Biografi Imam Ahmad Ibn Hanbal,
Pola Pemikiran dan Metode Istinbathnya- Imam empat serangkai adalah imam-imam
mazhab fiqh dalam Islam. Mereka imam-imam (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal) bagi mazhab empat yang berkembang dalam
Islam. Mereka terkenal sampai kepada seluruh umat di zaman yang silam dan
sampai sekarang. Mereka bekerja keras untuk menjaga dan menyuburkan
ajaran-ajaran Islam dan menyiarkan kepada seluruh umat lebih-lebih dalam ilmu
fiqh sejak terbitnya nur islam.[1]
Pengetahuan tentang ini mendapat
perhatian kita kepada sejarah perundangan atau perkembangan ilmu fiqh dalam
islam. Agama Islam di sampaikan kepada seluruh manusia. Sumber atau pokok
ajarannya adalah Quranul-Karim yaitu sebuah kitab yang tidak ada sedikitpun
kebatilan, di turunkan oleh Allah SWT. Tuhan yang amat pijak dan terpuji.
Dalam pertemuan sebelumnya kita
telah membahas tentang biografi, pola pemikiran, karya dan pengikut serta
perkembangan Imam mazhab, yang di antaranya adalah Imam Hanafi, Imam Maliki,
Imam Syafi’i. Dan seperti yang kita ketahui bahwa Imam Mazhab jumlahnya ada
empat, untuk itu dipertemuan kali ini kami akan membahas tentang biografi, pola
pemikiran, karya dan pengikut serta perkembangan Imam mazhab Hanbali.
Baca juga: Biografi dan
Istinbath (Penggalian) Hukum Imam Malik
Biografi Imam Ahmad Ibn Hanbal
Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn
Muhammad Ibnu Hanbal ibn Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al-Saybaniy.
Beliau lahir di Bagdad tahun 164 H/780 M dan wafat tahun 241 H/855 M di kota
ini juga dalam usia 70 tahun. Ibunya bernama Syariah Maimunah binti Abdul Malik
ibnu Sawa dan ibnu Hindun al-Saybaniy. Jadi baik dari arah ayah maupun ibu,
imam Ahmad ibn Hanbal berasal dari keturunan "Bani Syaiban", salah
satu kabilah yang berdomisili di semenanjung Arabia.[2]
Kedua orang tua Imam Ahmad Ibn
Hanbal berasal dari kota Marwin, wilayah Khurasan, ayahnya keninggal pada saat
beliau masih dalam kandungan ibunya dan ketika ibunya pergi ke Baghdad,
lahirlah Imam Ahmad Ibu Hambal di Baghdad pada bulan Rabi' al-Awwal tahun 164
H. dan berdomisili di Baghdad sampai meniggal dunia pada tahun 241 H.
Imam Hanbali dilahirkan pada masa
pemerintahan Islam ada di tangan Muhammad Al Mahdy (dari Banu Abbas yang III),
yang pusat kekuasaannya ada di kota Baghdad, jadi beliau dilahirkan di pusat
ibu kota pemerintahan bani Abbasiyah.[3]
Ibnu Hanbal hidup sebagai seorang
yang rendah dan miskin, karena bapaknya tidak meninggalkan warisan padanya
selain dari sebuah rumah yang kecil yang didiaminya, dan sedikit tanah yang
sedikit penghasilannya. Oleh kaena itu beliau menempuh kehidupan yang susah
beberapa lama sehingga beliau terpaksa bekerja untuk mencari kebutuhan
hidup.[4]
Sejak kecil sudah tampak minatnya
kepada agama, beliau menghafal al-Quran, mendalami bahasa arab, belajar hadist,
atsar sahabat dan tabi’in serta sejarah nabi dan para sahabat. Beliau belajar
fiqh dari Abu Yusuf muridnya Abu Hanifah dan dari imam Al-Syafi’i, tetapi
perhatiannya kepada hadits ternyata lebih besar. Beliau belajar Hadits di
Bagdad, Basrah, Kufah, Mekkah, Madinah dan Yaman. Beliau selalu menuliskan
Hadist dengan perawai-perawainya dan cara ini pun diharuskan kepada
murid-muridnya.[5]
Imam Ahmad belajar fiqh kepada
imam asy-syafi’i semasa dia berada di Bagdad. Akhirnya Imam Ahmad menjadi
seorang mujtahid mustaqil.[6]
Pola Pemikiran dan Metode
Istinbath Imam Ahmad Ibn Hanbal
Pada hakikatnya para ulama
bersepakat bahwa Imam Ahmad Ibnu Hanbal adalah salah seorang pemuka ahli
al-Hadits dan tidak pernah menulis secara khusus kitab fiqh, sebab semua
masalah fiqh yang dikaitkan dengan diri beliau itu hanyalah berasal dari
fatwa-fatwanya yang menjadi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang pernah
diajukan kepadanya, sedang yang menjadi sebuah kitab fiqh adalah
pengikutnya.[7]
Fiqh Ahmad Ibn Hanbal itu pada
dasarnya lebih banyak didasarkan pada al-Hadits, dalam artian jika terdapat
al-Hadits al-Shahih, yang diambil hanyalah al-Hadits al-Shahih tanpa mau memperhatikan
adanya faktor lainnya. Dan jika ditemukan adanya fatwa sahabat, maka fatwa
sahabatlah yang diamalkan. Akan tetapi jika ditemukan adanya beberapa fatwa
para sahabat dan fatwa mereka tidak seragam, maka yang dipilih fatwa mereka
yang mendekati al-Qur'an dan al-Hadits.
