A. Asal Usul
Nenek Moyang Etnik Kaili Melalui
Tradisi Lisan (Motutura)
Mengenai
asal usul penghuni
pertama di Sulawesi Tengah berdasarkan
hasil penelusuran kajian deskriptif data etnografi dari tradisi lisan
(Motutura) melalui cerita mitos yang
berkembang mengenai asal
usul penghuni pertama
nenek moyang To Kaili
ada beberapa versi cerita berdasarkan kajian penelusuran secara
lisan. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan
dengan LP, yang merupakan salah satu tokoh adat di Kabupaten
Sigi menjelasakan dalam uraian
ucapan bahasa daerah yaitu
bahasa Kaili dialek
Ledo Sebagai berikut
di ceritakan melalui deskripsi sebagai berikut:
Pontoro totua
ngaulu hamai ri
kampu sanggana ngata
Tompu Bulili, dala ngatuvua manusia partama ri Tanah Kaili. Manusia partama
ri Tana Kaili
partama-tamana aga randua
(2) manusia natuvu
ridunia, totua mombine
ante totua langgai natuvu,
neumba dako ri
kayanga, ane panguli ngauluna Tomanuru
artina manusia neumba
dako ri langi. Katuvua manusia partama di dunia
Tanah kaili dako
ri tesa potutura to tua kami
ngaulu nanggulika kami,
niepu kami ri tesa potutura
ntotua kami bahwa
manusia partama ri Tana Kaili dako ri langi (kayanga)
niproses dako ri Tanah Sanggamu
(Tanah segengam), ni
artikan tope bête
rivolo nu avu, manusia randua panggane niuli manusia
Tomanuru (manusia kayangan) . Ane pangguli tutura dako nte totua kami sanganu
Tomanuru ane langgai niulu
Labuntasi (nama laki-laki penghuni pertama)
ane mombine sanggana
njilembu (nama perempuan penghuni
pertama) tesa potutura To kaili (Lakapa, 2018).
Terjemahan. Mengenai
cerita mitos secara
turun-temurun yang diwariskan melalui cerita lisan pada masyarakat
Etnik Kaili yang
ada di Kabupaten
Sigi, khususnya dari
Desa Loru menjelaskan bahwa
asal usul penghuni
pertama penduduk di Sulawesi Tengah berasal dari daerah pegunungan yang
disebut Desa Tompu Bulili yang terletak di kecamatan Sigi Biromaru. Manusia
pertama yang mendiami
lembah Tanah Kaili di Sulawesi Tengah konon kabarnya dari cerita orang tua pada zaman
lampau menuturkan bahwa
manusia pertama di Tanah Kaili adalah
manusia yang diutus
dari Langit atau yang biasa
dikenal pada masyarakat
di Kabupaten Sigi
disebut Tomanuru yang berasal
dari Tanah Sanggamu
(Tanah segengam) yang disebut
manusia yang berasal
dari bambu kuning atau
Topebete ribolo nuvatu.
Manusia yang berasal dari kayangan
tersebut adalah sepasang
suami istri yang
hidup mendiami Tanah Kaili
di Kabupaten Sigi, menurut
keterangan dari tradisi lisan
yang diwariskan dari
cerita-cerita yang dikatatan
Motutura bahwa labuntasi adalah nama
laki-laki dan Njilembuh adalah nama
perempuan, yang merupakan penghuni pertama
dari manusia pertama
di kabupaten Sigi propinsi Sulawesi Tengah. Cerita
lisan pada masyarakat yanga ada di Desa
Loru dan Pombewe yang terletak di
Kecamatan sigi Biromaru, Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah.
Nuansa mitos
melalui cerita tradisi
lisan (Motutura) tentang asal
usul nenek moyang
To Kaili yang
ada di kabupaten Sigi
Propinsi Sulawesi Tengah, berdasarkan
uraian pemaparan informan bahwa
manusia pertama mendiami wilayah-wilayah yang ada di
pegunungan karena pada zaman lampau
wilayah yang ada
di Sulawesi Tengah
merupakan hamparan lautan atau
disebut daerah lembah
Palu. Tradisi lisan budaya tutur
(Motutura) pada masyarakat Etnik Kaili yang ada
di Kabupaten Sigi
sangat meyakini bahwa
mitos-mitos yang berkaitan dengan asal usul nenek moyang To Kaili
berasal dari daerah pegunungan
yang mendiami lereng-lereng gunung di Desa yang namanya disebut Ngata Tompu dan Ngata
Raranggonau, sebuah Desa
tertua pada zama
lampau yang diyakini sebagai
cikal- bakal kehidupan
masyarakat Etnik To Kaili.
