Perintah Shalat 50
Waktu, Inilah Pertemuan Nabi Musa dan Muhammad Saw
“Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam
hari dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis).” (QS.
Al-Isra: 1)
Annas bin Malik megatakan, Rasulullah bersabda: Allah memerintahkan shalat
sebanyak 50 waktu sebagai kewajiban atasku dan umatku.” Setelah menerima
perintah (shalat) itu Nabi Saw kembali berpapasan dengan Nabi Musa as seraya
berkata: Apa yang diwajibkan oleh Tuhanmu kepada umatmu? Nabi Saw menjawab,
“Shalat sebanyak 50 waktu.”
Nabi Musa berkata, “Kembalilah menghadap Tuhanmu, sesungguhnya umatku tidak
akan sanggup melaksanakannya.” Maka Nabi Muhammad kembali dan meminta keringan
pada Tuhannya seperti yang disarankan oleh Nabi Musa. Kemudian Allah memberikan
keringanan sehingga jumlahnya menjadi separuhnya.
Setelah itu Nabi Saw kembali bertemu Musa as, dan menyarankan agar meminta
keringanan pada Tuhannya untuk kedua kalinya. “Kembalilah kepada Tuhanmu, sesungguhnya
umatmu tidak akan sanggup melaksanakannya.”
Lalu Nabi Saw lagi-lagi menemui Tuhannya untuk memohon keringanan, dan
Allah memberi keringanan menjadi lima waktu. Allah berfirman: “Inilah lima
waktu shalat yang wajib, nilainya sama dengan lima puluh waktu dan kalam-Ku
tidak dapat berubah lagi.”
Lagi Nabi Saw bertemu Nabi Musa as, dan lagi-lagi Musa meminta Nabi
Muhammad saw agar meminta keringanan untuk ketiga kalinya. Tapi kali ini Nabi
Saw tidak menemui Tuhannya untuk memohon keringaan yang kesekian kalinya
seperti yang disarankan Musa as. Nabi Saw berkata: “Aku sangat malu bertemu
Tuhanku.”
Setelah itu Jibril membawa Nabi Muhammad saw ke Sidratul Muntaha yang
diselimuti berbagai warna yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Setelah
itu, Nabi Saw diizinkan masuk kedalam surga, didalamnya ditemukan tembok-tembok
kecil yang terbuat dari mutiara dan tanahnya mengeluarkan wangi kesturi.” (HR.
Bukhari).
Melihat Penghuni Neraka
Peristiwa Isra Mi’raj terjadi dengan rohani dan jasmani, bukan mimpi dalam
tidur. Bagi orang yang beriman, peristiwa ini dialami Rasulullah dalam keadaan
sadar dan terjaga. Ketika itu terjadi perdebatan sengit diantara para sahabat,
bahkan tak sedkit yang murtad.
Kaum orientalis kemudian melontarkan sejumlah pertanyaan sinis seperti ini:
Kenapa peristiwa Isra’ Miraj terjadi di malam hari, kenapa tidak di siang hari
agar bisa dilihat dan diyakini orang? Kalau memang mu’jizat itu terjadi dengan
kekuatan Allah, kenapa terjadi dalam semalam, bukan sekejab mata?
Ketika orang lain meragukan dan mengingkari kisa perjalanan ghaib
Rasulullah ke Sidratul Muntaha, sahabat Abu Bakar As-Shiddiq lah yang
membenarkan kabar tersebut.
Dalam perjalanan mir’ajnya, Rasulullah melewati suatu kaum yang sedang
bercocok tanam dan sedang menuai pada hari itu juga. Setiap kali mereka tuai,
setiap itu pula tanaman tersebut tumbuh kembali, seperti sebelum menuai. Lalu
Rasulullah bertanya kepada Jibril. “Siapa mereka itu ya Jibril? Jibril
menjawab, “Mereka adalah kaum mujahidin fi sabilillah. Pahala yang diberikan
kepada mereka berlipat ganda hingga 700 kali lipat.”
Kemudian, Rasulullah juga melihat seorang wanita tua. Pada kedua lengannya
berderet perhiasan yang mempesona. Rasulullah bertanya lagi kepada Jibril, lalu
Jibril menjawab, “Ia adalah dunia dengan berbagai perhiasan yang ada padanya.”
Selanjutnya, Rasulullah melihat orang yang sedang memukul kepala dengan
batu hingga pecah. Dari pecahan kepala itu mengucur banyak darah. Lalu kepada
itu kembali sediakala, setelah itu kembali memukul kepalanya dengan batu hingga
berdarah dan seterusnya hingga berkali-kali. Rasulullah bertanya kepada Jibril.
“Siapa mereka ya Jibril? Jibril menjawab, mereka adalah orang yang
bermalas-malasan dalam menunaikan shalat wajibnya.”
Dalam Mi’rajnya, Rasulullah juga melihat suatu kaum yang memotong-motong
lidah dan bibirnya sendiri dengan menggunakan gunting dari besi. Setiap kali
lidah dan bibirnya terpotong, setiapkali itu pula bibir dan lidahnya kembali
seperti sediakala, lalu dipotong lagi dan seterusnya. Rasulullah bertanya
kepada Jibril, siapa mereka? Jibril menjawab, mereka adalah penceramah dan ahli
pidato fitnah yang kerjanya menyuruh orang mengerjakn sesuatu, tapi mereka
tidak melakukannya. Mereka orang yang suka ceramah, tapi tidak sesuai dengan
kata dan perbuatannya.
Kemudian, Rasulullah melihat seekor banteng besar keluar dari dalam perut
yang besar, lalu banteng itu ingin masuk lagi, tapi tak bisa, Rasulullah
terheran-heran. Maka beliau bertanya kepada Jibril dan dijawab, “Ia adalah
perumpaan seorang yang berjanji dan bersumpah, tapi tak mampu ditunaikan.
Rasulullah juga melihat suatu kaum berenang di lautan darah. Mereka
berenang disana dan memakan batu-batuan ke dalam mulutnya. Nabi Saw bertanya
kepada Jibril tentang mereka, lalu dijawab, “Mereka adalah pemakan uang riba.”
Lanjut, Rasulullah melihat orang-orang yang meninggalkan daging segar dan
mengerumuni daging busuk. Rasulullah bertanya kepada Jibril, siapa mereka?
Jibril menjawab, “Mereka adalah para pezina. Lelaki yang mempunyai istri halal
dan sehat, tetapi ditinggalkan dan mencari perempuan haram yang berpenyakit.
Begitu pula sebaliknya, perempuan yang mempunyai suami yang halal dan sehat,
tapi dia mencari lelaki yang haram di jalan.”
Tak lama kemudian, Rasulullah melihat seorang lelaki sedang memikul barang
yang tidak kuat dipikulnya, namun ia masih menambah pikulannya itu dengan
memasukkan barang-barang lain. Rasulullah bertanya tentang orang itu, dan
Jibril menjawab, “Ia adalah orang yang sedang membawa amanat meskipun tidak
sanggup ditunaikan. Bebannya sudah berat, ia tambah lagi dengan amanat yang
baru.”
0 komentar:
Posting Komentar