Sejarah Kota Palu
Sejarah sebuah kota yang merupakan ibu kota Proinsi Sulawesi Tengah tepatnya adalah Kota Palu. Kota ini di huni oleh sebuah suku yaitu Kaili. Palu yang berada tepat di tengah-tengah pulau Sulawesi, di huni oleh banyak suku dari berbagai daerah di sekitarnya. Suku asli yang lama tinggal di memiliki sejarah berdasarkan penelusuran tempo dulu. Peradaban orang-orang kaili yang mendiami kota Palu terletak di pegunungan yang mengintari laut Kaili (saat itu kata Palu belum digunakan, karena lembah Palu masih berupa lautan) yang terdiri dari beberapa Kerajaan lokal. To-Kaili juga terdiri dari beberapa subetnik Kaili diantaranya To-Sigi, To-Biromaru, To-Banawa, To-Dolo, To-Kulawi, To-Banggakoro, To-Bangga, To-Pakuli, To-Sibalaya, To-Tavaili, To-Parigi, To-Kulavi dan masih banyak lagi subetnis Kaili lainnya. To-Kaili mendiami hampir seluruh seluruh Kota Palu, Kab. Donggala, Kab. Sigi dan Kab. Parigimautong. Selain itu to-Kaili juga mempunyai beberapa dialek diantaranya dialek Ledo, Rai, Tara, Ija, Edo/Ado, Unde, dan lain-lain. Dari semua dialek yang ada, dialek Ledo merupakan dialek yang umum di gunakan. Semua dialek Kaili merupakan dialek yang dibedakan dengan kata “sangkal”, karena semua jenis dialek Kaili mengandung pengertian “tidak”. Kaili sendiri konon katanya diambil dari satu jenis pohon yang bernama Kaili (saat ini sudah punah) sebuah pohon yang sangat besar dan tinggi yang menjadi penanda daratan bagi orang-orang yang memasuki teluk Kaili (teluk Palu dulu bernama teluk Kaili). Pohon Kaili ini diperkirakan terletak diantara Kalinjo (sebelah timur Ngata Baru) dan Sigimpu (sebelah Tenggara desa Bora). ditengarai pohon ini terletak di Ngata Kaili (sebuah kampung yang terletak di sebelah selatan Paneki, saat ini masih didiami oleh masyarakat etnik Kaili).
Sejarah Kota Palu dan Suku Kaili
dalam sejarah La Galigo tercatat satu riwayat Sawerigading, yang pernah
menginjakan kakinya di tanah Kaili, peristiwa ini terjadi sekitar abad 8-9 M.
Cerita tentang Sawerigading sangat populer di masyarakat Bugis dan juga
masyarakat Kaili. Peristiwa ini juga merupakan cikal bakal terjalinnya hubungan
dagang antara Kerajaan-Kerajaan di Tanah Kaili khususnya Kerajaan Banawa dan
Kerajaan Sigi. Teluk Kaili dahulu sangat luas yang tepi pantai sebelah barat berada
di Desa Bangga, di belah timur sampai ke Desa Bora dan mengintari Desa Loru.
Bisa di bayangkan seperti apa lembah Palu pada saat itu. proses surutnya laut
teluk Kaili diperkirakan terjadi sebelum Abad 16, sebab pada Abad 16 sudah ada
Kerajaan Palu.
Usia kota Palu
Pada Abad 16 dalam Aksara Lontara
telah di sebutkan satu Kerajaan di tanah Kaili yang bernama Kerajaan Palu.
punhalnya para intelektual belada pada Abad 18 telah menggunakan kata Palu
untuk menunjuk daerah lembah Kaili. Patut ditelusuri kapan tepatnya penggunaan
kata Palu untuk Kota Palu sebab hal ini dapat mengungkap tabir peradaban
masyarakat Kaili. Sayangnya, masyarakat Kaili tidak menganut budaya tulis,
melainkan budaya lisan. Hal ini disebabkan karena orang Kaili mempunyai satu
filosofi bahwa tubuh adalah dunia yang kecil, dan apun yang terjadi di dunia
merupakan kejadian dalam diri. Dengan kata lain tubuh adalah rangkaian
catatan-catatan yang terus mengalir dari waktu ke waktu.
Pengertian Kaili secara lingual
lebih merujuk kepada tubuh, tempat mengalirnya darah. No -Kaili = mengaliri,
dari hulu ke hilir memberi kehidupan dan pengalaman baru kepada apapun yang
dilaluinya. Dari semua peradaban to-Kaili yang coba diungkap disini masih ada
lagi satu peadaban yang di tengarai juga sangat tua yaitu peradanan Lando,
yaitu peradaban to-Kaili yang terletak diantara raranggonau dan tompu, dan ada
satu Kerajaan Kaili tertua yang bernama Kerajaan Sidima yang terletak di Negeri
Kalinjo (sebelah timur Tompu). Namun, kurangnya literatur menyebabkan pembahasan
ini belum dapat di publikasikan.