Tradisi Lisan pada
masyarakat To Kaili sangat
meyakini sebuah mitos bahwa asal usul
nenek moyang mereka
berasal dari keturunan yang
berasal dari langit
(Tomanuru) yang memiliki nilai-nilai
kesaktian dan sakral
dalam hal-hal yang berkaitan dengan nuansa mitos terhadap
asal usul masyarakat Etnik Kaili.
Kajian riset
Misnah (2009) dalam
tesisnyanya mendeskripsikan
bahwa cerita mengenai
asal usul nenek moyang
Etnik Kaili sangat
kental dengan nuansa
tradisi lisan yang sangat
identik dengan mitos-mitos
yang berkembang pada masyarakat
Etnik Kaili. Nenek
moyang To Kaili merupakan jelmaan
pemimpin yang memiliki
kekuatan-kekuatan
supranatural, kekuatan-kekuatan yang
luar biasa, yang dinobatkan
sebagai manusia pertama
yang mendiami wilayah Kupaten
Sigi Sulawesi Tengah. Masyarakat Etnik
Kaili meyakini melalui tradisi
lisan yang diucapkan
secara turun-temurun bahwa
Tomanuru merupakan manusia
dako ri langi, Tobarakah ( Tomanuru
merupakan manusian jelmaan
dari kayangan) yang disimbolkan dengan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan yang mendiami
lereng pegunungan-pegunungan yang
ada di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah(Misnah, 2009).
Kajian mengenai asal usul penghuni
pertama masyarakat yang ada di
Sulawesi Tengah juga di paparkan
dalam sebuah tulisan (Syamsuri, 2015) .Suku Kaili merupakan penduduk asli kota Palu
yang secara turun-temurun
mendiami wilayah Propinsi
Sulawesi Tengah, pada
zaman sebelum datangnya penjajahan Belanda,
Raja yang mendiami
masing-masing kekuasaan yaitu Banawa,
Palu, Tavaili, Parigi, Sigi
dan Kulavi memiliki hubungan
kekeluargaan dengan tujuan
untuk menghindari pertempuran dan
Pertikaian antar keluarga.
Kehidupan masyarakat
Etnik Kaili pada
zaman lampau mendiami daerah
pegunungan, hal ini disebabkan karena
pada zaman lampau kehidupan
yang ada di daratan masih
sebuah hamparan lautan yang
sangat luas yang
diarunggi oleh para pelaut-pelaut ulung.
Salah satu pelaut
ulung yang sangat dikenal oleh
masyarakat Etnik To
Kaili adalah pelaut
yang benama Sawerigading. Tokoh
legendaris Sawerigading melalui budaya tradisi tutur lisan pada
masyarakat di Sulawesi Tengah merupakan pelaut handal
yang mengarunggi wilaya
lautan Sulawesi yang dalam
cerita kisah sang
legenda memiliki nuansa mitos,
legenda yang mengambarkan
bagaimana kehidupan pada zaman
lampau masyarakat Etnik
Kaili telah menjalin hubungan
kekerabatan, kekeluargaan terhadap
para tamu atau pelaut
yang singah di
wilayah Sulawesi Tengah pada zaman lampau. Wilayah Kabupaten
Sigi Sulawesi Tengah melalui informasi lisan menjelaskan bahwa masyarakat To
Kaili pada zaman lampau
mendiami wilayah-wilayah pegunungan karena di
daerah dataran merupakan
kehidupan yang diarunggi oleh
pedagang, pelaut yang menjalin hubungan dan kerja
sama dengan para
Raja-Raja yang mendiami
wilayah Sulawesi Tengah. untuk mengambarkan bagaimana kehidupan
manusia atau masyarakat
Etnik To Kaili
pada zaman lampau bisa
kita saksikan pada
gambar bentuk lautan
yang ada di Lembah Sulawesi Tengah pada zaman lampau.
Gambaran kehidupan
masyarakat Etnik To
Kaili pada zama lampau
juga diuarikan oleh
Pernyataan TL, yang merupakan salah
satu tokoh adat
yang ada di
Desa Sidera bahwa:
Suku Kaili suku paling nadea
ri Tanah Kaili, tesa
nituturata eo hitu merupakan
tesa mpotutura asal
usul topo nturo
ri Lemba nu palu
sekarang. Tesa notua
kami ngaulu nibolika kami,. Totua
ngaulu ri Tanah
Kaili nonturo pura ri
buluna apa ngaulu isi nu ngata hi
tasi bayangi, naria katuvua
ntotua ngaulu tapi natuvu ri buluna.