Para ulama' berselisih pandangan
tentang posisi Imam Ahmad Ibn Hanbal sebagai ulama' yang ahli dalam bidang
fiqh, sebab kenyataannya Imam Ahmad Ibn Hanbal tidak terlalu mempertimbangkan
adanya pendapat-pendapatnya pada saat menghadapi perbedaan dalam masalah fiqh
dikalangan para fuqaha', mangingat posisinya sebagai ahl al-Hadits, sehingga
beliau ini tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok ahl fiqh, sebab dasar
pijakan fiqhnya lebih banyak kepada al-Hadits.[8]
Dengan melihat pola pemikiran
Imam Ahmad Ibn Hanbal, maka metode istidlal yang dipakai dalam menetapkan hukum
Islam adalah sebagai berikut;
1. Al-Qur'an dan al-Sunnah
al-Sahih
Jika Imam Ahmad Ibn Hanbal sudah
menemukan Nash, baik al-Qur'an maupun al-Hadits al-Sahih, maka dalam menetapkan
hukum Islam adalah dengan Nash tersebut sekalipun ada faktor-faktor lain yang
boleh jadi bisa dipakai bahan pertimbangan.[9] Menurutnya bahwa nas adalah
sumber hukum tertinggi.[10]
2. Fatwa Para Sahabat Nabi saw
Jika tidak ditemukan dalam Nash
yang jelas, maka beliau menggunakan fatwa-fatwa dari para sahabat Nabi yang
tidak ada perselisihan diantara mereka. Jika terjadi perselisihan, maka yang
diambil adalah fatwa-fatwa yang beliau pandang lebih dekat kepada Nash, baik
al-Qur'an maupun al-Hadits.
3. Al-Hadits al-Mursal dan
al-Hadits Dlaif
Jika dari ketiganya tidak
ditemukan, maka beliau menetapkannya dari dasar al-Hadits al-Mursal atau
al-Hadits al-Dlaif.[11] Alasan mendahulukan hadiys dlaif dari pada Qiyas adalah
pernyataan beliau “berpegang kepada hadis dlaif lebih saya sukai dari pada
qiyas”.[12]
4. Al-Qiyas
Jika dari semua sumber di atas
tidak ditemukan, maka Imam Ahmad Ibn Hanbal menetapkan hukuum islam dengan
mempergunakan:
a. Al-Qiyas atau dengan
b. Maslahah Mursalah, terutama
dalam bidang sosial politik. Contoh:
1) Menetapkan hukum ta'zir bagi
mereka yang selalu berbuat kerusakan.
2) Menetapkan hukum had yang
lebih berat terhadap mereka yang meminum minuman keras di siang hari di bulan
Ramadhan.
Adapun hal-hal yang berkaitan
masalah hukum halal dan haram beliau sangat teliti dalam mengkaji beberapa
al-Hadits dan sanadnya yang terkait dengannya, tetapi beliau sangat longgar
dalam menerima al-Hadits yang berkaitan dengan masalah akhlaq, fadla'il al-a'mal
atau adat istiadat yang terpuja.[13]
Karya dan Pengikut Imam Ahmad Ibn
Hanbal
Kitab karangan Imam Ahmad bin
Hanbal
Ibnu Hanbal tidak mengarang
selain dari hadits dan sunnah. Pada keseluruhan kitab-kitabnya membicarakan
hadits-hadits rasulullah SAW. sehingga surat atau risalahnya pun juga dengan
pembicaraan yang sama. Kesemuanya berdasarkan kepada dalil-dalil dari al-Qur'an
atau percakapan-percakapan Rasulullah juga sahabat-sahabatnya.