Palu adalah “Kota Baru” yang
letaknya di muara sungai. Dr. Kruyt menguraikan bahwa Palu sebenarnya tempat
baru dihuni orang (De Aste Toradja’s van Midden Celebes). Awal mula pembentukan
Kota Palu berasal dari penduduk Desa Bontolevo di Pegunungan Ulayo. Setelah
pergeseran penduduk ke dataran rendah, akhirnya mereka sampai suatu tempat yang
sekarang ini disebut Boya Pogego.
Kota Palu bermula dari kesatuan
empat kampung, yaitu : Besusu, Tanggabanggo (Siranindi) sekarang bernama
Kamonji, Panggovia sekarang bernama Lere, Boyantongo sekarang bernama Kelurahan
Baru. Mereka membentuk satu Dewan Adat yang disebut Patanggota. Salah satu
tugasnya adalah memilih raja dan para pembantunya yang erat hubungannya dengan
kegiatan kerajaan. Kerajaan Palu menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan
sangat berpengaruh. Itulah sebabnya Belanda mengadakan pendekatan terhadap
Kerajaan Palu.
Belanda pertama kali berkunjung
ke Palu pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan
perlindungan dari Manado di tahun 1868. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk
Sulawesi bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu,
mereka pun menyerang Kayumalue. Setelah peristiwa Perang Kayumalue, Raja Maili
terbunuh oleh pihak Belanda dan jenazahnya dibawa ke Palu. Setelah itu ia
digantikan oleh Raja Jodjokodi, pada tanggal 1 Mei 1888 Raja Jodjokodi
menandatangani perjanjian pendek kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Berikut daftar susunan raja-raja
Palu :
Pue Nggari (Siralangi) 1796 –
1805
I Dato Labungulili 1805 – 1815
Malasigi Bulupalo 1815 – 1826
Daelangi 1826 – 1835
Yololembah 1835 – 1850
Lamakaraka 1850 – 1868
Maili (Mangge Risa) 1868 – 1888
Jodjokodi 1888 – 1906
Parampasi 1906 – 1921
Djanggola 1921 – 1949
Tjatjo Idjazah 1949 – 1960Setelah
Tjatjo Idjazah, tidak ada lagi pemerintahan raja-raja di wilayah Palu. Setelah
masa kerajaan telah ditaklukan oleh pemerintah Belanda, dibuatlah satu bentuk
perjanjian “Lange Kontruct” (perjanjian panjang) yang akhirnya dirubah menjadi
“Karte Vorklaring” (perjanjian pendek). Hingga akhirnya Gubernur Indonesia
menetapkan daerah administratif berdasarkan Nomor 21 Tanggal 25 Februari 1940.
Kota Palu termasuk dalam Afdeling Donggala yang kemudian dibagi lagi lebih
kecil menjadi Arder Afdeling, antara lain Order Palu dengan ibu kotanya Palu,
meliputi tiga wilayah pemerintahan Swapraja, yaitu :
Swapraja Palu
Swapraja Dolo
Swapraja Kulawi
Pertumbuhan Kota Palu setelah
Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda kemudian Jepang pada
tahun 1945 semakin lama semakin meningkat. Dimana hasrat masyarakat untuk lebih
maju dari masa penjajahan dengan tekat membangun masing-masing daerahnya.
Berkat usaha makin tersusun roda pemerintahannya dari pusat sampai ke
daerah-daerah. Maka terbentuklah daerah Swatantra tingkat II Donggala sesuai
peraturan pemerintah Nomor 23 Tahun 1952 yang selanjutnya melahirkan Kota
Administratif Palu yang berbentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
1978.
Berangsur-angsur susunan
ketatanegaraan RI diperbaiki oleh pemerintah pusat disesuaikannya dengan
keinginan rakyat di daerah-daerah melalui pemecehan dan penggabungan untuk
pengembangan daerah, kemudian dihapuslah pemerintahan Swapraja dengan keluarnya
peraturan yang antara lain adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 dan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 serta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964
Tentang Terbentuknya Dati I Propinsi Sulteng dengan Ibukota Palu.
Dasar hukum pembentukan wilayah
Kota Administratif Palu yang dibentuk tanggal 27 September 1978 atas Dasar Asas
Dekontrasi sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah. Kota Palu sebagai Ibukota Propinsi Dati I Sulawesi Tengah
sekaligus ibukota Kabupaten Dati II Donggala dan juga sebagai ibukota pemerintahan
wilayah Kota Administratif Palu. Palu merupakan kota kesepuluh yang ditetapkan
pemerintah menjadi kota administratif.