Tesa ngaulu kututura kakomiu bahwa palu
ngatata tasi bayangi niuli Tasi
Kaili ri Lembah nu Palu. Asal usul kata Kaili dako ri
kayu Kaili, sipa nu kayu kaili ane
natuvu pada zaman ngaulu uve danaoge, tanah-tana
dana subur bayangi,
kayu Kaili sipa
nu kayu natuvu kayu paling nalangga, dako ri kayu-kayu natuvu si sinjorina. Kayu Kaili
natuvu nalangga, danea
sepi-sepi nu kayu
nombaliu kayu ntanina ( kayu
yang paling tinggi pohonya). Nuapa
manfaat kayu Kaili pada
zaman ngaulu? Ngaulu
katuvua ri ambena hamai Tasi vuri
bayangi, katuvua naria agari buluna,
kayu kaili najadi
tanda bagi tona berlayar
dako ri tasi buri , ane
tona morantau manggita
kayu nalangga, na
tuvu, itu tandana katuvua
naria ri sekitar
nu kayu, yaitu
kayu Kaili (Tagwir labuntina,
2017)
Terjemahan. Suku
Kaili yang mendiami
wilayah Kabupaten Donggala Sulawesi
Tengah yang saat
ini telah menjadi Kabupaten
Sigi, berdasarkan tradisi
melalui cerita yang diwariskan secara turun temurun,
memberikan penjelasan bahwa penguni pertama
masyarakat yang ada di wilayah Sulawesi Tengah
bahwa masyarakat
To Kaili mendiami
daerah-daerah pegunungan, disebabkan
pada zaman lampau kehidupan yang
ada di dataran
adalah lembah lautan.
Kehidupan ini dimanfaatkan
para pelayar-pelayar ulung yang mengarungi pelayaran di zaman lampau
dikenal dengan istilah Tasi vuri (laut hitam). Pada
zaman lampau ketika melakukan
pelayaran yang menjadi
tanda atau sebagai
symbol adanya sebuah kehidupan di
daerah pegunungan adalah sebuah pohon yang
disebut pohon Kaili.
Sebuah pohon yang
menjulang tinggi, memiliki serpihan-serpihan dahan
dan ranting yang sangat banyak, pada zaman lampau pohon
ini sebagai symbol adanya kehidupan
apabilah akan menemukan
sebuah pohon yang menjulang
tinggi yang disebut Pohon Kaili.
Kehidupan masyarakat yang
ada di Kabupaten
Sigi Sulawesi Tengah pada
zaman lampau merupakan
kisah mengenai bagaimana kehidupan
masyarakat menjalin kerja sama,
hubungan sosial dan
kekerabatan telah tejalin
dengan orang–orang luar yang
datang mengujungi wilayah
Sulawesi Tengah. Cerita lisan
pada masyarakat Etnik
Kaili juga mengambarkan sebuah
cerita mengenai sebuah
pohon yang sangat di
kenal oleh masyarakat
Etnik Kaili pada
zaman Lampau ketika para pelaut
melakukan pelayaran yang dikenal dengan
sebutan pohon Kaili. Menurut Sanati bahwa pohon Kaili sebagai ciri
khas penanda sebuah
kehidupan pada masa lampau, dan konon kabarnya bahwa sebutan bagi Etnik Kaili di
simbolkan dari sebuah
pohon Kaili yang
menjulang tinggi, sehingga pohon
Kaili banyak sekali
ditemukan di daerah-daerah
pegunungan yanga da
di Desa Loru,
Pombewe, Desa Bangga yang
ada di wilayah Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Pada zaman
lampau kayu ini sangat memberikan manfaat bagi para pengembara
yang melintasi lautan
di Sulawesi Tengah, sebagai pertanda
simbol bagi perantau,
ketika akan melihat pohon
menjulang tinggi (
kayu Kaili) sebagai
penunjuk arah bahwa ada tanda
kehidupan yaitu di daerah pegunungan.