Kitabnya yang termasyhur sekali
adalah Al-Masnad yang mana beliau menghimpun di dalamnya beberapa banyak
hadits-hadits Rasulullah SAW. beliau mulai menyusun kitab tersebut pada tahun
180 H dan dijadikan kitabnya sebagai panutan atau Imam.[14]
Ibnu Hanbal memuatkan ke dalam
kitabnya Al-Masnad empat puluh ribu hadits. Beliau telah memilihnya dari tuju
ratus ribu hadits. Sebagian dari para ulama' mengatakan semua hadits-haditsnya
adalah sahih.
Karya-karya Imam Ahmad Ibnu
Hanbal yang lain adalah Al-Naskh wa al-Mansukh, al-Muqaddam wa al-Muakhkharfi
al-Qur'an, al-TArikh, Manasik al-Kubra, Manasik al-Sughra, Tha'ah al-Rasul dan
kitab al-Salah.
Pengikut Imam Ahmad Ibn Hanbal
Sebagian besar pengikut Mazhab
Hanbali tersebar di Palestina dan Saudi Arabia. Tetapi eksisnya mazhab Hanbali
di Saudi Arabia, sesudah tidak ditemukan lagi di negeri muslim manapun adalah
karena adanya fakta bahwa pendiri dari yang dinamakan Gerakan Revivalis Wahabi,
yaitu Muhammad bin Abdul Wahab, pernah belajar kepada para ulama' yang menganut
mazhab Hanbali dan dengan demikian secara tidak resmi menjadi mazhab fiqh dari
gerakan Revivalis tersebut. Ketika Abdul Azis bin Saud merebut sebagian besar
semenanjung Arabia dan mendirikan dinasti Sa'ud, ia menjadikan Mazhab Hanbali
sebagai dasar sistem hukum kerajaan.[15]
Adapun dari antara para murid
beliau yang akhirnya menjadi ulama' besar dan terkemuka serta terkenal yaitu:
Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, Abu Zur'ah Ar-Razy, Abu Zur'ah al-Damasyqy, Ibnu
Abi Dunya, Abu Bakar al-Atsram, Hanbal bin Ishaq Asy-Syaibani (putra dari paman
beliau sendiri).[16]
Masih banyak lagi sahabat-sahabat
imam Ahmad ibn Hanbal, pengikut-pengikut
serta murid-muridnya yang menyalin dan menulis ilmu fiqh Ibnu Hanbal diantara
mereka terdapat juga anaknya yang bernama Salih, yaitu anaknya yang tertua.
Beliau seorang yang sangat bersungguh-sugguh tentang hadits-hadits seperti
ayahnya. Beliau meninggal dunia pada tahun 290 hijriyah.[17
Perkembangan Mazhab Hanbali
Perlu diketahui bahwa Mazhab
Hanbali ini boleh dikatakan sebagai suatu mazhab yang daerah perkembangannya
kurang begitu luas, di mana pada awalnya tersiar di Bagdad lalu pada abad ke
empat hijriyah dapat berkembang di luar Irak dan pada abad ke enam dapat juga
berkembang di Mesir.[18]
Pada awalnya mazhab ini
dihidupkan dan di perbaharui oleh beberapa mujtahid, seperti Ibnu Taimiyah dan
murid-murid Ibnu Qayyim, lalu pada abad kedua belas dilakukan lagi pembaharuan
oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahhab di Najm dengan memperbaharui sistem
penyebarannya dalam bentuk gerakan, yang lazim dikenal dengan sebutan gerakan
wahhabi.
Dari pembaharuan sistem baru
dalam penyebaran mazhab seperti itulah, maka mazhab Ibnu Hanbal berkembang dan
menyebar secara signifikan diberbagai wilayah Saudi Arabiyyah.
Penutup
Biografi Imam Ahmad Ibn Hanbal,
Pola Pemikiran dan Metode Istinbathnya - Imam Ahmad adalah Imam yamg ke empat
dari para fuqaha Islam. Beliau adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat yang
luhur dan tinggi yaitu sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang yang hidup
semasa dengannya, juga orang yang mengenalinya. Beliau Imam Ahmad ibn Hanbal
merupakan imam bagi umat Islam seluruh dunia, juga Imam bagi darul salam, mufti
bagi negri Irak dan seorang yang alim dari hadits-hadits Rasulullah SAW. juga
seorang yang zuhud dewasa itu, penerang untuk dunia dan sebagai contoh dan
teladan bagi orang-orang ahli sunnah, seorang yang sabar di kala menghadapi
percobaan serta seorang yang salih.
Metode istidlal yang dipakai Imam
Ahmad dalam menetapkan hukum Islam adalah al-Qur'an dan al-Sunnah al-Sahih,
fatwa para sahabat nabi SAW, al-Hadits al-Mursal dan al-Hadits al-Dlaif dan
al-Qiyas.
Penulis:
Umi Habibah
Ari Fahrurrozi Aufa
0 comment:
Posting Komentar