Jumat, 18 April 2025

Rumah Adat BARUGA

Silahkan bagikan :
۞ Ψ§Ω„Ψ³َّΩ€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω„Ψ§َΩ…ُ ΨΉَΩ„َيْΩ€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€ΩƒُΩ…ْ وَΨ±َΨ­ْΩ…َΩ€Ω€Ψ©ُ Ψ§Ω„Ω„Ω€Ω€Ω€Ω€Ω‡ِ وَΨ¨َΨ±َΩƒَΨ§ΨͺُΩ€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω‡ُ ۞
۞ Ψ¨Ψ³Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω… Ψ§Ω„Ω„ّΩ€Ω€Ω€Ω‡ Ψ§Ω„Ψ±ّΨ­Ω…ٰΩ† Ψ§Ω„Ψ±ّΨ­ΩŠΩ€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω€Ω… ۞
-----------------------------------------------------------------------

 


Arsitektur adalah cerminan budaya dan lingkungan yang menciptakannya. Di Indonesia, kita memiliki kekayaan arsitektur tradisional dan vernakular yang unik dan Sulawesi Tengah tidak terkecuali. Beberapa contoh arsitektur vernakular Sulawesi Tengah adalah arsitektur rumah panggung suku Kaili yang berfungsi sebagai rumah tinggal seperti Banua Mbaso, Kataba, dan Tinja Kanjai. Meskipun memiliki karakteristik yang mirip dengan beberapa bangunan di daerah lain seperti Bugis, Makassar, dan Toraja, arsitektur suku Kaili memiliki ciri khasnya sendiri. Rumah panggung "Banua Mbaso" adalah bangunan dengan pondasi kayu balok persegi empat. "Rumah Kataba" adalah tempat tinggal yang terbuat sepenuhnya dari papan. "Tinja Kanjai" adalah rumah sederhana yang dibangun di atas tiang-tiang kayu dengan atap rumbia.

Selain digunakan sebagai tempat tinggal, arsitektur di Sulawesi Tengah juga memiliki fungsi sebagai tempat ibadah, tempat musyawarah, tempat penyimpanan, dan tempat penyimpanan. Namun, beberapa bangunan tradisional ini telah berubah menjadi bangunan kosong yang jarang digunakan dan hanya menjadi perhatikan sekelumit orang, misalnya dalam pembahasan ini berfokus pada arsitektur yang disebut “Baruga” sebagai bangunan musyawarah bagi masyarakat suku Kaili. Permasalahan ini dialami oleh bangunan yang ada di desa Kaleke, Kabupaten Sigi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat tentang nilai dan fungsi baruga sebagai ruang sosial atau menjadi wujud dari kebudayaannya. Selain itu, dipengaruhi oleh pola globalisasi yang membuat aristetkur terobang-ambing dalama menjaga keberlangsungannya bagi masyarakat dan segala tradisi yang ada.

Rumah tempat musyawarah bagi masyarakat Kaili sejak masa lampau dikenal dengan nama "Baruga" ini, rumah panggung berbentuk segi empat memanjang yang juga mendapatkan pengaruh akulturasi dari suku Bugis/Makassar pada beberapa corak yang tampak di bagian atap. Ruang Baruga adalah ruang terbuka tanpa kamar dan pada bagian depannya diberi lantai yang tingginya sekitar 0,5 meter sebagai tempat kepala adat. Dinding Baruga dibuat dari papan dan hanya setinggi orang duduk. Atapnya terbuat dari rumbia/seng dan ruangnya terdiri atas tiga bagian kiri dan kanan yang menghadap ke depan sebagai tempat duduk para partisipan musyawarah atau masyarakat yang datang mengunjungi acara yang dilakukan. Bagian-bagian ini dibatasi dengan ruang kosong di tengahnya sebagai jalan pemisah. Berdasarkan konteksnya, selain sebagai tempat musyawarah, Baruga juga memiliki fungsi lain diantaranya seperti tempat peradilan adat dan rumah singgah bagi musafir. Namun, bukan hanya eksistensi Baruga yang secara fisik mengalami perubahan dan perlahan menghilang, melainkan secara fungsi relevansinya patut dipertanyakan dengan keberadaan aula pertemuan, kantor desa, kantor polisi, dan rumah singgah modern yang mengambil peran Baruga dan tentunya tidak untuk disangkal karena keadaan yang menuntut masyarakat untuk senantiasa adaptif. Oleh karena itu, perlu pendekatan inovatif untuk memposisikan fungsi Baruga agar tetap menjadi kebutuhan urgensi bagi masyarakat dengan cara memperhatikan aspek nilai yang terkandung di dalamnya dan mengambil semangat para generasi untuk menjamin keberlanjutannya.

Revitalisasi Arsitektur Baruga

 

Dalam menjawab tantangan ini sebagai cara untuk mempertahankan warisan budaya Sulawesi Tengah dalam wujud arsitektur, tim Kololio sebagai penggiat desa pada tahun 2021 bersiasat untuk membuat solusi inovatif yang disebut "Revitalisasi Arsitektur Tradisional Baruga sebagai Ruang Multiguna." Melalui revitalisasi ini, berharap dapat melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan kebudayaan serta meningkatkan ekonomi masyarakat Desa Kaleke melalui Arsitektur suku Kaili.