Masyarakat Etnik Kaili yang
identik dengan sebutan To Kaili merupakan Etnik yang
memiliki nilai-nilai budaya
tutur lisan yang perlu
diwariskan dari generasi-kegenerasi, melalui karya
dalam wujud dokumen
tulisan, dengan demikian
budaya ini tercatat,
terdokumentasikan sebagai budaya
daerah yang memilki kekhasan
sebagai budaya lokal
yang akan memperkaya nilai-nilai
budaya Nasional. Pentingnya
melakukan inventarisasi
terhadap budaya lokal
di Sulawesi Tengah merupakan
sebuah upaya yang
dilakukan untuk melakukan promosi
terhadap kebudayaan daerah
yaitu mengenai asal usul penghuni pertama masyarakat
Etnik Kaili yang
ada di Kabupaten
Sigi Propinsi Sulawesi
Tengah. (Misnah, 2017)
Hasil
kajian ini memberikan
sebuah gambaran bahwa pada
masa lampau berdasarkan
tradisi lisan (Motutura)
pada masyarakat Etnik Kaili bahwa
penghuni pertama atau asal usul nenek moyang Etnik Kaili di Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah sangat
syarat dengan nuansa-nuansa
mitos. Hasil penelusuran secara
etnografi menemukan data
bahwa asal usul To Kaili pada
zaman lampau mendiami wilayah/
daerah-daerah pegunungan
karena pada zaman
lampau wilayah Sulawesi
Tengah merupakan hamparan laut
yang sangat luas. Berdasarkan
tradisi lisan yang diyakini oleh masyarakat yang ada di
Kabupaten Sigi nenek
moyang To Kaili
merupakan penjelmaan Dewa dari
langit (Tomanuru) yang
memiliki kemampuan sakti, yang
berasal dari Tope bête ri
bolo nu Vatu ( orang yang
berasal dari bambu
kuning). Pernyataan ini di
dukung oleh Kajian Fauziah (2017) dalam
goresan singkatnya menguraikan bahwa asal
usul nenek moyang orang suku Kaili merupakan
keturunan yang berasal
dari langit atau
dari kayangan, yang merupakan jelmaan
Dewa, dan suku
Kaili ini merupakan suku
yang paling mendominasi
di Sulawesi Tengah (Fauziah,
2017).
Pentingnya melakukan dokumentasi
terhadap informasi lisan (Motutura)
secara turu-temurun yang merupakan
sebuah bentuk naskah kuno yang tersimpan dalam memory para tokoh
sejarah, tokoh adat,
atau para informan-informan yang mengetahui sejarah
asal usul nenek
moyang To Kaili
di Kabupaten Sigi Propinsi
Sulawesi Tengah. Sumber
informasi yang disampaikan melalui
budaya tutur dari
mulut-kemulut merupakan
informasi-informasi yang sangat
penting dan berharga untuk dilakukan inventarisasi,. Pendokumentasian dalam bentuk sebuah karya
tulis yang memberikan informasi-informasi, mengenai
bagaimana kehidupan masyarakat
pada masa lampau dan
hal ini menjadi
sumber informasi bagi generasi
saat ini. Dengan
demikian untuk menjadikan
ini sebagai sebuah budaya,
pentingnya penelusuran data
melalui tutur lisan yang
sangat penting untuk
diketahui para generasi muda sebagai pewaris budaya.
Masyarakat Etnik
Kaili memiliki nilai-nilai
value pada budaya lokal
tradisi Motutura (cerita
lisan) secara turun- temurun merupakan
sebuah budaya yang
harus diwariskan kepada generasi
mudah saat ini,
oleh karena itu
cerita lisan pada zaman
lampau mengenai kehidupan
nenek moyang To Kaili yang
mendiami lembah-lembah pada daerah
pegunungan di wilayah Kabupaten
Sigi pada zaman
lampau memberikan gambaran
pemotretan budaya pada zaman lampau, bagaimana masyarakat mempertahankan hidup
dan menjalin kerjasama, dan mempertahankan nilai-nilai
budaya, tradisi yang merupakan sebuah
warisan budaya leluhur
yang penting untuk di transfer
kepada generasi saat ini.