Sebagai latar belakang
pertumbuhan Kota Palu dalam perkembangannya tidak dapat dilepaskan dari hasrat
keinginan rakyat di daerah ini dalam pencetusan pembentukan Pemerintahan
wilayah kota untuk Kota Palu dimulai sejak adanya Keputusan DPRD Tingkat I
Sulteng di Poso Tahun 1964. Atas dasar keputusan tersebut maka diambil
langkah-langkah positif oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan
Pemerintah Dati II Donggala guna mempersiapkan segala sesuatu yang ada
kaitannya dengan kemungkinan Kota Palu sebagai Kota Administratif. Usaha ini
diperkuat dengan SK Gubernur KDH Tingkat I Sulteng Nomor 225/Ditpem/1974 dengan
membentuk Panitia Peneliti kemungkinan Kota Palu dijadikan Kota Administratif,
maka pemerintah pusat telah berkenan menyetujui Kota Palu dijadikan Kota
Administratif dengan dua kecamatan yaitu Palu Barat dan Palu Timur.
Berdasarkan landasan hukum
tersebut maka pemerintah Kotif Palu memulai kegiatan menyelenggarakan
pemerintahan di wilayah berdasarkan fungsi sebagai berikut :
Meningkatkan dan menyesuaikan
penyelenggaraan pemerintah dengan perkembangan kehidupan politik dan budaya
perkotaan.
Membina dan mengarahkan pembangunan
sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi dan fisik perkotaan.
Mendukung dan merangsang secara
timbal balik pembangunan wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah pada
umumnya dan Kabupaten Dati II Donggala.
Hal ini berarti pemerintah
wilayah Kotif Palu menyelenggarakan fungsi-fungsi yang meliputi bidang-bidang :
Pemerintah
Pembina kehidupan politik,
ekonomi, sosial budaya perkotaan
Pengarahan pembangunan ekonomi,
sosial dan fisik perkotaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4
Tanggal 12 Oktober 1994, Mendagri Yogi S. Memet meresmikannya Kotamadya Palu
dan melantik Rully Lamadjido, SH sebagai walikotanya. Kota Palu terletak
memanjang dari timur ke barat disebelah utara garis katulistiwa dalam koordinat
0,35 – 1,20 LU dan 120 – 122,90 BT. Luas wilayahnya 395,06 km2 dan terletak di
Teluk Palu dengan dikelilingi pegnungan. Kota Palu terletak pada ketinggian 0 –
2500 m dari permukaan laut dengan keadaan topografis datar hingga pegunungan.
Sedangkan dataran rendah umumnya tersebut disekitar pantai.
Berikut batas-batas wilayah Kota
Palu adalah :
Sebelah Utara berbatasan dengan
Kelurahan Tawaeli dan Kecamatan Banawa
Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Marawola dan Kabupaten Sigi
Sebelah Barat berbatasan dengan
Kecamatan Banawa dan Kecamatan Marawola
Sebelah timur berbatasan dengan
Kelurahan Tawaeli dan Kabupaten Parimo
Berikut adalah daftar kecamatan
dan kelurahan di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Kota Palu
terdiri dari 8 Kecamatan dan 46 Kelurahan dengan luas wilayah 395,06 km² dan
jumlah penduduk sebesar 363.867 jiwa dengan sebaran penduduk 921
jiwa/km².[1][2] Sebelumnya, Kota Palu terbagi atas 4 Kecamatan sesuai arah mata
angin yaitu Kecamatan Palu Barat, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Utara
dan Kecamatan Palu Selatan. Empat kecamatan baru yang mekar itu adalah
Kecamatan Tatanga, Kecamatan Ulujadi, Kecamatan Mantikulore dan Kecamatan
Tawaeli. Pemekaran ini sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012
tentang pemekaran kecamatan.
Kecamatan MantiKulore Terdiri
dari 8 Kelurahan : Kawatuna, Lasoani, Layana Indah, Poboya, Talise, Talise
Valangguni, Tanamodindi, Tondo.
Kecamatan Palu Barat Terdiri dari 6 Kelurahan : Balaroa, Baru,
Kamonji, Lere, Siranindi, Ujuna.
Kecamatan Palu Selatan Terdiri
dari 5 Kelurahan : Birobuli Selatan, Birobuli Utara, Petobo, Tatura Selatan,
Tatura Utara.
Kecamatan Palu Timur Terdiri dari
5 Kelurahan : Besusu Barat, Besusu Tengah, Besusu Timur, Lolu Selatan, Lolu
Utara.
Kecamatan Palu Utara Terdiri dari
5 Kelurahan : Lambara, Kayumalue Pajeko, Mamboro, Mamboro Barat, Taipa.
Kecamatan Tatanga Terdiri dari 6
Kelurahan : Boyaoge, Duyu, Nunu, Palupi, Pengawu, Tawanjuka.
Kecamatan Tawaeli Terdiri dari 5 Kelurahan : Baiya, Lambara,
Panau, Pantoloan Induk, Pantoloan Boya.
Kecamatan Ulujadi Terdiri dari 6
Kelurahan : Buluri, Donggala Kodi, Kabonena, Silae, Tipo, Watusampu.
Sumber : DISINI
0 comment:
Posting Komentar