarekat ini, dzikir bisa dilakukan
bersama-sama atau sendirian. Tujuan dzikir itu lebih dimaksudkan untuk “melihat
nabi” ketimbang “melihat tuhan”, sehingga tidak dikenal “keadaan ekstatis” sebagaimana yang ada pada tarekat lain.
Sumber : DISINI
0 comment:
Posting Komentar