Informasi tradisi
lisan Motutura yang disampaikan oleh para informan
memberikan penjelasan bahwa
pada zama lampau di Kapupaten
Sigi Propinsi Sulawesi Tengah, memili 2
(dua) kampung yang sangat tua yaitu Dusun Tompu dan Dusun Ranggonau yang
merupakan pijakan dan cikal bakal kehidupan masayarakat pada
zaman lampau yang
memiliki nilai-nilai
historis. Berdasarkan informasi
melalui cerita lisan menjelaskan bahwa pada zaman lampau
masyarakat Etnik Kaili dari versi
asal-usul nenek moyang mendeskripsikan kehidupan nenek moyang
To Kaili mendiami
wilayah di daerah pegunungan karena
wilayah dataran pada
zaman lampau merupakan sebuah
hamparan lautan yang sangat luas
disebut dengan istilah Tasi
Vuri (lautan yang
luas/ laut hitam
jika dipandang sejauh mata
memandang) .Sumber-sumber
informasi mengenai asal
usul nenek moyang
To Kaili melalui penelusuran tradisi
lisan (Motutura) yang
dilakukan di Kabupaten Sigi
Propinsi Sulawesi Tengah, merupakan rekaman informasi yang
sangat penting untuk
diuraikan dalam sebuah karya dalam wujud pendokumentasian
secara tertulis.
Budaya tutur
secara lisan memiliki
nilai-nilai yang penting dan
bermanfaat bagi generasi
sekarang yang merupakan pewaris
budaya pada masa
lampau yang memahami, mengetahui,
asal usul secara
historis mengenai budauya lokal (daerah). Upaya untuk
melakukan penggalian,
penelusuran, identifikasi, dan
menyebarluaskan informasi
mengenai asal usul
nenek moyang To
Kaili dari tradisi
lisan (Motutura),
merupakan suatu upaya
untuk mempromosikan budaya daerah
yang akan menambah kekayaan,
aset budaya yang akan
menjadi kebanggaan dari
generasi ke generasi sebagai bingkai
kehidupan masyarakat pada
zaman lampau yang akan
digunakan sebagai pijakan
bagi pengembangan sikap, tindakan
manusia di masa mendatang.
Tradisi lisan
yang berkembang di
Kabupaten Sigi menjelaskan bahwa
kehidupan nenek moyang
To Kaili mendiami daerah
pegununggan yaitu Ranoromba,
Raranggonau dan Tompu, yang
diuraikan dari kajian
penelusuran tradisi lisan. Asal
usul penghuni pertama
nenek moyang To
Kaili diuraikan dalam beberapa
informasi para informan menjelaskan bahwa
asal usul To
Kaili merupakan sebuah penjelmaan dari
kayangan yang disebut
dengan Tomanuru (manusia dari
kayangan), yang dianggap
memiliki kekuatan
supranatural, kekuatan sakti
yang merupakan penjelmaan Dewa. Uraian-uraian mengenai asal usul To Kaili di
Kabupaten Sigi pada masa
lampau tidak bisah
dipisahkan dengan kepercayaan
masyarakat Etnik Kaili mengenai asal
usul sebuah pohon yang disebut
kayu Kaili (pohon
Kaili). Berdasarkan tradisi lisan
yang berkembang di Kabupaten Sigi
menguraikan bahwa Etnik
Kaili disimbolkan dari
sebuah pohon yang dinamakan pohon
Kaili, untuk memberikan
gambaran yang jelas bagaimana
wujud pohon Kaili
akan diuraikan dalam gambar sebagai berikut : Twiter
Muhidin, 2019.
Uraian yang
tidak kalah menariknya dalam
pemaparan tradisi lisan para
informan yang ada
di atas menjelaskan tentang asal usul kayu Kaili
dengan kehidupan nenek moyang pada
zaman lampau merupakan
rangkaian kisah secasa
lisan dan mengandung nilai-nilai
mitos yang tidak bisa dipisahkan ketika menguraikan bagaimana proses kehidupan masyarakat pada zaman lampau, dan
kaitanya dengan pohon
Kaili yang disimbolkan
sebagai To Kaili
(orang Kaili). Akan
tetapi kondisi saat ini
mengenai pohon Kaili
sangat memprihatinkan dan pohon
tersebut terancam mengalami
kepunahan. Menurut
Informan Eko cerita
Motutura mengenai asal usul Pohon
Kaili yang saat ini sudah sangat sulit kita temukan bahkan terancam
akan mengalami kepunahan
akibat maraknya penebangan pohon secara liar akibat ulah manusia yang tidak
bertanggung jawab.