Gagasan revitalisasi arsitektur Baruga Desa Kaleke telah dimulai dengan langkah-langkah konkret untuk mewujudkan tujuan utama sebagai role model untuk dijadikan sampel pembangunan arsitektur Baruga dalam konteks masa kini yang direalisasikan sebagai berikut:

1. Tim Kololio telah mengembangkan rencana detail untuk pemugaran Baruga. Rencana ini mencakup perencanaan arsitektur, pemilihan bahan bangunan yang sesuai, dan pengembangan infrastruktur pendukung.

2. Masyarakat Desa Kaleke telah aktif terlibat dalam proses ini sebagai wujud keterlibatan secara kolektif. Mereka membantu dalam pemindahan struktur Baruga yang ada dan dalam pembangunan kembali sesuai dengan prototipe yang sudah disiapkan oleh tim Kololio.

3. Selama proses revitalisasi, elemen budaya dan tradisi Suku Kaili dijaga dengan hati-hati sebagai implementasi dalam menjaga nilai budaya yang sebelumnya pernah diterapkan oleh masyarakat. seperti Ritual adat yang melibatkan masyarakat lokal yang dilakukan sebelum pembongkaran dan pembangunan kembali Baruga.

4. Baruga direvitalisasi untuk dijadikan pusat kegiatan masyarakat. Ini termasuk berbagai kegiatan budaya, pertemuan, dan acara sosial lainnya. Hal ini bertujuan untuk membawa kembali semangat gotong royong dalam masyarakat dan komunitas.

5. Baruga sebagai Ruang Pustaka Desa. Salah satu tujuan penting dari revitalisasi ini adalah untuk menciptakan ruang pustaka desa di dalam Baruga yang memanfaatkan ruang bawah yang didesain secara menarik. Ini akan menjadi tempat pendidikan dan peningkatan literasi masyarakat Desa Kaleke.

6. Baruga juga diharapkan berfungsi sebagai pusat edukasi untuk pendidikan lokal, serta sebagai tempat evakuasi dalam situasi darurat atau bencana karena Sulawesi Tengah khususnya daerah Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala menjadi sesar gempa yang disebut “Palu Koro”.

7. Baruga akan menjadi pusat untuk pemanfaatan sumber daya desa secara berkelanjutan, seperti pelatihan dan kegiatan ekonomi lokal. Ini akan membantu masyarakat Desa Kaleke dalam mencapai kesejahteraan ekonomi.

Terlepas dari konsep inovasi, ada aktivitas yang menarik dan jarang dilakukan dalam menjawab permasalahan ini. Sebelum tahap pembangunan dilakukan, masyarakat menerapkan kebiasaan masa lalu yaitu mengangkat bangunan (rumah) saat seseorang ingin pindah lokasi tempat tinggal. Hal ini terjadi pada Baruga, masyarakat secara gotong royong memindahkan Baruga yang disebut “Nokova Banua” atau dalam bahasa Indonesia didefinisikan sebagai proses pengakatan rumah dengan mengandalkan kekuatan bahu yang dilakukan secara masal selepas salat jumat. Momen ini mengingatkan dan mengajarkan kembali masyarakat khususnya para generasi Desa Kaleke yang hidup pada masa kini bahwasannya spirit kebersamaan itu juga terdapat dalam arsitektur baruga sehingga harus dipertahankan untuk mempererat pertalian saudara sebagai orang yang hidup di desa.

Revitalisasi Arsitektur Baruga desa Kaleke adalah sebuah proyek yang menunjukkan betapa pentingnya pelestarian warisan budaya dalam masyarakat Sulawesi Tengah yang sedang menghadapi tantangan globalisasi. Dengan melibatkan masyarakat secara aktif, menjaga nilai-nilai budaya, dan menjembatani kesenjangan generasi, proyek ini mewakili langkah maju dalam pelestarian keragaman arsitektur Nusantara. Semoga proyek ini dapat memberikan inspirasi dan memberikan panduan bagi proyek serupa di wilayah-wilayah lain, sehingga keberagaman ini dapat terus dijaga dan dinikmati oleh generasi masa depan. Revitalisasi Baruga sebagai ruang multiguna adalah bagian dari dinamisasi kebudayaan yang akan dicatat dalam sejarah bagaimana cara manusia untuk memelihara dan menghormati akar budayanya dengan cara merespon keterbaruan dan selalu siap beradaptasi dengan peradaban.

 

 



۞ Ψ§Ω„Ψ­Ω…Ψ― Ω„Ω„Ω‡ Ψ±Ψ¨ّ Ψ§Ω„ΨΉٰΩ„Ω…ΩŠΩ† ۞

-----------------------------------------------------------------------

0 comment:

Posting Komentar

۞ PETA LOKASI Rumahku ۞
۞ MEDIA - SOSIAL ۞