Pernyataan ini di
dukung oleh Sanati
menjelaskan dalam uraianya mengenai pohon Kaili sebagai berikut:
Kayu Kaili
simbol kita to
kaili sifata to
kaili eva kayu
kaili, natuvu nambaso, asal
mu asal kita to
kaili dako ri kayu kaili kita to
kaili 30 suku kaili ri Sulawesi
Tengah, salah satuna To kaili dako ri asal muasal kayu
kaili. Kayu kaili
kayu nambaso natuvu hamai ri
panggale, sanggata to
kaili asal muasalna dako ri kayu Kaili. Apa kayu kaili
natuvu nambaso, mbadekeika Manda katuvua
pada zaman ngaulu ane maria todea
makava manggita katuvua ri bulu Ranggonau , ante Tompu ngata Tua ri kabupaten
sigi. Tapi ngapuri
kayu-kayu kaili
santagamatemo nikava, nadea
topo vuri, topo
tovo kayu, namatemo, malipomo
ciri nu khas kita to kaili dako ri asal mu asal kayu Kaili (Sanati, 2017)
Terjemahan. Kayu
Kaili merupakan sebuah symbol
bagi masyarakat Etnik Kaili
yang ada di
Sulawesi Tengah yang terdiri
dari 30 rumpun
dialek Kaili. Asal
mula suku Kaili berawal dari sebuah
pohon yang dinakamakan kayu Kaili dan memiliki badan
pohon yang sangat
besar, memiliki ranting-ranting yang
banyak, dan menanunggi
pohon-Pohon lainya. Simbol pohon
Kaili sebagai tanda kehidupan
masyarakat pada zaman lampau
yang mendiami wilayah
pegunungan pada zaman lampau
yaitu sebuah kampung
yang dianamakan kampu
Ranggonau dan Tompu yang
terletak di Kabupaten
Sigi Provinsi Sulawesi Tengah.
Menjadi keprihatinan saat
ini kayu Kaili mulai
mengalami ancaman kepunahan karena
maraknya penebangan pohon secara
liar yang dilakukan
oleh oknum tidak bertanggung
jawab, dan adanya
penebangan pohon untuk kebutuhan
masyarakat digunakan sebagai kayu bakar.
Berdasarkan uraian
yang ada di
atas dipaparkan oleh para
informan/narasumber mengenai asal
usul To Kaili
dari tradisi lisan (Motutura) bahwa asal mula penyebutan bagi orang
Kaili atau To Kaili ada versi secara lisan mengungkapkan bahwa penyebutan
To Kaili berasal
dari sebuah pohon
yang dinamakan pohon Kaili.
Karakteristik pohon tersebut memilki badan pohon yang sangat besar,
menjulang tinggi, memberikan manfaat
bagi tanaman, dan
pohon-pohon yang tumbuh
di sekitarnya. (Lihat gambar
1.2). Deskripsi karakter
pohon tersebut diibaratkan sebagai
karakter To Kaili
(orang Kaili) dalam kehidupan
sosial bermasyarakat, yaitu
memiliki sikap mengayomi, menjalin
hubungan kerja sama
secara harmonis, hidup aman
dan berdampingan dengan
para pedagang atau para pelayar-pelayar yang datang
berkunjung ke Tanah Kaili.
Pada
uraian tradisi lisan
(Motutura) mendeskripsikan
mengenai hubungan antara
penduduk asli yaitu To
Kaili yang hidup dan mendiami
lereng-lereng pegunungan di
wilayah Kabupaten Sigi Propinsi
Sulawesi Tengah, To
Kaili telah menjalin hubungan
yang baik, dan
memiliki hubungan yang erat,
harmonis dengan para
pendatang yang berkunjung
ke tanah Kaili. Salah
satu hubungan sosial
masyarakat Etnik dengan masyarakat
pendatang pada zaman lampau bisa
Kaili kita lihat dari
hubungan baik, antara
Ratu yang memimpin kerajaan Sigi dan pelayar
ulung yang bernama Sawerigading.
Para pelayar, perantau pasa zaman lampau
mengarungi lautan di Tanah Kaili
menjadikan pohon Kaili
sebagai simbol ketika berlayar sebagai
pijakan bahwa akan
ada sebuah peradaban, kehidupan ketika akan melihat
pohon Kaili menjulang tinggi di daerah
pegunungan. Pohon Kaili
sebagai simbol kehidupan pada zaman
lampau akan menjadi
sebuah kisah, cerita,
yang memiliki nilai khas
sebuah budaya lokal
yang ada di
daerah Kabupaten Sigi Propinsi
Sulawesi Tengah. Nilai-nilai
manfaat pada tradisi lisan
tersebut akan menjadi
kebanggaan, bagi masyarakat Etnik
Kaili yang memiliki
nilai-nilai sejarah yang perlu diceritakan, dikisahkan dan ini
merupakan sebuah wujud pewarisan budaya
yang dilanjutkan pada
karya mempromosikan budaya tersebut
dalam bentuk tulisan.
Kondisi Saat
ini mengenai sebuah
pohon yang dinamakan pohon
Kaili sudah jarang
kita temukan, bahkan akan
terancam mengalami kepunahan
dengan adanya tindakan-tindakan manusia
yang tidak bertanggung
jawab yang melakukan penebangan
pohon secara liar,
melakukan eksploitasi sumber daya alam, yang akan memberikan dampak negativ bagi generasi berikutnya.
Pernyataan ini juga diuraikan oleh
Kacandipa salah salah
satu tokoh adat yang ada di Desa
Loru yang menguraikan
tentang keprihatinanya terhadap pohon Kaili yang merupakan
icon yang memiliki nilai sejarah, menjadi kebanggaan orang Kaili
(To Kaili) terancam mengalami kepunahan.
Nadeamo kayu-kayu
mbaso, kayu kaili
namate, apa ni
pake ntodea majadi kayu nu banua, kayu raporiapu, kayu ra pobalu,
tindakanu manusia ledo nompekirika katuvua
ntodea, ambena natuvu dako ri kayu-kayu
mbaso eva kayu Kaili.
Kayu kaili ane raelo
hau ri uluna
nasusamo rakavata, nadeamo
kayu nitovo, pade ledo nitudaki mpanji. Ane kita mantora vai karaja
nu manusia mbarugi to
dea, kayu nitovo najadimo kita
niuli banjir bandang. Uve
nakuramo, Mata nu
uve nakodimo, mandasamo todea
matuvu.
Terjemahan. Banyak kayu-kayu yang ada di hutan yang sangat luas di daerah pegunungan di wilayah
Kabupaten Sigi, sudah sangat
langkah dan susah
ditemukan saat ini,
hal ini disebabkan oleh maraknya penebangan pohon, ekspoitasi hasil hutan yang
digunakan untuk keperluan individual yaitu
dijual untuk kebutuhan ekonomi
dan di gunakan
sebagai bahan bakar ketika
memasak, kayu-kayu ditebang
dan tidak dilakukan penananman
kembali, sehingga salah
satu kayu sebagai kebanggaan
kita Etnik Kaili
yaitu kayu Kaili
sudah sangat sulit bahkan terancam punah (Kacandipa, 2018).
Berdasarkan data hasil
wawancara, penelusuran data di lapangan,
dan di dukung data observasi menemukan
beberapa data-data yang memberikan
dampak negatif yaitu
maraknya penebangan pohon yang
dilakukan oleh manusia
untuk melakukan pemenuhan kebutuhan
ekonomi, kebutuhan pribadi dengan
cara melakukan ekspoitasi terhadap hasil alam yaitu pembalakan liar,
penembangan pohon-pohon yang akan merugikan bagi kesinambungan hidup pada masa
yang akan datang. Maraknya
penebangan pohon yang
dilakukan oleh oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab berdampak pada lingkungan yang ada di Kabupaten
Sigi Sulawesi Tengah yaitu terjadinya
tanah longsor dan banjir bandang menerpah wilayah tersebut.
Penebangan pohon-pohon
yang dilakukan oleh
oknum yang tidak bertanggung jawab
antara lain adalah pohon
Kaili, merupakan sebuah
pohon yang memiliki
nilai-nilai sejarah
peradaban pada zaman
lampau sebelum masuknya
penjajah Belanada di Indonesia.
Pohon Kaili merupakan
sebuah gambaran bagaiamana kehidupan
manusia pada zaman lampau
dan dijadikan sebagai
sebuah simbol adanya sebuah peraban, tanda
kehidupan, pada zaman
lampau. Peradaban masyarakat Etnik
Kaili secara historis
memberikan gambaran bagaiman masyarakat
Etnik Kaili hidup
secara aman, berdampingan, dan bisa menjalin kerja sama yang baik dengan
fihak-fihak pendatang yang berkunjung ke
wilayah Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah pada zaman lampau.
Nilai-nilai historis
yang ada dalam cerita lisan Motutura mengenai pohon
Kaili, merupakan sebuah
kisah cerita yang sangat menarik untuk di wariskan
kepada generasi berikutnya yang akan
menjadi sebuah kebanggaan
bahwa dalam tradisi lisan Motutura masyarakat Etnik Kaili
memiliki nilai-nilai yang sanagat
penting untuk dijaga,
dipelihara dan dilestarikan. Pohon Kaili
merupakan simbol kehidupan
masyarakat Etnik Kaili pada
zaman lampau yang
saat ini harus
tetap dijaga kelestarianya walaupun
pada kondisi saat
ini pohon Kaili menjadi lagkah dan sulit kita temukan.
Pelestarian kayu/pohon Kaili , merupakan wujud kepedulian yang sangat memiliki
nilai manfaat bagi mahluk hidup yang ada di muka buni ini.
Pohon
Kaili merupakan simbol
kehidupan pada zaman lampau
yang memiliki nilai-nilai
historis yang merupakan sumber informasi dari tradisi lisan
yang ada di Kabupaten Sigi Propinsi
Sulawesi Tengah. Menurut
tradisi lisan masyarakat Etnik Kaili
(To Kaili) yang
merupakan suku terbanyak
mendiami wilayah Sulawesi
Tengah bahwa pada
zaman lampau pohon Kaili
digunakan sebagai sebuah
simbol bagi para pelaut-pelaut
ulung ketika akan
mengunjunggi suatu daerah. Dengan
demikian pohon Kaili merupakan simbol atau ciri khas
di daerah pegunungan
yang memberikan pertanda bahwa ada
kehidupan, peradaban yang berkembang
disekitar pohon tersebut. Menurut
uraian herawati (2015,
hlm 163) bahwa:
Penamaan Etnik
Kaili pada zaman
lampau laut membujur ke
Selatan dari Tanjung
Karang sampai Bangga,
Pakuli dan Sombe
merupakan
pelabuhan-pelabuhan ternama yang
dilalui oleh masyarakat
Etnik Kaili dengan menggunakan
sarana transportasi perahu yang
menghubungkan kampung yang
satu dengan kampung yang
lainya, ketika mengarunggi pelayaran ada
sebuah pohon yang
menjulang tinggi terletak
di Pakuli, yang dinamakan
Ntiro Tasi, pohon
ini yang menjadi pedoman
bagi masyarakat yang
melakukan pelayaran kemana mana,
inilah symbol kayu
yang diyakini sebagian masyarakat
Etnik Kaili sebagai
cikal bakal atau asal usul disebut Kaili atau To Kaili.(Herawati, 2017)
Masyarakat Etnik Kaili yang mendiami
wilayah yang ada di Kabupaten Sigi
Propinsi Sulawesi Tengah
merupakan masyarakat yang memiliki
nilai-nilai peradaban yang
tinggi pada zaman lampau, tergambar pada hubungan yang harmonis antara
para pelaut ulung yang datang berkunjung dengan raja yang mendiami
wilayah yang ada
di Kabupate Sigi
pada zaman lampau. Dalam
kehidupan yang di
lakoni masyarakat To Kaili
pada zaman lampau
sangat menjaga hubungan kekeluargaan, harmonisasi
dan menghargai orang
lain. Masyarakat To Kaili dari cerita tradisi lisan pada zaman lampau
selalu menghubungkan anatara
penyebutan istiah To
Kaili dengan sebutan pohon
Kaili yang disebutkan
sebagai cikal bakal penyebutan
bagi masyarakat Etnik
Kaili yang ada di
Kabupaten Sigi saat
ini. Uraian mengenai
pohon Kaili merupakan sebuah
uraian yang menarik
jika kita menghubungkan mengenai
asal usul To
Kaili, tetapi kondisi saat
ini sangat memprihatinkan banyak generasi
mudah tidak mengenal lagi bagaimana
bentuk, wujud dari
pohon Kaili tersebut. Apalagi
dengan perkembangan arus globalisasi yang terjadi
saat ini pohon-pohon
yang memiliki nilai-nilai sejarah bagi
peradaban masyarakat Etnik
To Kaili sangat
sulit kita temukan, hal ini
disebabkan oleh maraknya penebangan pohon secara liar, yang
dilakukan oleh masyarakat yang
disebabkan oleh
kebutuhan-kebutuhan ekonomi sehingga
melakukan eksploitasi terhadap sumber hutan yang ada dan salah satunya
adalah penebangan pohon
Kaili yang menjadi
salah satu ciri khas masyarakat To Kaili.
0 comment:
Posting Komentar